Tradisi Matekap Masih Lestari di Jatiluwih
Petani di wewidangan (wilayah) Subak Jatiluwih, Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan mulai turun ke sawah.
TABANAN, NusaBali
Aktifitas yang tengah digeluti petani yakni membajak sawah, baik secara tradisional mapun modern. Tradisi matekap, yakni membajak sawah secara tradisional menggunakan lampit dan kerbau menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Salah seorang petani setempat, Pan Eka, 45, mengaku selalu membajak sawah dengan tenaga kerbau. Baginya, matekap atau membajak sawah menggunakan kerbau lebih irit dan bisa atur waktu. Di samping, matekap menjadi daya tarik wisata. Petani asal Banjar Jatiluwih Kawan, Desa Jatiluwih, Penebel ini banyak toris ikut turun ke sawah saat melihat petani bajak sawah secara tradisional. “Saya banyak dihampiri wisatawan dan mereka mengabadikan kenangan dengan kamera foto,” ungkap Pan Eka, Jumat (29/7).
Petani yang garap lahan seluas 80 are ini mengaku selalu mengolah tanah sawahnya secara tradisional. Mulai dari membajak, tanam padi, hingga panen dilakukan secara tradisional. Dikatakan, turis yang berkunjung ke Jatiluwih lebih tertarik mengabadikan kenangan saat melihat aktifitas pertanian secara tradisional. Turis yang turun ke sawah antusias menanyakan kepada pemandu tentang lakon petani yang dijumpainya. Dikatakan, musim tanam nanti akan dimulai pada bulan Agustus.
Manajer Operasional DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirtayasa, wisatawan yang berkunjung ke Jatiluwih selalu bisa menikmati pemandangan yang berbeda. Selain terasering yang menawan, juga bisa melihat aktifitas matekap saat petani mulai turun ke sawah. Atau saat musim tanam bisa lihat petani nandur serta menyaksikan petani panen dengan ani-ani. Tak kalah seru saat musim panen bisa melihat petani perempuan bawa sijih (helai padi yang diikat) dari sawah menuju rumahnya masing-masing. “Jadi wisatawan yang datang ke Jatiluwih tidak pernah bosan karena selalu ada aktifitas berbeda setiap musimnya,” ungkap Sutirtayasa.
Sutirtayasa menambahkan, tradisi matekap di Jatiluwih masih lestari kendati sudah ada traktor. Menurutnya, matekap jauh lebih praktis dari segi waktu dan biaya. Jika matekap menggunakan kerbau, waktunya bisa disesuaikan. Sementara jika sewa traktor, harus cepat-cepatan karena banyak petani menunggu. Di samping itu perlu ongkos untuk upah operator traktor. “Sebagian besar petani di Jatiluwih masih menggunakn kerbau untuk membajak sawah,” jelasnya. * cr61
Aktifitas yang tengah digeluti petani yakni membajak sawah, baik secara tradisional mapun modern. Tradisi matekap, yakni membajak sawah secara tradisional menggunakan lampit dan kerbau menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Salah seorang petani setempat, Pan Eka, 45, mengaku selalu membajak sawah dengan tenaga kerbau. Baginya, matekap atau membajak sawah menggunakan kerbau lebih irit dan bisa atur waktu. Di samping, matekap menjadi daya tarik wisata. Petani asal Banjar Jatiluwih Kawan, Desa Jatiluwih, Penebel ini banyak toris ikut turun ke sawah saat melihat petani bajak sawah secara tradisional. “Saya banyak dihampiri wisatawan dan mereka mengabadikan kenangan dengan kamera foto,” ungkap Pan Eka, Jumat (29/7).
Petani yang garap lahan seluas 80 are ini mengaku selalu mengolah tanah sawahnya secara tradisional. Mulai dari membajak, tanam padi, hingga panen dilakukan secara tradisional. Dikatakan, turis yang berkunjung ke Jatiluwih lebih tertarik mengabadikan kenangan saat melihat aktifitas pertanian secara tradisional. Turis yang turun ke sawah antusias menanyakan kepada pemandu tentang lakon petani yang dijumpainya. Dikatakan, musim tanam nanti akan dimulai pada bulan Agustus.
Manajer Operasional DTW Jatiluwih, I Nengah Sutirtayasa, wisatawan yang berkunjung ke Jatiluwih selalu bisa menikmati pemandangan yang berbeda. Selain terasering yang menawan, juga bisa melihat aktifitas matekap saat petani mulai turun ke sawah. Atau saat musim tanam bisa lihat petani nandur serta menyaksikan petani panen dengan ani-ani. Tak kalah seru saat musim panen bisa melihat petani perempuan bawa sijih (helai padi yang diikat) dari sawah menuju rumahnya masing-masing. “Jadi wisatawan yang datang ke Jatiluwih tidak pernah bosan karena selalu ada aktifitas berbeda setiap musimnya,” ungkap Sutirtayasa.
Sutirtayasa menambahkan, tradisi matekap di Jatiluwih masih lestari kendati sudah ada traktor. Menurutnya, matekap jauh lebih praktis dari segi waktu dan biaya. Jika matekap menggunakan kerbau, waktunya bisa disesuaikan. Sementara jika sewa traktor, harus cepat-cepatan karena banyak petani menunggu. Di samping itu perlu ongkos untuk upah operator traktor. “Sebagian besar petani di Jatiluwih masih menggunakn kerbau untuk membajak sawah,” jelasnya. * cr61
1
Komentar