Bali Disarankan Gugat UU 33/2004
Setor Devisa Rp 130 Triliun dari Pariwisata, tapi Tidak Dapat Apa
Anggota DPD RI Dapil Bali sarankan DPRD Bali ajukan judicial review terhadap Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
DENPASAR, NusaBali
Masalahnya, UU 33/2004 tersebut tidak memberikan keadilan kepada daerah yang tidak menghasilkan sumber daya alam (SDA), sehingga Bali yang setor devisa Rp 130 triliun ke pusat dari sektor pariwisata, tidak kebagian apa-apa.
Usulan untuk judicial review UU 33/2004 tersebut disampaikan anggota DPR RI Dapil Bali, Made Mangku Pastika, saat pertemuan Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI dengan Pimpinan DPRD Bali, Jumat (6/2) siang. BULD DPD RI kemarin melakukan kunjungan kerja ke Bali dalam rangka mengawal berbagai masalah penyusunan perundang-undangan dan peraturan daerah (Perda).
Selain Made Mangku Pastika, pertemuan yang digelar di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin, juga dhadiri sejumlah anggota BULD DPD RI lainnya. Mereka, antara lain, Dewa Putu Ardika Seputra (Dapil Sulawesi Utara), Philips Wamafma (dari Dapil Papua Barat), Ajiep Padindang (Dapil Sulawesi Selatan), Abdul Kholik (Dapil Jawa Tengah), Sukiryanto (Dapil Kalimantan Barat), Muhamad Syukur (Dapil Jambi), dan Amal Syarifudin (Dapil Jawa Barat).
Rombongan BULD DPD RI diterima Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (dari Fraksi PDIP) didampingi Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar). Sedangkan anggota DPRD Bali yang hadir adalah Ketua Fraksi PDIP Dewa Made Mahayadnya, Ketua Fraksi Golkar Ida Gede Komang Kresna Budi, Ketua Fraksi Demokrat Komang Nova Sewi Putra, serta Jro Mangku Ray Yusha me-wakili Fraksi Gerindra, I Made Suparta (dari Fraksi PDIP) mewakili Ko-misi I, hingga Ketua Komisi II I Gusti Putu Budiarta (dari Fraksi PDIP), hingga Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) I Ketut Tama Tenaya (dari Fraksi PDIP).
Mangku Pastika menyebutkan, UU 33/2004 dalam batang tubuhnya menyebutkan ‘dana perimbangan adalah yang bersumber dari sumber daya alam dan lainnya’. Nah, pariwisata tidak dikategorikan sebagai sumber daya. Padahal, pariwisata harusnya masuk dalam sumber daya lainnya.
"Dalam batang tubuh UU 33 Tahun 2004, pariwisata tidak dimasukkan sebagai sumber daya. Ini tidak fair. Ini harus digugat ke MK," ujar Pastka sempat dua periode menjabat Gubernur Bali (2008-2013, 2013-2018).
Menurut Pastika, selama 10 tahun menjabat sebagai Gubernur Bali, dirinya sudah berupaya berjuang untuk mendapatkan dana perimbangan dari pusat. Pasalnya, Bali menyetorkan devisa dari pariwisata ke pusat Rp 130 triliun dalam setahun. Namun, perjuangan itu belum berhasil. "Nanti yang mengugat ke MK sebaiknya DPRD Bali," tegas Senator asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang juga menjabat President World Hindu Parissadh ini.
Selain UU 33/2004, kata Pastika, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah juga tidak adil bagi Bali. Sebab, yang boleh memungut pajak hotel dan restoran (PHR) adalah daerah kabupaten/kota, bukan provinsi.
"Padahal, kalau di Bali ada wisatawan kena bencana alam atau wabah, yang mengurus itu semuanya provinsi. Saya sudah bicarakan masalah ini dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), kebetulan saya punya jalur dengan Mendagri Tito Karnavian,” beber mantan Kapolda Bali dan Kalakhar BNN berpanhkat Komisaris Jenderal Polisi (Purn) ini.
“Sekarang tinggal dukungan dari Bali saja. Jadi, kita manfaatkan jalur ini. Kalau dulu Pak Gubernur Koster ‘satu jalur’, saya sekarang sejalur dengan Mendagri," lanjut Pastika disambut tepuk tangan hadirin.
Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya, mendukung usulan Pastika untuk judicial review UU 33/2004. "Kalau sudah begitu situasinya, kami di DPRD Bali mendukung langkah gugatan itu. Nanti secara lembaga bersama-sama kita melakukan gugatan, untuk meraih keadilan bagi Bali. Masa setor Rp 130 triliun, tapi nggak dapat apa-apa?" tandas politisi senior PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, juga memberikan dukungan atas ide untuk menggugat UU 33/2004 ke MK ini. Menurut Sugawa Korry, dirinya sejak lama sudah menyuarakan revisi UU 33/2004. Namun, ada kendala di pusat.
