PHRI Klaim Length of Stay Wisatawan Menurun
Di tengah perkembangan pariwisata Buleleng, nampaknya belum banyak berpihak pada pengusaha hotel dan restoran di Buleleng.
SINGARAJA, NusaBali
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Buleleng mengklaim mengalami penurunan length of stay (rata-rata masa tinggal, red) wisatawan hingga 30 persen.
Ketua PHRI Buleleng, Dewa Ketut Suardipa, Jumat (29/11) mengatakan jika lama tinggal atau menginap wisatawan yang datang ke Buleleng sudah dirasa menurun sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini menurutnya dikarenakan banyaknya pilihan destinasi wisata di Bali. Selain juga fokus pengembangan destinasi wisata di Buleleng belum maksimal.
“Kenapa tidak seperti dulu, pertama hanya ada satu pilihan destinasi, belum seperti saat ini berkembangnya. Nah dengan kondisi saat ini bagaimana mengemas 86 Daya Tarik Wisata (DTW) yang diatur dari Peraturan Bupati, menprioritaskan beberapa yang menjadi fokus pengembangan yang dikaji dengan sapta pesona,” ujar Dewa Suardipa.
Dirinya pun menyadari masalah pengembangan pariwisata di Buleleng tak cukup ditangani pemerintah atau PHRI saja, hal itu juga harus dibarengi oleh pelaku usaha yang bergerak di bidang hotel dan restoran. Baik dalam peningkatan SDM pegawainya, menyusun target pasar promosi yang selama ini belum berjalan dengan maksimal. “Beberapa hotel di Buleleng menjamur di tahun 1980-1990-an tanpa berpikir dampaknya, promosi tidak bagus, hanya menanti saja, ini yang harus diperbaiki bersama,” jelas dia.
Menurutnya saat ini seluruh komponen harus berpegangan tangan bersatu mewujudkan peningkatan kualitas pariwisata di Buleleng dengan membuat paket tour dan berbenah dengan kajian lingkungan, pariwisata termasuk menggandeng akademisi.
“Ya tidak seperti makan cabai lo kita merasakan pedas. Bisa 5-10 tahun lagi, kalau tidak berbenah dan berpikir dari sekarang kapan lagi,” kata dia. Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna, tak menampik jika length of stay wisatawan di hotel memang menurun. Tetapi hal itu tak dapat menyimpulkan kunjungan wisata di Buleleng dan lama tinggalnya menurun.
Sebab saat ini dengan pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat, ada 106 homestay yang dikembangkan di sejumlah daerah di Buleleng juga sedang berkembang dan diminati wisatawan. Sutrisna juga menyebut tren wisatawan saat ini juga mengalami pergeseran dari segi hunian. Sebagian memang memilih pindah dari hotel ke homestay dengan alasan dapat menikmati pariwisata budaya dan kehidupan langsung masyrakat Bali.
“Kalau di ranah hotel memang benar ada penurunan, tetapi itu tidak dapat menyimpulkan length of stay menurun karena saat ini banyak wisatawan kadang maunya praktis dan simpel, bergeser menggunakan jasa homestay. Itu baru dapat ditentukan setelah ada data pembayaran pajaknya di BKD,” jelas dia.
Sedangkan dari segi jumlah kunjungan Sutrisna juga mengklaim megalami peningkatan drastis yang dibuktikan dengan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disumbangkan sepuluh destinasi di Buleleng per Oktober lalu sebesar Rp 4,5 miliar. *k23
Ketua PHRI Buleleng, Dewa Ketut Suardipa, Jumat (29/11) mengatakan jika lama tinggal atau menginap wisatawan yang datang ke Buleleng sudah dirasa menurun sejak beberapa tahun belakangan. Hal ini menurutnya dikarenakan banyaknya pilihan destinasi wisata di Bali. Selain juga fokus pengembangan destinasi wisata di Buleleng belum maksimal.
“Kenapa tidak seperti dulu, pertama hanya ada satu pilihan destinasi, belum seperti saat ini berkembangnya. Nah dengan kondisi saat ini bagaimana mengemas 86 Daya Tarik Wisata (DTW) yang diatur dari Peraturan Bupati, menprioritaskan beberapa yang menjadi fokus pengembangan yang dikaji dengan sapta pesona,” ujar Dewa Suardipa.
Dirinya pun menyadari masalah pengembangan pariwisata di Buleleng tak cukup ditangani pemerintah atau PHRI saja, hal itu juga harus dibarengi oleh pelaku usaha yang bergerak di bidang hotel dan restoran. Baik dalam peningkatan SDM pegawainya, menyusun target pasar promosi yang selama ini belum berjalan dengan maksimal. “Beberapa hotel di Buleleng menjamur di tahun 1980-1990-an tanpa berpikir dampaknya, promosi tidak bagus, hanya menanti saja, ini yang harus diperbaiki bersama,” jelas dia.
Menurutnya saat ini seluruh komponen harus berpegangan tangan bersatu mewujudkan peningkatan kualitas pariwisata di Buleleng dengan membuat paket tour dan berbenah dengan kajian lingkungan, pariwisata termasuk menggandeng akademisi.
“Ya tidak seperti makan cabai lo kita merasakan pedas. Bisa 5-10 tahun lagi, kalau tidak berbenah dan berpikir dari sekarang kapan lagi,” kata dia. Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna, tak menampik jika length of stay wisatawan di hotel memang menurun. Tetapi hal itu tak dapat menyimpulkan kunjungan wisata di Buleleng dan lama tinggalnya menurun.
Sebab saat ini dengan pengembangan pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat, ada 106 homestay yang dikembangkan di sejumlah daerah di Buleleng juga sedang berkembang dan diminati wisatawan. Sutrisna juga menyebut tren wisatawan saat ini juga mengalami pergeseran dari segi hunian. Sebagian memang memilih pindah dari hotel ke homestay dengan alasan dapat menikmati pariwisata budaya dan kehidupan langsung masyrakat Bali.
“Kalau di ranah hotel memang benar ada penurunan, tetapi itu tidak dapat menyimpulkan length of stay menurun karena saat ini banyak wisatawan kadang maunya praktis dan simpel, bergeser menggunakan jasa homestay. Itu baru dapat ditentukan setelah ada data pembayaran pajaknya di BKD,” jelas dia.
Sedangkan dari segi jumlah kunjungan Sutrisna juga mengklaim megalami peningkatan drastis yang dibuktikan dengan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disumbangkan sepuluh destinasi di Buleleng per Oktober lalu sebesar Rp 4,5 miliar. *k23
Komentar