Bali Sempat Rancang Menaikkan Kuota Jalur Prestasi Jadi 60 Persen
Sebelum Mendikbud Longgarkan Jalur Zonasi PPDB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Anwar Makarim, baru saja luncurkan empat perubahan kebijakan, termasuk penghapusan Ujian Nasional (UN) dan pelonggaran sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
DENPASAR, NusaBali
Sebelum adanya kebijakan Mendikbud Nadiem ini, Pemprov Bali sudah lebih dulu sempat rancang naikkan kuota jalur prestasi dari 15 persen menjadi 60 persen dalam PPDB. Rencana menaikkan kuota jalur prestasi ini diungkapkan Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Provinsi Bali, Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, saat ditemui NusaBali di ruang kerjanya, Niti Mandala Denpasar, Kamis (12/12). Menurut Ngurah Boy, usulan pelonggaran zonasi dengan menaikkan kuota jalur prestasi ini dirancang Pemprov Bali atas arahan Gubernur Wayan Koster, untuk menangani carut marut PPDB jalur zonasi tahun ajaran 2019/2020 lalu.
Bak gayung bersambut, Mendikbud Nadiem juga memikirkan hal yang sama, yakni menaikkan kuota jalur prestasi dalam PPDB. Sesuai perubahan kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud Nadiem, Rabu (12/12), prosentase kuota untuk siswa dalam zona sekolah diturunkan dari semula 80 persen menjadi 50 persen.
Alasannya, tidak semua daerah mampu menerapkan sistem zonasi secara kaku. Kecuali itu, siswa berprestasi juga perlu untuk diakomodasi supaya bisa masuk ke sekolah-sekolah favorit. Format kuota sistem zonasi sekolah versi Mendikbud Nadiem nantinya akan seperti berikut: 50 persen untuk jalur zonasi, 30 persen untuk jalur prestasi, 15 persen untuk jalur afirmasi, dan 5 persen untuk jalur perpindahan domisili orangtua.
“Sebelum turun putusan menteri ini, Pak Gubernur (Wayan Koster) memang sudah mengarahkan kami agar membuat sistem jalur zonasi dan prestasi bisa seimbang. Karena visinya ingin menciptakan SDM Bali yang unggul, kami di Dinas Pendidikan sudah naikkan kajian ke Sekda dan Gubernur, bahwa jalur zonasi akan kami modifikasi dan mengakomodir kuota jalur prestasi,” tandas Ngurah Boy.
“Ternyata, putusan dari Pak Menteri tidak berbeda jauh. Kami sempat ingin jalur zonasi 40 persen, jalur prestasi 60 persen. Tapi, nanti menyesuaikan lagi. Kami akan undang Kadis Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali,” lanjut Ngurah Boy.
Menurut Ngurah Boy, kebijakan PPDB tahun ajaran 2020/2021 mendatang akan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengakomodasi semua kepentingan. Misalnya, kuota untuk jalur prestasi, banyak orangtua siswa mengeluh karena tahun lalu kuotanya hanya 15 persen. Calon siswa juga merasa prestasi yang sudah diinvestasi selama ini menjadi sia-sia, karena kuota jalur prestasi minim, sementara persaingannya pun sangat ketat.
“PPDB tahun depan diberikan keleluasaan, karena yang paling mengetahui kondisi di daerah adalah pemerintah setempat. Tidak bisa disamakan kondisi geografis, sarana prasarana, dan sebagianya antara daerah satu dengan daerah yang lain. Zonasi jadi diturunkan jadi 50 persen, sedangkan jalur prestasi naik jadi 30 persen,” tegas Ngurah Boy.
Ngurah Boy menyebutkan, jika sepenuhnya menggunakan jalur zonasi dalam PPDB, bisa berdampak hilangnya motivasi atau gairah belajar para siswa sebagai ‘tabungaan’ untuk meraih sekolah yang diinginkan. “Sebab, muncul pikiran bahwa tanpa belajar pun, karena rumah sudah dekat dengan sekolah, pasti diterima masuk. Akhirnya, anak tidak ada motivasi untuk belajar. Anak jadi nggak mau belajar,” katanya.
Sementara, sesuai kebijakan perubahan Mendikbud Nadiem, UN terakhir akan dilaksanakan tahun 2020. Ujian yang diterapkan adalan ujian yang hanya diselenggarakan oleh sekolah berupa Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Ini yang dimaksudkan untuk ‘kemerdekaan’ mengajar yang tidak terbelenggu dengan kebijakan-kebijakan. Dengan demikian, guru dan sekolah mendapatkan wewenang penuh untuk merancang soal-soal ujian.
“Selama ini, USBN kan 75 persen soal dibuat oleh sekolah, sedangkan 25 persen dari pemerintah pusat. Sekarang diberi kebebasan, kemerdekaan mengajar,” kata Ngurah Boy.
