Tangani Pasien Telantar, Piutang RSUP Sanglah Capai Rp 207 Juta
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar sebagai rumah sakit terbesar di Bali termasuk rumah sakit rujukan seringkali menerima pasien tanpa identitas maupun tanpa penanggungjawab (keluarga).
DENPASAR, NusaBali
Sepanjang tahun 2019 (hingga bulan November 2019), tercatat RSUP Sanglah menangani sebanyak 49 pasien telantar. Akibat tidak ada penanggung jawab, RSUP Sanglah pun memiliki piutang hingga mencapai Rp 207.400.700,-
“Telantar berarti tidak ada penanggung jawab (keluarga) dan identitas tidak ada. Sebagian besar dari luar Bali, dan ada juga WNA tapi identitasnya gak lengkap, negaranya juga tidak tahu. Kebanyakan kasusnya karena kecelakaan,” ujar Kasubbag Humas RSUP Sanglah, Dewa Ketut Kresna, Senin (9/12).
Menurut Dewa Kresna, pasien telantar diberikan penanganan sebagaimana pasien pada umumnya, tanpa membeda-bedakan. Biasanya pasien telantar akan mendapatkan penanganan rata-rata selama enam hari. Kecuali pasien kejiwaan membutuhkan waktu lebih lama. Sementara pembiayaannya pun menjadi piutang, mengingat pasien telantar kebanyakan datang tanpa keluarga, tanpa biaya, apalagi jaminan kesehatan. Pemulangan pasien telantar dibantu oleh Dinas Sosial Provinsi. “Sampai saat ini masih menjadi piutang pada pasien, jadi ditagih ke pasien. Kalau dalam jangka waktu tiga tahun belum terbayar karena keluarga pasien tak ditemukan, akan menjadi utang negara. Nanti negara yang bakalan mengelola (menagih) piutang tersebut melalui Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kemenkeu,” jelasnya.
Untuk menangani pasien telantar, sebenarnya Humas RSUP Sanglah sudah berupaya membuat program ‘Bali Community Networking’, yakni menjalin dan menggandeng yayasan, LSM, maupun komunitas perantauan dalam penanganan pasien maupun jenazah telantar. Sejauh ini, kata Dewa Kresna, sudah ada beberapa yayasan dan LSM yang digandeng oleh RSUP Sanglah dalam community networking, diantaranya Yayasan Rumah Singgah Peduli, Flobamora, Banyumasan, Ikawangi dan BSMI. Ada pula yayasan lainnya seperti Paku Besi (Sidoarjo), Gustar (Sedulur Blitar), ada juga pecinta Liverpool, dan perorangan. Keberadaan yayasan dan LSM ini memiliki peran penting bagi para pasien dari luar Bali maupun dari luar wilayah kota/kabupaten yang memang membutuhkan tempat tinggal sementara tanpa dipungut biaya selama menjalani pengobatan.
Program ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka pasien maupun jenazah telantar di RSUP Sanglah. Pasien telantar sangat berdampak terhadap tagihan biaya perawatan dan pemulangan. Inovasi ini mulai dilakukan sejak awal tahun 2018. Sebelum adanya inovasi ini, banyak kendala yang dihadapi selama menangani pasien terlantar. Salah satunya pengurusan berkas pasien telantar ke Dinas Sosial pun kerap menemui kendala. Apalagi penanganannya berlarut-larut dan memakan waktu yang sangat lama. Bahkan belum tentu membuahkan hasil. Sementara rumah sakit tidak boleh menolak pasien dan harus memberikan pelayanan kesehatan. “Dengan community networking dengan yayasan maupun LSM, mereka sangat membantu dalam mempercepat pemulangan pasien. Mereka juga beberapa ada yang menggalang dana untuk membantu biaya pengobatan pasien terlantar tersebut. Mereka memberikan perawatan kepada pasien yang tidak mandiri. Kalau dari Dinas Sosial kan pasiennya harus mandiri,” tandasnya, sembari mengatakan inovasi ini pun dibawa ke ajang Persi Award 2018 dan langsung mendapatkan posisi ketiga dari lima besar.*ind
“Telantar berarti tidak ada penanggung jawab (keluarga) dan identitas tidak ada. Sebagian besar dari luar Bali, dan ada juga WNA tapi identitasnya gak lengkap, negaranya juga tidak tahu. Kebanyakan kasusnya karena kecelakaan,” ujar Kasubbag Humas RSUP Sanglah, Dewa Ketut Kresna, Senin (9/12).
Menurut Dewa Kresna, pasien telantar diberikan penanganan sebagaimana pasien pada umumnya, tanpa membeda-bedakan. Biasanya pasien telantar akan mendapatkan penanganan rata-rata selama enam hari. Kecuali pasien kejiwaan membutuhkan waktu lebih lama. Sementara pembiayaannya pun menjadi piutang, mengingat pasien telantar kebanyakan datang tanpa keluarga, tanpa biaya, apalagi jaminan kesehatan. Pemulangan pasien telantar dibantu oleh Dinas Sosial Provinsi. “Sampai saat ini masih menjadi piutang pada pasien, jadi ditagih ke pasien. Kalau dalam jangka waktu tiga tahun belum terbayar karena keluarga pasien tak ditemukan, akan menjadi utang negara. Nanti negara yang bakalan mengelola (menagih) piutang tersebut melalui Direktorat Jendral Kekayaan Negara Kemenkeu,” jelasnya.
Untuk menangani pasien telantar, sebenarnya Humas RSUP Sanglah sudah berupaya membuat program ‘Bali Community Networking’, yakni menjalin dan menggandeng yayasan, LSM, maupun komunitas perantauan dalam penanganan pasien maupun jenazah telantar. Sejauh ini, kata Dewa Kresna, sudah ada beberapa yayasan dan LSM yang digandeng oleh RSUP Sanglah dalam community networking, diantaranya Yayasan Rumah Singgah Peduli, Flobamora, Banyumasan, Ikawangi dan BSMI. Ada pula yayasan lainnya seperti Paku Besi (Sidoarjo), Gustar (Sedulur Blitar), ada juga pecinta Liverpool, dan perorangan. Keberadaan yayasan dan LSM ini memiliki peran penting bagi para pasien dari luar Bali maupun dari luar wilayah kota/kabupaten yang memang membutuhkan tempat tinggal sementara tanpa dipungut biaya selama menjalani pengobatan.
Program ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka pasien maupun jenazah telantar di RSUP Sanglah. Pasien telantar sangat berdampak terhadap tagihan biaya perawatan dan pemulangan. Inovasi ini mulai dilakukan sejak awal tahun 2018. Sebelum adanya inovasi ini, banyak kendala yang dihadapi selama menangani pasien terlantar. Salah satunya pengurusan berkas pasien telantar ke Dinas Sosial pun kerap menemui kendala. Apalagi penanganannya berlarut-larut dan memakan waktu yang sangat lama. Bahkan belum tentu membuahkan hasil. Sementara rumah sakit tidak boleh menolak pasien dan harus memberikan pelayanan kesehatan. “Dengan community networking dengan yayasan maupun LSM, mereka sangat membantu dalam mempercepat pemulangan pasien. Mereka juga beberapa ada yang menggalang dana untuk membantu biaya pengobatan pasien terlantar tersebut. Mereka memberikan perawatan kepada pasien yang tidak mandiri. Kalau dari Dinas Sosial kan pasiennya harus mandiri,” tandasnya, sembari mengatakan inovasi ini pun dibawa ke ajang Persi Award 2018 dan langsung mendapatkan posisi ketiga dari lima besar.*ind
1
Komentar