Peredaran Tas Plastik Masih Banyak di Pasar Tradisional
DPRD Bali: di Pasar Tradisional Perlu Ada Pengepul Sampah Plastik
DENPASAR, NusaBali
Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, belum sepenuhnya menekan peredaran sampah plastik di masyarakat.
Saat ini, peredaran dan penjualan tas berbahan plastik di pasar-pasar tradisional masih tinggi. DPRD Bali pun usulkan perlu ada pengepul sa-mpah plastik di pasar tradisional.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali, I Made Teja, juga mengakui masih tingginya peredaran dan penjualan tas berbahan plastik di pasar tradisional. Terkait masalah ini, pihaknya akan menggandeng Kabupaten/Kota se-Bali untuk gencarkan sosialiasi Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018.
Menurut Made Teja, rencana aksi gencarkan sosialisasi Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 ini akan digulirkan Juli-November 2021 mendatang. Rencana aksi ini akan melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Lingkungan Hidup, Biro Hukum Setda Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali, dan Sat Pol PP.
Made Teja menyebutkan, rencana aksinya nanti adalah evaluasi pelaksanaan pengelolaan sampah di kabupaten/kota, penyamaan persepsi penerapan Pasal 6 (kewajiban) dan Pasal 7 (larangan) Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018. Selain itu, juga ada pembinaan kepada pemasok atau penyalur bahan plastik sekali pakai, dengan penandatanganan berita acara untuk tidak lagi mendistribusikannya. "Termasuk nanti penerapan pengawasan pembatasan plastik sekali pakai," ujar Made Teja di Denpasar, Minggu (23/5).
Penggunaan tas plastik sekali pakai di pasar tradisional, kata Made Teja, perlu pendekatan dalam kondisi pandemi Covid-19, di mana ekonomi masyarakat Bali sedang anjlok. "Di pasar tradisional itu rata-rata pelaku usaha kecil. Jadi, perlu pendekatan khusus, sosialisasi, dan kedepankan pembinaan," tandas birokrat asal Kelurahan Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur ini.
Versi Made Teja, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bali dengan melibatkan LSM dan penggiat lingkungan pada 2020 lalu, pasar tradisional menjadi tempat yang paling sering digunakan untuk perilaku belanja rutin. Survei tersebut melibatkan 1.609 responden yang di 9 kabupaten/kota, dengan rentang usia 17-65 tahun dari berbagai latar belakang pekerjaan.
Responden dominan para ibu rumah tangga (45,11 persen) dan wiraswasta (26,17 persen). Kemudian, responden dengan pengeluaran antara Rp 25.000 - Rp 300.000 per hari, responden dominan berasal dari kategori penghasilan Rp 50.000 - 100.000 per hari (43,50 persen). Survei juga dilakukan terhadap 104 pemasok/penyalur tas plastik sekali pakai.
Berdasarkan survei tersebut, pemasok/penyalur tas plastik sekali pakai yang telah mengetahui adanya Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 mencapai 53 persem. Sedangkan yang belum mengetahui Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 sebanyak 29 persen. Selebihnya, 18 persen lagi menyatakan ragu dan tidak memberi keterangan terkait regulasi pembatasan sampah plastik sekali pakai tersebut.
Bagaimana penggunaan sampah plastik di toko modern? Menurut Made Teja, penggunaan plastik sekali pakai di toko modern jauh lebih tertib. Toko modern justru menyiapkan tas belanja ramah yang lingkungan, dengan pola konsumen boleh membelinya bila tidak membawa tas belanja. "Kita sudah survei pasar atau toko modern, mereka tertib dan hampir tidak ada yang menyiapkan tas plastik sekali pakai," paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali (yang membidangi infrastruktur, pembangunan, lingkungan hidup, dan energi) AA Ngurah Adhi Ardhana, mengatakan masyarakat sebenarnya sudah sangat merespons dan mendukung pemberlakuan Pergub Bali 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Hanya saja, sebagian besar belum ada yang paham, karena mungkin tidak menerima sosialiasi.
"Namun, pada tingkat pasar tradisional di mana adanya penjualan fresh food seperti daging, ayam potong, dan juga sayur mayur, agak sulit apabila tidak dibungkus dengan plastik. Masalahnya, bahan makanan yang dijual potensi berair dan lembab," jelas Adhi Ardhana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, Minggu kemarin.
Menurut Adhi Ardhana, yang perlu dilakukan saat ini adalah bagaimana mencarikan solusi terhadap keadaan yang memaksa tersebut. Dalam hal ini, perlu sinergi antara Pemkab/Pemkot dan Pemprov Bali. “Ya, minimal harus ada penyiapan pengepul sampah tas plastik di pasar tradisional, oleh pemerintah maupun pengelolaan pasar tradisional," tandas politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Barat ini.
Adhi Ardhana menyatakan, saat ini peluang sampah plastik mendatangkan manfaat dan bernilai ekonomi sangat tinggi, kalau bisa dikelola. Saat ini ada spesifikasi tender proyek jalan nasional yang menggunakan bahan sampah plastik sebagai tambahan pada aspal. Namun, kata Adhi Ardhana, belum ada yang bisa mensuplai sampah plastik ini.
“Sebenarnya, niat pemerintah sudah bagus urusan sampah plastik. Namun, sinergitas antara program pada bidang satu dengan lainnya kurang terkoordinasi," terang politiai yang juga praktisi pariwisata ini. *nat
Komentar