TKW Tabanan di Turki, Meninggal di Singapura
Jenazah IGA Nyoman Puspitawati langsung diupacarai makinsang ring gni pada Buda Pon Watugunung, Rabu (4/12), setibanya dari Singapura.
TABANAN, NusaBali
Tenaga kerja wanita (TKW) I Gusti Ayu Nyoman Puspitawati, 46, asal Banjar Tinungan, Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang bekerja sebagai terapis spa di Turki, meninggal di salah satu rumah sakit Singapura karena maag kronis pada Senin (2/12).
Kabar meninggalnya Nyoman Puspitawati sempat beredar di media sosial. Bahkan di medsos disebutkan, pemulangan jenazah Nyoman Puspitawati dari Singapura terganjal biaya pengobatan yang sangat besar (di medsos disebutkan sebesar Rp 500 juta, Red). Kabar itu sempat membuat keluarga di Tabanan khawatir.
Namun kabar tersebut ternyata hoax. Karena pada Rabu (4/12) siang sekitar pukul 13.00 Wita, jenazah Nyoman Puspitawati telah tiba di rumah duka di Banjar Tinungan, Desa Apuan, Kecamatan Baturiti. Pemulangan jenazah sepenuhnya difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura atas koordinasi dengan Pemprov Bali.
Kedatangan jenazah di rumah duka disambut isak tangis keluarga, terutama dua orang anak Nyoman Puspitawati. Diketahui Nyoman Puspitawati menjadi TKW di Turki sudah berangkat hingga tiga kali. Karena sakit maag kronis, dia memutuskan pulang ke Bali. Namun saat transit di Singapura, dia jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tabanan Nyoman Santika, mengatakan jenazah Nyoman Puspitawati sudah tiba dirumah duka sekitar pukul 13.00 Wita. Jenazah dijemput di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, di Tuban, Kecamatan Kuta, Badung bersama dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Provinsi Bali, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura dan Kadisnakertrans Kabupaten Tabanan. “Kira-kira pukul 13.00 Wita tiba di rumah duka,” ujarnya.
Menurut Santika, informasi dari KBRI seluruh biaya baik soal pemulangan jenazah dan biaya lain-lain telah diurus oleh KBRI Singapura atas koordinasi dengan Pemprov Bali.
“Semua sudah diurus, tidak ada bayar apa-apa dia (keluarga). Semuanya sudah diurus, mulai kepulangan jenazah hingga biaya lain-lain. Bagus dan bertanggung jawab sekali dia (KBRI), karena saya ikuti mulai jemput sama-sama sampai ke rumah duka,” tutur Santika.
Santika menyebut, berdasarkan informasi dari keluarganya bahwa Nyoman Puspitawati ini sudah tiga kali berangkat ke Turki sebagai terapis spa. Keberangkatan yang ketiga ini baru berjalan setahun. “Kata keluarga, meninggal karena sakit maag. Untuk detail saya tidak enak nanya, karena sedang berduka. Sempat ngobrol sama anaknya, tetapi tidak banyak,” imbuhnya.
Mengenai keberangkatan Nyoman Puspitawati menjadi TKW, pengurusan surat-surat tidak dilakukan di Tabanan. Sebab dari data Disnaker Provinsi Bali, Nyoman Puspitawati lebih sering tinggal di Kabupaten Gianyar. “Surat-suratnya (untuk berangkat kerja di luar negeri, Red) tidak diurus di Tabanan. Saya mendampingi karena kepedulian, sebab yang meninggal adalah warga Tabanan, makanya kami ikut mendampingi,” ucapnya.
Mengenai upacara untuk jenazah Nyoman Puspitawati, diselenggarakan langsung pada Buda Pon Watugunung, Rabu (4/12), dengan dibakar makinsang ring gni. “Upacara langsung hari ini (kemarin), kebetulan ada orang meninggal di desa tersebut,” tambah Santika. *des
Kabar meninggalnya Nyoman Puspitawati sempat beredar di media sosial. Bahkan di medsos disebutkan, pemulangan jenazah Nyoman Puspitawati dari Singapura terganjal biaya pengobatan yang sangat besar (di medsos disebutkan sebesar Rp 500 juta, Red). Kabar itu sempat membuat keluarga di Tabanan khawatir.
Namun kabar tersebut ternyata hoax. Karena pada Rabu (4/12) siang sekitar pukul 13.00 Wita, jenazah Nyoman Puspitawati telah tiba di rumah duka di Banjar Tinungan, Desa Apuan, Kecamatan Baturiti. Pemulangan jenazah sepenuhnya difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura atas koordinasi dengan Pemprov Bali.
Kedatangan jenazah di rumah duka disambut isak tangis keluarga, terutama dua orang anak Nyoman Puspitawati. Diketahui Nyoman Puspitawati menjadi TKW di Turki sudah berangkat hingga tiga kali. Karena sakit maag kronis, dia memutuskan pulang ke Bali. Namun saat transit di Singapura, dia jatuh sakit hingga meninggal dunia.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tabanan Nyoman Santika, mengatakan jenazah Nyoman Puspitawati sudah tiba dirumah duka sekitar pukul 13.00 Wita. Jenazah dijemput di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, di Tuban, Kecamatan Kuta, Badung bersama dengan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisnakertrans) Provinsi Bali, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura dan Kadisnakertrans Kabupaten Tabanan. “Kira-kira pukul 13.00 Wita tiba di rumah duka,” ujarnya.
Menurut Santika, informasi dari KBRI seluruh biaya baik soal pemulangan jenazah dan biaya lain-lain telah diurus oleh KBRI Singapura atas koordinasi dengan Pemprov Bali.
“Semua sudah diurus, tidak ada bayar apa-apa dia (keluarga). Semuanya sudah diurus, mulai kepulangan jenazah hingga biaya lain-lain. Bagus dan bertanggung jawab sekali dia (KBRI), karena saya ikuti mulai jemput sama-sama sampai ke rumah duka,” tutur Santika.
Santika menyebut, berdasarkan informasi dari keluarganya bahwa Nyoman Puspitawati ini sudah tiga kali berangkat ke Turki sebagai terapis spa. Keberangkatan yang ketiga ini baru berjalan setahun. “Kata keluarga, meninggal karena sakit maag. Untuk detail saya tidak enak nanya, karena sedang berduka. Sempat ngobrol sama anaknya, tetapi tidak banyak,” imbuhnya.
Mengenai keberangkatan Nyoman Puspitawati menjadi TKW, pengurusan surat-surat tidak dilakukan di Tabanan. Sebab dari data Disnaker Provinsi Bali, Nyoman Puspitawati lebih sering tinggal di Kabupaten Gianyar. “Surat-suratnya (untuk berangkat kerja di luar negeri, Red) tidak diurus di Tabanan. Saya mendampingi karena kepedulian, sebab yang meninggal adalah warga Tabanan, makanya kami ikut mendampingi,” ucapnya.
Mengenai upacara untuk jenazah Nyoman Puspitawati, diselenggarakan langsung pada Buda Pon Watugunung, Rabu (4/12), dengan dibakar makinsang ring gni. “Upacara langsung hari ini (kemarin), kebetulan ada orang meninggal di desa tersebut,” tambah Santika. *des
Komentar