Jumlah Nelayan di Tabanan Bertambah
Pandemi, Pekerja Pariwisata Dirumahkan
Dengan kondisi ini pula, sebagian besar nelayan di Kabupaten Tabanan merupakan kalangan generasi muda.
TABANAN, NusaBali
Selama pandemi Covid-19, jumlah nelayan di Kabupaten Tabanan bertambah. Tambahan jumlah nelayan selama pandemi mencapai antara 10 - 12 persen hingga kini 1.232 orang. Warga yang menjadi nelayan baru tersebut dari kalangan pemuda. Mereka terutama kalangan pekerja hotel dan pariwisata yang dirumahkan akibat pandemi Covid-19.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tabanan I Ketut Arsana Yasa mengakui saat pandemi jumlah nelayan Tabanan bertambah sekitar 10 - 12 persen. Penambahan ini jika disimak dari akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Penambahan jumlah nelayan ini sekaligus menambah jumlah kelompok nelayan di masing-masing desa. "Kalau sebelum pandemi, jumlah anggota kelompok nelayan stagnan, kini sejak pandemi bertambah," tegasnya.
Hanya saja, Arsana Yasa belum bisa menyebutkan jumlah penambahan kelompok nelayan secara pasti. Sesuai laporan, sekitar 5 kelompok nelayan anggotanya bertambah. Penambahan jumlah anggota kelompok nelayan ada di Pantai Soka, Kecamatan Selemadeg Barat, Pantai Klecung, Kecamatan Selemadeg Timur, dan wilayah pantai di Kecamatan Kediri.
Diterangkan Arsana Yasa, penambahan nelayan baru ini disumbang oleh pemuda yang dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Karena mereka dirumahkan, sehingga lebih menekuni profesi melaut. Tambahan jumlah nelayan termasuk disumbang dari pelajar SMA yang sudah ikut bersama ayahnya melaut. "Karena tidak ada kerjaan, jadi mereka yang menganggur lebih memilih menangkap ikan," jelasnya.
Menurutnya, penambahan jumlah nelayan juga terjadi pada waktu kasus bom Bali I dan bom Bali II lalu. Dengan kondisi ini pula, sebagian besar nelayan di Kabupaten Tabanan merupakan kalangan generasi muda atau generasi penerus dari generasi sebelumnya yang sudah sepuh.
Sementara itu, perkiraan kondisi cuaca sejak Minggu (31/1) sampai Rabu (3/2) mendatang, masih dibayangi gelombang tinggi. Gelombang tinggi itu terjadi karena di tengah laut di selatan pulau Jawa sedang terjadi angin kencang dengan hembusan mencapai 78 km/jam. Angin kencang ini memicu gelombang tinggi antara 4 - 6 meter yang berimbas ke pantai selatan Bali, termasuk Tabanan.
“Di Bali, dampak gelombang ini paling tinggi antara 4 - 5 meter. Kondisi ini sudah terjadi sejak Minggu, bahkan pada Sabtu malam rupanya terjadi gelombang pasang. Karena berbarengan dengan angin kencang, sehingga ketinggian gelombang saat itu bisa menyentuh bibir jalan di Pantai Pasut,” katanya.
Guna menghindari dampak gelombang tinggi, dia mengimbau kepada para nelayan di Tabanan untuk menyelamatkan alat tangkap (perahu). Sebaiknya, sementara waktu agar nelayan menunda melaut hingga Rabu mendatang. Menurut pria yang akrab disapa Sadam ini, situasi seperti ini tidak hanya dialami oleh nelayan di Tabanan, namun juga seluruh nelayan pantai selatan Bali. *des
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tabanan I Ketut Arsana Yasa mengakui saat pandemi jumlah nelayan Tabanan bertambah sekitar 10 - 12 persen. Penambahan ini jika disimak dari akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Penambahan jumlah nelayan ini sekaligus menambah jumlah kelompok nelayan di masing-masing desa. "Kalau sebelum pandemi, jumlah anggota kelompok nelayan stagnan, kini sejak pandemi bertambah," tegasnya.
Hanya saja, Arsana Yasa belum bisa menyebutkan jumlah penambahan kelompok nelayan secara pasti. Sesuai laporan, sekitar 5 kelompok nelayan anggotanya bertambah. Penambahan jumlah anggota kelompok nelayan ada di Pantai Soka, Kecamatan Selemadeg Barat, Pantai Klecung, Kecamatan Selemadeg Timur, dan wilayah pantai di Kecamatan Kediri.
Diterangkan Arsana Yasa, penambahan nelayan baru ini disumbang oleh pemuda yang dirumahkan akibat pandemi Covid-19. Karena mereka dirumahkan, sehingga lebih menekuni profesi melaut. Tambahan jumlah nelayan termasuk disumbang dari pelajar SMA yang sudah ikut bersama ayahnya melaut. "Karena tidak ada kerjaan, jadi mereka yang menganggur lebih memilih menangkap ikan," jelasnya.
Menurutnya, penambahan jumlah nelayan juga terjadi pada waktu kasus bom Bali I dan bom Bali II lalu. Dengan kondisi ini pula, sebagian besar nelayan di Kabupaten Tabanan merupakan kalangan generasi muda atau generasi penerus dari generasi sebelumnya yang sudah sepuh.
Sementara itu, perkiraan kondisi cuaca sejak Minggu (31/1) sampai Rabu (3/2) mendatang, masih dibayangi gelombang tinggi. Gelombang tinggi itu terjadi karena di tengah laut di selatan pulau Jawa sedang terjadi angin kencang dengan hembusan mencapai 78 km/jam. Angin kencang ini memicu gelombang tinggi antara 4 - 6 meter yang berimbas ke pantai selatan Bali, termasuk Tabanan.
“Di Bali, dampak gelombang ini paling tinggi antara 4 - 5 meter. Kondisi ini sudah terjadi sejak Minggu, bahkan pada Sabtu malam rupanya terjadi gelombang pasang. Karena berbarengan dengan angin kencang, sehingga ketinggian gelombang saat itu bisa menyentuh bibir jalan di Pantai Pasut,” katanya.
Guna menghindari dampak gelombang tinggi, dia mengimbau kepada para nelayan di Tabanan untuk menyelamatkan alat tangkap (perahu). Sebaiknya, sementara waktu agar nelayan menunda melaut hingga Rabu mendatang. Menurut pria yang akrab disapa Sadam ini, situasi seperti ini tidak hanya dialami oleh nelayan di Tabanan, namun juga seluruh nelayan pantai selatan Bali. *des
Komentar