Guru Jangan Apriori dengan Perubahan ke Arah Digital
Saat ini, tenaga pendidik dihadapkan dengan perkembangan zaman teknologi yang kian lama kian canggih.
DENPASAR, NusaBali
Pola mendidik yang konvensional kini pun perlahan menuju berbasis digital. “Guru tidak boleh apriori dengan perkembangan teknologi. Yang lebih penting adalah mereka harus mendidik dengan hati, sebab hati tidak bisa diganti dengan mesin,” ujar Kepala SMP Negeri 2 Denpasar, Mercy Victoria Gigir SPd MM, Senin (25/11).
Sekretaris PGRI Provinsi Bali ini yakin peran guru tidak akan bergeser meskipun teknologi terus berkembang semakin canggih, selama guru mengedepankan fungsi sebagai pendidik. Tak dapat dipungkiri, guru juga menjadi agen perubahan, yang harus mampu mengikuti perkembangan era digital. Mercy menambahkan, SMPN 2 Denpasar juga sudah memulai mengakses teknologi dalam proses belajar mengajar, misalnya Quipper, Ruang Guru dan Rumah Belajar. “Justru nantinya guru dapat berjalan berdampingan dengan teknologi dalam melahirkan sumber daya manusia yang unggul,” katanya.
Disinggung mengenai pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim, yang viral belakangan ini, Mercy menyambut baik. Namun, dia tidak kaget karena wacana peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ini sudah sejak lama digaungkan. Yang dia tangkap, guru dimungkinkan untuk berpikir out of the box, belajar bisa di mana saja.
“Di era industri 4.0 ini pembelajaran ini tidak lagi di dalam kelas, tetapi semua bisa dijadikan tempat belajar. Mungkin guru harus berpikir out of the box, bahwa pembelajaran di luar kelas juga membuat pembelajaran lebih menarik. Itu pesan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui pidatonya,” ungkap Mercy.
Ketua PGRI Provinsi Bali Dr I Gede Wenten Aryasudha juga sependapat bahwa teknologi tidak bisa menggantikan peran guru. Jika sebatas mencari informasi, maka siswa bisa saja memanfaatkan mesin pencari informasi. Namun tidak terhadap sentuhan dalam mendidik, karena harus ada sentuhan hati yang tidak ditemukan dalam digital. “Profesi guru tidak akan dapat digantikan dengan apapun. Itu mengacu kepada Undang-undang 20 tahun 2003 menyebut guru adalah pendidik profesional,” jelasnya.
Sebelum penerapan sistem berbasis digital dalam dunia pendidikan, kata dia, ada baiknya diimbangi dengan sarana prasarana dan juga tenaga pengajar yang sudah menjalani pelatihan. “Misalnya saat ini di Kota Denpasar yang dikenal dengan smart citynya sudah menerapkan sistem e-learning, dengan aplikasi yang disebut Edmodo. Penerapan aplikasi ini baru sebatas pilot project, di mana baru dua sekolah yang sudah menggunakan aplikasi ini yaitu SMP PGRI 2 Denpasar dan SMPN 3 Denpasar,” ujarnya.
Kendala lainnya yang harus juga diperhatikan adalah kondisi jaringan di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Termasuk juga kendala ekonomi, yang kemungkinan tidak semua siswa atau guru memiliki HP berbasis sistem android. “Android juga butuh uang yang cukup. Apalagi dengan pendapatan guru honorer gajinya pas-pasan,” tandasnya. *ind
Sekretaris PGRI Provinsi Bali ini yakin peran guru tidak akan bergeser meskipun teknologi terus berkembang semakin canggih, selama guru mengedepankan fungsi sebagai pendidik. Tak dapat dipungkiri, guru juga menjadi agen perubahan, yang harus mampu mengikuti perkembangan era digital. Mercy menambahkan, SMPN 2 Denpasar juga sudah memulai mengakses teknologi dalam proses belajar mengajar, misalnya Quipper, Ruang Guru dan Rumah Belajar. “Justru nantinya guru dapat berjalan berdampingan dengan teknologi dalam melahirkan sumber daya manusia yang unggul,” katanya.
Disinggung mengenai pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim, yang viral belakangan ini, Mercy menyambut baik. Namun, dia tidak kaget karena wacana peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ini sudah sejak lama digaungkan. Yang dia tangkap, guru dimungkinkan untuk berpikir out of the box, belajar bisa di mana saja.
“Di era industri 4.0 ini pembelajaran ini tidak lagi di dalam kelas, tetapi semua bisa dijadikan tempat belajar. Mungkin guru harus berpikir out of the box, bahwa pembelajaran di luar kelas juga membuat pembelajaran lebih menarik. Itu pesan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui pidatonya,” ungkap Mercy.
Ketua PGRI Provinsi Bali Dr I Gede Wenten Aryasudha juga sependapat bahwa teknologi tidak bisa menggantikan peran guru. Jika sebatas mencari informasi, maka siswa bisa saja memanfaatkan mesin pencari informasi. Namun tidak terhadap sentuhan dalam mendidik, karena harus ada sentuhan hati yang tidak ditemukan dalam digital. “Profesi guru tidak akan dapat digantikan dengan apapun. Itu mengacu kepada Undang-undang 20 tahun 2003 menyebut guru adalah pendidik profesional,” jelasnya.
Sebelum penerapan sistem berbasis digital dalam dunia pendidikan, kata dia, ada baiknya diimbangi dengan sarana prasarana dan juga tenaga pengajar yang sudah menjalani pelatihan. “Misalnya saat ini di Kota Denpasar yang dikenal dengan smart citynya sudah menerapkan sistem e-learning, dengan aplikasi yang disebut Edmodo. Penerapan aplikasi ini baru sebatas pilot project, di mana baru dua sekolah yang sudah menggunakan aplikasi ini yaitu SMP PGRI 2 Denpasar dan SMPN 3 Denpasar,” ujarnya.
Kendala lainnya yang harus juga diperhatikan adalah kondisi jaringan di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Termasuk juga kendala ekonomi, yang kemungkinan tidak semua siswa atau guru memiliki HP berbasis sistem android. “Android juga butuh uang yang cukup. Apalagi dengan pendapatan guru honorer gajinya pas-pasan,” tandasnya. *ind
Komentar