KWI Akui Ada Kasus Pelecehan Seksual di Gereja Katolik
Sekretaris Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Paulus Christian Siswantoko mengakui ada pelecehan seksual yang dilakukan oleh para rohaniawan Gereja Katolik di Indonesia.
JAKARTA, NusaBali
Siswantoko mengakui bila kasus tersebut menjadi persoalan tersendiri di internal Gereja Katolik di Indonesia. Ia pun tak menampik bila ada segelintir kalangan rohaniawan yang belum memiliki kematangan pribadi meskipun sudah melewati berbagai tahapan dan tingkatan pendidikan agama Katolik.
"Kadangkala setelah melewati pendidikan sekian lama di seminari, seminari tinggi, mendapat pelajaran filsafat teologi, tapi tidak semua mempunyai kematangan pribadi, baik ketika setelah ditahbiskan maupun sebelumnya. Dan ini memang bagi kami menjadi suatu koreksi juga," kata Siswantoko di Jakarta, seperti dilansir cnnindonesia, Rabu (11/12).
Kendati demikian, Siswantoko belum memiliki data pasti tentang jumlah korban pelecehan seksual yang dilakukan para rohaniawan gereja Katolik di seluruh Indonesia.
Ia hanya mengatakan, data yang dimilikinya hanya berasal dari para informan yang mengaku pernah menjadi korban pelecehan maupun kekerasan seksual.
Kata Siswantoko, setidaknya sampai saat ini terdapat 21 korban dari kalangan seminaris dan frater, 20 orang suster, dan 15 korban lainnya dari kalangan awam.
"Untuk data valid dari seluruh Indonesia kan belum. Itu kan data yang diambil ketika ada orang yang berkonsultasi. Jadi itu kan belum dapat dikatakan menggambarkan seluruh permasalahan di Indonesia," kata dia.
KWI telah membentuk tim khusus yang diisi oleh para rohaniawan Katolik terpilih. Tim ini bertujuan untuk membantu para rohaniawan Katolik yang memiliki persoalan terkait masalah penyimpangan seksual atau persoalan lainnya selama ini.
"Tim ini diharapkan dimana orang [rohaniawan Katolik] bisa mengolah dirinya, bisa menerima diri dan bisa menyembuhkan dirinya," kata dia.
Tak hanya itu, tim ini turut menyusun buku khusus yang menjadi pedoman utama bagi para rohaniawan Katolik di seluruh Indonesia.
Buku itu berisikan pedoman untuk menyusun perlindungan hak-hak anak, dan orang dewasa rentan, protokol serta kurikulum pelayanan profesional dalam lingkungan gereja katolik.
"Ketika banyak para romo yang membaca buku ini mereka bisa menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang dipilih Tuhan agar lebih baik daripada yang lain," kata dia.
Siswantoko mengaku pihaknya menyambut baik persoalan tersebut dibuka ke publik. Sebab, persoalan ini akan menjadi momentum perbaikan bagi Gereja Katolik untuk lebih mempersiapkan para rohaniawan yang lebih baik di kemudian hari.
"Dari rekrutmen, karena sudah ada kejadian gitu ya harus di seleksi betul nanti. Kalau memang itu enggak bisa disembuhkan jangan diteruskan. Kadang masalahnya kan ada yang pura-pura sehat tapi punya masalah," kata dia.
"Kadangkala setelah melewati pendidikan sekian lama di seminari, seminari tinggi, mendapat pelajaran filsafat teologi, tapi tidak semua mempunyai kematangan pribadi, baik ketika setelah ditahbiskan maupun sebelumnya. Dan ini memang bagi kami menjadi suatu koreksi juga," kata Siswantoko di Jakarta, seperti dilansir cnnindonesia, Rabu (11/12).
Kendati demikian, Siswantoko belum memiliki data pasti tentang jumlah korban pelecehan seksual yang dilakukan para rohaniawan gereja Katolik di seluruh Indonesia.
Ia hanya mengatakan, data yang dimilikinya hanya berasal dari para informan yang mengaku pernah menjadi korban pelecehan maupun kekerasan seksual.
Kata Siswantoko, setidaknya sampai saat ini terdapat 21 korban dari kalangan seminaris dan frater, 20 orang suster, dan 15 korban lainnya dari kalangan awam.
"Untuk data valid dari seluruh Indonesia kan belum. Itu kan data yang diambil ketika ada orang yang berkonsultasi. Jadi itu kan belum dapat dikatakan menggambarkan seluruh permasalahan di Indonesia," kata dia.
KWI telah membentuk tim khusus yang diisi oleh para rohaniawan Katolik terpilih. Tim ini bertujuan untuk membantu para rohaniawan Katolik yang memiliki persoalan terkait masalah penyimpangan seksual atau persoalan lainnya selama ini.
"Tim ini diharapkan dimana orang [rohaniawan Katolik] bisa mengolah dirinya, bisa menerima diri dan bisa menyembuhkan dirinya," kata dia.
Tak hanya itu, tim ini turut menyusun buku khusus yang menjadi pedoman utama bagi para rohaniawan Katolik di seluruh Indonesia.
Buku itu berisikan pedoman untuk menyusun perlindungan hak-hak anak, dan orang dewasa rentan, protokol serta kurikulum pelayanan profesional dalam lingkungan gereja katolik.
"Ketika banyak para romo yang membaca buku ini mereka bisa menyadari bahwa mereka adalah orang-orang yang dipilih Tuhan agar lebih baik daripada yang lain," kata dia.
Siswantoko mengaku pihaknya menyambut baik persoalan tersebut dibuka ke publik. Sebab, persoalan ini akan menjadi momentum perbaikan bagi Gereja Katolik untuk lebih mempersiapkan para rohaniawan yang lebih baik di kemudian hari.
"Dari rekrutmen, karena sudah ada kejadian gitu ya harus di seleksi betul nanti. Kalau memang itu enggak bisa disembuhkan jangan diteruskan. Kadang masalahnya kan ada yang pura-pura sehat tapi punya masalah," kata dia.
1
Komentar