Sugawa Korry menyebutkan UU 33/2004 memang tidak adil bagi Bali dan daerah lainnya yang tidak punya sumber daya alam. Padahal, berdasarkan UUD 1945, dalam Pasal 18 a ayat 2 disebutkan bahwa ‘pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya diatur dengan adil dan selaras’.
“Dana bagi hasil sumber daya alam jelas disebutkan dalam UUD 1945. Tetapi, dalam UU 33/2004, pasal-pasalnya justru hanya mengatur sumber daya alam. Sedangkan sumber daya lainnya tidak diatur. Misalnya, sektor jasa seperti pariwisata," tegas Sugawa Korry.
Sugawa Korry pun mendukung penuh agar UU 33/2004 ini direvisi. "Saya sudah bolak balik ke pusat, tapi birokrasi menjelimet. Jadi, saya setuju ajukan gugatan ke MK, karena UU 33/2004 jelas bertentangan dengan UUD 1945. Sangat tidak konsisten. Seharusnya, dasar hukum UUD 1945 dulu dipakai acuan,” tegas Sugawa Korry.
“Pariwisata di daerah lain akan sulit berkembang kalau tidak didukung oleh UU yang adil. Pariwisata juga adalah jasa yang bisa diekspor," lanjut politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga menjabat Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sementara, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama berharap kehadiran BULD DPD RI juga bisa meneruskan aspirasi Bali di Senayan. "Kami sekarang juga sedang berjuang untuk meloloskan RUU Provinsi Bali. Kami harap itu juga dikawal," pinta politisi sejnior yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Terkait upaya judicial review UU 33 Tahun 2004, Adi Wiryatama juga siap secara kelembagaan memgawal ketika nanti ada keputusan untuk melakukan gugatan ke MK. "Karena memang benar apa yang disampaikan Pak Mangku Pastika, selama ini Bali sebagai daerah pariwisata menghasilkan devisa cukup besar. Bali adalah jendela Indonesia. Tetapi, hanya jadi jendela, angin segar keluar masuk saja," beber politisi asal Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang notabene mantan Bupati Tabanan dua periode (2000-2005, 2005-2010) ini. *nat
Usulan untuk judicial review UU 33/2004 tersebut disampaikan anggota DPR RI Dapil Bali, Made Mangku Pastika, saat pertemuan Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI dengan Pimpinan DPRD Bali, Jumat (6/2) siang. BULD DPD RI kemarin melakukan kunjungan kerja ke Bali dalam rangka mengawal berbagai masalah penyusunan perundang-undangan dan peraturan daerah (Perda).
Selain Made Mangku Pastika, pertemuan yang digelar di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Jumat kemarin, juga dhadiri sejumlah anggota BULD DPD RI lainnya. Mereka, antara lain, Dewa Putu Ardika Seputra (Dapil Sulawesi Utara), Philips Wamafma (dari Dapil Papua Barat), Ajiep Padindang (Dapil Sulawesi Selatan), Abdul Kholik (Dapil Jawa Tengah), Sukiryanto (Dapil Kalimantan Barat), Muhamad Syukur (Dapil Jambi), dan Amal Syarifudin (Dapil Jawa Barat).
Rombongan BULD DPD RI diterima Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (dari Fraksi PDIP) didampingi Wakil Ketua DPRD Bali I Nyoman Sugawa Korry (dari Fraksi Golkar). Sedangkan anggota DPRD Bali yang hadir adalah Ketua Fraksi PDIP Dewa Made Mahayadnya, Ketua Fraksi Golkar Ida Gede Komang Kresna Budi, Ketua Fraksi Demokrat Komang Nova Sewi Putra, serta Jro Mangku Ray Yusha me-wakili Fraksi Gerindra, I Made Suparta (dari Fraksi PDIP) mewakili Ko-misi I, hingga Ketua Komisi II I Gusti Putu Budiarta (dari Fraksi PDIP), hingga Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) I Ketut Tama Tenaya (dari Fraksi PDIP).
Mangku Pastika menyebutkan, UU 33/2004 dalam batang tubuhnya menyebutkan ‘dana perimbangan adalah yang bersumber dari sumber daya alam dan lainnya’. Nah, pariwisata tidak dikategorikan sebagai sumber daya. Padahal, pariwisata harusnya masuk dalam sumber daya lainnya.