Sedangkan di tahun 2021, pengganti UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang akan dilakukan di tengah jenjang seperti Kelas IV SD, Kelas VIII SMP, dan Kelas XI SMA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang, pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di tengah jenjang memberikan kesempatan guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
Sementara itu, Presiden Jokowi restui kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim hapus UN. "Pendidikan kita sampai ke level mana? Nanti sudah dihitung, saya kira kita mendukung apa yang sudah diputuskan Mendikbud," ujar Jokowi dilansir detikcom seusai peresmian Jalan Tol Jakarta-Cikampek Elevated, Kamis kemarin.
katanya.
Setelah tidak ada UN di tahun 2021 mendatang, pihak sekolah yang akan diasesmen, dijadikan bahan evaluasi. "Artinya, sudah tidak ada UN lagi tahun 2021. Akan diganti dengan asesmen kompetensi. Artinya, yang diasesmen adalah sekolah, guru. Juga ada yang namanya survei karakter. Dari situ bisa dijadikan evaluasi," papar Jokowi.
Jokowi menyebut asesmen pengganti UN akan melihat sejauh mana grade sekolah tertentu. Sekolah yang ada di bawah grade, akan dievaluasi. "Artinya, mau tidak mau nanti setiap sekolah akan ada angka-angkanya. Yang angkanya di bawah grade, tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi, sehingga bisa naik levelnya. Akan kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik," tegas Jokowi.
Jokowi pun siap melanjutkan asesmen kompetisi, jika itu menaikkan mutu pendidikan. "Bisa saja nanti, misalnya, perhitungan Kemendikbud seperti apa, guru ditarik lagi ke pusat. Ini hanya geser anggaran dari daerah ke pusat. Kalau kebijakan ini bisa naikkan kualitas pendidikan, akan kita jalani terus."
Sebaliknya, Ketua DPR Puan Maharani justru meminta Mendikbud agar tidak buru-buru hapus UN. Mendikbud diminta menjelaskan kepada publik terkait penghapusan UN mulai tahun 2021. Menurut Puan, masyarakat saat ini hanya memahami sebagian dari kebijakan yang diputuskan Mendikbud Nadiem.
"Yang saya minta atau saya harapkan dari Menteri Pendidikan, ya Pak Nadiem bisa menjelaskan sebenarnya apa yang kemudian menjadi pemikiran beliau terkait dengan UN ini. Karena kan sekarang kita memahaminya hanya sepotong-sepotong melalui media. Kalau tidak salah, hari ini (kemarin) ada rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI. Silakan Komisi X yang meminta penjelasan," tegas Srikandi PDIP ini.
Puan juga meminta Mendikbud Nadiem menjelaskan kriteria kelulusan siswa-siswa di setiap tingkatan dan bagaimana nantinya mereka dapat masuk ke perguruan tinggi, jika UN dihapuskan. *ind
Bak gayung bersambut, Mendikbud Nadiem juga memikirkan hal yang sama, yakni menaikkan kuota jalur prestasi dalam PPDB. Sesuai perubahan kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud Nadiem, Rabu (12/12), prosentase kuota untuk siswa dalam zona sekolah diturunkan dari semula 80 persen menjadi 50 persen.
Alasannya, tidak semua daerah mampu menerapkan sistem zonasi secara kaku. Kecuali itu, siswa berprestasi juga perlu untuk diakomodasi supaya bisa masuk ke sekolah-sekolah favorit. Format kuota sistem zonasi sekolah versi Mendikbud Nadiem nantinya akan seperti berikut: 50 persen untuk jalur zonasi, 30 persen untuk jalur prestasi, 15 persen untuk jalur afirmasi, dan 5 persen untuk jalur perpindahan domisili orangtua.
“Sebelum turun putusan menteri ini, Pak Gubernur (Wayan Koster) memang sudah mengarahkan kami agar membuat sistem jalur zonasi dan prestasi bisa seimbang. Karena visinya ingin menciptakan SDM Bali yang unggul, kami di Dinas Pendidikan sudah naikkan kajian ke Sekda dan Gubernur, bahwa jalur zonasi akan kami modifikasi dan mengakomodir kuota jalur prestasi,” tandas Ngurah Boy.
“Ternyata, putusan dari Pak Menteri tidak berbeda jauh. Kami sempat ingin jalur zonasi 40 persen, jalur prestasi 60 persen. Tapi, nanti menyesuaikan lagi. Kami akan undang Kadis Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali,” lanjut Ngurah Boy.
Menurut Ngurah Boy, kebijakan PPDB tahun ajaran 2020/2021 mendatang akan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengakomodasi semua kepentingan. Misalnya, kuota untuk jalur prestasi, banyak orangtua siswa mengeluh karena tahun lalu kuotanya hanya 15 persen. Calon siswa juga merasa prestasi yang sudah diinvestasi selama ini menjadi sia-sia, karena kuota jalur prestasi minim, sementara persaingannya pun sangat ketat.
