Dituntut 15 Tahun, Sudikerta Pucat
Kasus Dugaan Penipuan Jual Beli Tanah Senilai Rp 150 Miliar
Mantan Wakil Gubernur Ketut Sudikerta dinyatakan bersalah dalam kasus penipuan dan TPPU, namun tidak terbukti soal dugaan pemalsuan surat
DENPASAR, NusaBali
Mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018), I Ketut Sudikerta, 52, dituntut hukuman 15 tahun penjara terkait kasus dugaan penipuan jual beli tanah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar. Politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini dinyatakan terbukti bersalah melakukan penipuan dan TPPU bersama dua terdakwa lainnya, I Wayan Wakil, 58, dan Anak Agung Ngurah Agung, 68.
Tuntutan 15 tahun penjara terdakwa Ketut Sudikerta ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Ketut Sujaya cs, dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Kamis (12/12) sore. Sidang sore itu berlangsung singkat hanya 30 menit, sejak pukul 16.00 Wita hingga 16.30 Wita.
Dalam amar tuntutan JPU, terdakwa Sudikerta dinyatakan bersalah melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penipuan dan Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa Sudikerta merugikan orang lain, yaitu bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus, sebesar Rp 149 miliar lebih.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, terdakwa Sudikerta belum pernah dihukum, sopan di persidangan, dan mengakui bersalah. Selain itu, terdakwa Sudikerta juga pernah berjasa saat masih menjabat sebagai Wakil Bupati Badung (2005-2013) dan Wakil Gubernur Bali (2013-2018).
“Terdakwa pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Badung dan Wakil Gubernur Bali, sehingga ikut berperan dalam pembangunan di Kabupaten Badung dan Provinsi Bali,” ujar JPU Ketut Sujaya di hadapan majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi, dalam sidang di PN Denpasar kemarin sore.
Selain dituntut hukuman pidana 15 tahun penjara, terdakwa Sudikerta juga dikenakan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 5 miliar. “Menjatuhkan pidana denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan,” tegas JPU Ketut Sujaya.
Mendengar tuntutan hukuman berat dari JPU, wajah terdakwa Sudikerta langsung pucat. Melalui kuasa hukumnya, Nyoman Darmada, terdakwa Sudikerta meminta kepada majelis hakim memberikan waktu untuk melakukan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa dalam sidang berikutnya.
Sementara, saat ditemui seusai sidang kemarin sore, terdakwa Sudikerta masih nampak shock atas tuntutan jaksa. Mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini tidak mau diwawancara. “Langsung saja (wawancara) dengan pengacara saya,” elak Sudikerta sembari ngeloyor menuju ruang tahanan PN Denpasar, sebelum dibawa ke LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa Sudikerta yang diwakili Nyoman Dila, mengatakan tuntutan 15 tahun penjara yang dibacakan JPU terhadap kliennya terlalu berat. “Tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Nanti kami akan sampaikan dalam pembelaan,” tegas Nyoman Dila.
Nyoman Dila menyebutkan, dalam tuntutan, terdakwa Sudikerta hanya terbukti melakukan tindak pidana penipuan Pasal 378 dan TPPU. Sementara Pasal 263 tentang pemalsuan surat, tidak terbukti. “Perkara ini diawali dengan perjanjian. Ini kasus perdata. Dalam pledoi atau pembelaan, kami akan tetap fokus bahwa ini adalah perkara perdata,” tegas advokat yang notabene mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tabanan ini.
Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, Anak Agung Ngurah Agung, dituntut JPU dengan hukuman 8 tahun penjara. Selain terbukti bersama terdakwa terdakwa Sudikerta dan Wayan Wakil melakukan tindak pidana penipuan, terdakwa Ngurah Agung juga dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.
Dikonfirmasi NusaBali usai sidang kemarin sore, salah satu anggota Tim JPU, Martinus Suluh, mengatakan tuntutan 15 tahun untuk terdakwa Sudikerta adalah akumulasi dari tindak pidana yang terbukti dilakukan politisi Golkar tersebut, yakni tindak pidana penipuan dan TPPU. Ditanya soal beda tuntutan antara terdakwa Sudikerta dan Ngurah Agung, menurut Martinus Suluh, perbedaannya adalah pasal dalam TPPU. Untuk terdakwa Sudikerta, terbukti Pasal 3 dengan ancaman lebih tinggi. Sedangkan terdakwa Ngurah Agung terbukti Pasal 5.
“Ada perbedaan peran dalam TPPU. Terdakwa Sudikerta sebagai orang yang aktif, sementara terdakwa Ngurah Agung pasif, hanya menerima aliran dana dari Sudikerta,” ungkap Martinus Suluh.
Menurut Martinus, untuk terdakwa I Wayan Wakil yang masih sakit dan kini dirawat di Wing International RS Sanglah, Denpasar, belum dilakukan penuntutan. Sebab, yang bersangkutan masih akan menunggu penetapan majelis hakim.