"Dalam batang tubuh UU 33 Tahun 2004, pariwisata tidak dimasukkan sebagai sumber daya. Ini tidak fair. Ini harus digugat ke MK," ujar Pastka sempat dua periode menjabat Gubernur Bali (2008-2013, 2013-2018).
Menurut Pastika, selama 10 tahun menjabat sebagai Gubernur Bali, dirinya sudah berupaya berjuang untuk mendapatkan dana perimbangan dari pusat. Pasalnya, Bali menyetorkan devisa dari pariwisata ke pusat Rp 130 triliun dalam setahun. Namun, perjuangan itu belum berhasil. "Nanti yang mengugat ke MK sebaiknya DPRD Bali," tegas Senator asal Desa Sanggalangit, Kecamatan Gerokgak, Buleleng yang juga menjabat President World Hindu Parissadh ini.
Selain UU 33/2004, kata Pastika, UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah juga tidak adil bagi Bali. Sebab, yang boleh memungut pajak hotel dan restoran (PHR) adalah daerah kabupaten/kota, bukan provinsi.
"Padahal, kalau di Bali ada wisatawan kena bencana alam atau wabah, yang mengurus itu semuanya provinsi. Saya sudah bicarakan masalah ini dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), kebetulan saya punya jalur dengan Mendagri Tito Karnavian,” beber mantan Kapolda Bali dan Kalakhar BNN berpanhkat Komisaris Jenderal Polisi (Purn) ini.
“Sekarang tinggal dukungan dari Bali saja. Jadi, kita manfaatkan jalur ini. Kalau dulu Pak Gubernur Koster ‘satu jalur’, saya sekarang sejalur dengan Mendagri," lanjut Pastika disambut tepuk tangan hadirin.
Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya, mendukung usulan Pastika untuk judicial review UU 33/2004. "Kalau sudah begitu situasinya, kami di DPRD Bali mendukung langkah gugatan itu. Nanti secara lembaga bersama-sama kita melakukan gugatan, untuk meraih keadilan bagi Bali. Masa setor Rp 130 triliun, tapi nggak dapat apa-apa?" tandas politisi senior PDIP asal Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, juga memberikan dukungan atas ide untuk menggugat UU 33/2004 ke MK ini. Menurut Sugawa Korry, dirinya sejak lama sudah menyuarakan revisi UU 33/2004. Namun, ada kendala di pusat.
Sugawa Korry menyebutkan UU 33/2004 memang tidak adil bagi Bali dan daerah lainnya yang tidak punya sumber daya alam. Padahal, berdasarkan UUD 1945, dalam Pasal 18 a ayat 2 disebutkan bahwa ‘pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya diatur dengan adil dan selaras’.
“Dana bagi hasil sumber daya alam jelas disebutkan dalam UUD 1945. Tetapi, dalam UU 33/2004, pasal-pasalnya justru hanya mengatur sumber daya alam. Sedangkan sumber daya lainnya tidak diatur. Misalnya, sektor jasa seperti pariwisata," tegas Sugawa Korry.
Sugawa Korry pun mendukung penuh agar UU 33/2004 ini direvisi. "Saya sudah bolak balik ke pusat, tapi birokrasi menjelimet. Jadi, saya setuju ajukan gugatan ke MK, karena UU 33/2004 jelas bertentangan dengan UUD 1945. Sangat tidak konsisten. Seharusnya, dasar hukum UUD 1945 dulu dipakai acuan,” tegas Sugawa Korry.
“Pariwisata di daerah lain akan sulit berkembang kalau tidak didukung oleh UU yang adil. Pariwisata juga adalah jasa yang bisa diekspor," lanjut politisi senior asal Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng yang juga menjabat Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sementara, Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama berharap kehadiran BULD DPD RI juga bisa meneruskan aspirasi Bali di Senayan. "Kami sekarang juga sedang berjuang untuk meloloskan RUU Provinsi Bali. Kami harap itu juga dikawal," pinta politisi sejnior yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali ini.
Terkait upaya judicial review UU 33 Tahun 2004, Adi Wiryatama juga siap secara kelembagaan memgawal ketika nanti ada keputusan untuk melakukan gugatan ke MK. "Karena memang benar apa yang disampaikan Pak Mangku Pastika, selama ini Bali sebagai daerah pariwisata menghasilkan devisa cukup besar. Bali adalah jendela Indonesia. Tetapi, hanya jadi jendela, angin segar keluar masuk saja," beber politisi asal Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang notabene mantan Bupati Tabanan dua periode (2000-2005, 2005-2010) ini. *nat
Komentar