“PPDB tahun depan diberikan keleluasaan, karena yang paling mengetahui kondisi di daerah adalah pemerintah setempat. Tidak bisa disamakan kondisi geografis, sarana prasarana, dan sebagianya antara daerah satu dengan daerah yang lain. Zonasi jadi diturunkan jadi 50 persen, sedangkan jalur prestasi naik jadi 30 persen,” tegas Ngurah Boy.
Ngurah Boy menyebutkan, jika sepenuhnya menggunakan jalur zonasi dalam PPDB, bisa berdampak hilangnya motivasi atau gairah belajar para siswa sebagai ‘tabungaan’ untuk meraih sekolah yang diinginkan. “Sebab, muncul pikiran bahwa tanpa belajar pun, karena rumah sudah dekat dengan sekolah, pasti diterima masuk. Akhirnya, anak tidak ada motivasi untuk belajar. Anak jadi nggak mau belajar,” katanya.
Sementara, sesuai kebijakan perubahan Mendikbud Nadiem, UN terakhir akan dilaksanakan tahun 2020. Ujian yang diterapkan adalan ujian yang hanya diselenggarakan oleh sekolah berupa Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Ini yang dimaksudkan untuk ‘kemerdekaan’ mengajar yang tidak terbelenggu dengan kebijakan-kebijakan. Dengan demikian, guru dan sekolah mendapatkan wewenang penuh untuk merancang soal-soal ujian.
“Selama ini, USBN kan 75 persen soal dibuat oleh sekolah, sedangkan 25 persen dari pemerintah pusat. Sekarang diberi kebebasan, kemerdekaan mengajar,” kata Ngurah Boy.
Sedangkan di tahun 2021, pengganti UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang akan dilakukan di tengah jenjang seperti Kelas IV SD, Kelas VIII SMP, dan Kelas XI SMA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang, pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di tengah jenjang memberikan kesempatan guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
Sementara itu, Presiden Jokowi restui kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim hapus UN. "Pendidikan kita sampai ke level mana? Nanti sudah dihitung, saya kira kita mendukung apa yang sudah diputuskan Mendikbud," ujar Jokowi dilansir detikcom seusai peresmian Jalan Tol Jakarta-Cikampek Elevated, Kamis kemarin.
katanya.
Setelah tidak ada UN di tahun 2021 mendatang, pihak sekolah yang akan diasesmen, dijadikan bahan evaluasi. "Artinya, sudah tidak ada UN lagi tahun 2021. Akan diganti dengan asesmen kompetensi. Artinya, yang diasesmen adalah sekolah, guru. Juga ada yang namanya survei karakter. Dari situ bisa dijadikan evaluasi," papar Jokowi.
Jokowi menyebut asesmen pengganti UN akan melihat sejauh mana grade sekolah tertentu. Sekolah yang ada di bawah grade, akan dievaluasi. "Artinya, mau tidak mau nanti setiap sekolah akan ada angka-angkanya. Yang angkanya di bawah grade, tentu saja harus diperbaiki dan diinjeksi, sehingga bisa naik levelnya. Akan kelihatan sekolah mana yang perlu disuntik," tegas Jokowi.
Jokowi pun siap melanjutkan asesmen kompetisi, jika itu menaikkan mutu pendidikan. "Bisa saja nanti, misalnya, perhitungan Kemendikbud seperti apa, guru ditarik lagi ke pusat. Ini hanya geser anggaran dari daerah ke pusat. Kalau kebijakan ini bisa naikkan kualitas pendidikan, akan kita jalani terus."
Sebaliknya, Ketua DPR Puan Maharani justru meminta Mendikbud agar tidak buru-buru hapus UN. Mendikbud diminta menjelaskan kepada publik terkait penghapusan UN mulai tahun 2021. Menurut Puan, masyarakat saat ini hanya memahami sebagian dari kebijakan yang diputuskan Mendikbud Nadiem.
"Yang saya minta atau saya harapkan dari Menteri Pendidikan, ya Pak Nadiem bisa menjelaskan sebenarnya apa yang kemudian menjadi pemikiran beliau terkait dengan UN ini. Karena kan sekarang kita memahaminya hanya sepotong-sepotong melalui media. Kalau tidak salah, hari ini (kemarin) ada rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR RI. Silakan Komisi X yang meminta penjelasan," tegas Srikandi PDIP ini.
Puan juga meminta Mendikbud Nadiem menjelaskan kriteria kelulusan siswa-siswa di setiap tingkatan dan bagaimana nantinya mereka dapat masuk ke perguruan tinggi, jika UN dihapuskan. *ind
1
Komentar