Dalam sidang di PN Denpasar kemarin sore, ketua majelis hakim Esthar Oktavi mengatakan untuk perkara dengan terdakwa Wayan Wakil akan menunggu hingga putusan dua terdakwa lainnya, yaitu Sudikerta dan Ngirah Agung. “Setelah itu, baru akan kita putuskan kelanjutan sidangnya (Wayan Wakil, Red),” tegas hakim Esthar Oktavi. *rez
Tuntutan 15 tahun penjara terdakwa Ketut Sudikerta ini dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Ketut Sujaya cs, dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Kamis (12/12) sore. Sidang sore itu berlangsung singkat hanya 30 menit, sejak pukul 16.00 Wita hingga 16.30 Wita.
Dalam amar tuntutan JPU, terdakwa Sudikerta dinyatakan bersalah melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penipuan dan Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Pertimbangan yang memberatkan, perbuatan terdakwa Sudikerta merugikan orang lain, yaitu bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus, sebesar Rp 149 miliar lebih.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan, terdakwa Sudikerta belum pernah dihukum, sopan di persidangan, dan mengakui bersalah. Selain itu, terdakwa Sudikerta juga pernah berjasa saat masih menjabat sebagai Wakil Bupati Badung (2005-2013) dan Wakil Gubernur Bali (2013-2018).
“Terdakwa pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Badung dan Wakil Gubernur Bali, sehingga ikut berperan dalam pembangunan di Kabupaten Badung dan Provinsi Bali,” ujar JPU Ketut Sujaya di hadapan majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi, dalam sidang di PN Denpasar kemarin sore.
Selain dituntut hukuman pidana 15 tahun penjara, terdakwa Sudikerta juga dikenakan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp 5 miliar. “Menjatuhkan pidana denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan kurungan,” tegas JPU Ketut Sujaya.
Mendengar tuntutan hukuman berat dari JPU, wajah terdakwa Sudikerta langsung pucat. Melalui kuasa hukumnya, Nyoman Darmada, terdakwa Sudikerta meminta kepada majelis hakim memberikan waktu untuk melakukan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa dalam sidang berikutnya.
Sementara, saat ditemui seusai sidang kemarin sore, terdakwa Sudikerta masih nampak shock atas tuntutan jaksa. Mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini tidak mau diwawancara. “Langsung saja (wawancara) dengan pengacara saya,” elak Sudikerta sembari ngeloyor menuju ruang tahanan PN Denpasar, sebelum dibawa ke LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung.
Sedangkan kuasa hukum terdakwa Sudikerta yang diwakili Nyoman Dila, mengatakan tuntutan 15 tahun penjara yang dibacakan JPU terhadap kliennya terlalu berat. “Tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Nanti kami akan sampaikan dalam pembelaan,” tegas Nyoman Dila.
Nyoman Dila menyebutkan, dalam tuntutan, terdakwa Sudikerta hanya terbukti melakukan tindak pidana penipuan Pasal 378 dan TPPU. Sementara Pasal 263 tentang pemalsuan surat, tidak terbukti. “Perkara ini diawali dengan perjanjian. Ini kasus perdata. Dalam pledoi atau pembelaan, kami akan tetap fokus bahwa ini adalah perkara perdata,” tegas advokat yang notabene mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tabanan ini.
Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, Anak Agung Ngurah Agung, dituntut JPU dengan hukuman 8 tahun penjara. Selain terbukti bersama terdakwa terdakwa Sudikerta dan Wayan Wakil melakukan tindak pidana penipuan, terdakwa Ngurah Agung juga dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.
Dikonfirmasi NusaBali usai sidang kemarin sore, salah satu anggota Tim JPU, Martinus Suluh, mengatakan tuntutan 15 tahun untuk terdakwa Sudikerta adalah akumulasi dari tindak pidana yang terbukti dilakukan politisi Golkar tersebut, yakni tindak pidana penipuan dan TPPU. Ditanya soal beda tuntutan antara terdakwa Sudikerta dan Ngurah Agung, menurut Martinus Suluh, perbedaannya adalah pasal dalam TPPU. Untuk terdakwa Sudikerta, terbukti Pasal 3 dengan ancaman lebih tinggi. Sedangkan terdakwa Ngurah Agung terbukti Pasal 5.
“Ada perbedaan peran dalam TPPU. Terdakwa Sudikerta sebagai orang yang aktif, sementara terdakwa Ngurah Agung pasif, hanya menerima aliran dana dari Sudikerta,” ungkap Martinus Suluh.
Menurut Martinus, untuk terdakwa I Wayan Wakil yang masih sakit dan kini dirawat di Wing International RS Sanglah, Denpasar, belum dilakukan penuntutan. Sebab, yang bersangkutan masih akan menunggu penetapan majelis hakim.
Dalam sidang di PN Denpasar kemarin sore, ketua majelis hakim Esthar Oktavi mengatakan untuk perkara dengan terdakwa Wayan Wakil akan menunggu hingga putusan dua terdakwa lainnya, yaitu Sudikerta dan Ngirah Agung. “Setelah itu, baru akan kita putuskan kelanjutan sidangnya (Wayan Wakil, Red),” tegas hakim Esthar Oktavi. *rez
Komentar