Kelompok Tani Hutan Budeng Buka Ekowisata Mangrove
NEGARA, NusaBali
Di tengah masa pandemi Covid-19, Kelompok Tani Hutan (KTH) Wana Mertha, Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, Jembrana, menghadirkan objek wisata baru.
Adanya potensi hutan mangrove di desa setempat, belakangan dijadikan tempat ekowisata mangrove. Di tengah kawasan hutan mangrove ini, didirikan sebuah warung makan yang menghadirkan berbagai menu olahan hewan dari hutan mangrove setempat.
Meski baru dibuka, keberadaan ekowisata mangrove ini cukup layak dikunjungi untuk sekadar melepas penat dan menikmati pemandangan hutan mangrove. Termasuk penghobi wisata kuliner, tidak ada salahnya mencoba berbagai hidangan yang tersedia di Warung Mangrove ini. Terutama olahan berbagai kuliner, seperti udang, kepiting hingga kerang bakau.
“Ini baru kami buka dari 5 Januari 2021. Sebenarnya, kami ingin tata dulu. Tetapi karena banyak yang penasaran, ya kita buka dulu warung makan ini, sambil perlahan dikembangkan. Ini kami bangun secara swadaya,” ucap Ketua KTH Wana Mertha Kade Suadiarsa,50, Kamis (7/1) kemarin.
Sudiarsa alias Dek Budeng mengatakan, dari total 44 hektare kawasan hutan mangrove di Desa Budeng, ada seluas 25 hektare hutan mangrove yang dikelola kelompoknya. Pengelolaan hutan mangrove ini, didasari izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Diberikannya pengelolaan hutan mangrove tersebut, selain untuk menjaga pelestarian mangrove, juga bertujuan mengembangkan sektor perekonomian warga setempat.
Menurut Dek Budeng, ada tiga konsep dalam pengembangan kawasan hutan mangrove ini. Pertama, adalah ekowisata yang didalamnya ada edukasi, tempat makan, dan berbagai wisata lainnya. Kemudian silvofishery, berupa kawasan budidaya ikan, udang, dan berbagai hewan mangrove yang hasilnya bisa dijual kepada wisatawan. Ketiga, pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHKB), dengan mengolah buah mangrove menjadi sirup, olahan tepung, pewarna batik, lulur, dan berbagai olahan lainnya. “Sementara ini, kami optimalkan dulu ekowisatanya. Nanti rencana kami, selain menata akses dan tempat warung makan, perlahan kita buat jalur tracking untuk jalan kaki, sepeda gayuh, naik sampan, spot selfie, dan lainnya. Bahkan, kita ada rencana membuat home stay. Tentunya untuk pembangunannya, harus memakai bahan kayu yang ramah lingkungan, karena kawasan konservasi,” ucapnya.
Dalam mengelola Warung Mangrove yang didirikan secara swadaya bersama 50 anggota Wana Mertha, Dek Budeng memberdayakan warga Budeng yang bisa menjadi pencari kepiting maupun kerang bakau di hutan mangrove setempat. Hasil kepiting maupun kerang bakau dari masyarakat lokal itu, dibeli untuk kemudian dijual secara fresh kepada pengunjung di warung setempat. “Yang dijual, ya apa yang ada dari hutan mangrove di sini. Kebetulan masyarakat Budeng, ada yang biasa mencari kepiting, kerang, dan biasanya dijual ke pasar. Tetapi kadang kalau ke pasar, belum tentu laku. Tetapi sekarang, kita yang beli sesuai harga yang biasa dijual masyarakat Budeng,” ucap Dek Budeng. *ode
Komentar