Diputus MA Bayar Utang, Pemkab Tunggu Audit BPK
Utang pemerintah terkait pengadaan alat kantor kepada UD Serbajaya merupakan warisan pemerintahan terdahulu.
SINGARAJA, NusaBali
Pemkab Buleleng belum dapat melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) membayar utang daerah kepada UD Serba Jaya, sebesar Rp 94.479.750. Alasannya, Pemkab masih harus menunggu audit BPK RI. Itupun jika BPK mengakui Pemkab punya utang, maka utang itu akan dibayarkan.
Sekadar dicatat, kasus utang piutang ini muncul berawal dari adanya tagihan pembelian berbagai keperluan kantor yang disetorkan oleh UD Serba Jaya, senilai ratusan juta lebih. Tagihan itu muncul dari pembelian secara bon oleh Pemkab Buleleng sejak tahun 2008-2012.
Dari tagihan itu, sebesar Rp 94.479.750, tidak diakui oleh Pemkab Buleleng, karena pembelian secara bon itu tidak tercatat dalam pembukuan. Nah, pihak UD Serba Jaya kemudian mengajikan gugatan hukum. Proses hukum dimulai sejak tahun 2014, hingga kemudian Pemkab dinyatakan kalah. Proses hukum itu berlanjut hingga kasasi di tingkat MA, dimana Pemkab tetap dinyatakan bersalah. Pemkab sendiri menempuh upaya peninjauan kembali (PK) atas kasus tersebut.
Namun upaya itu gugur karena PK yang diajukan ditolak. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, Jumat (13/12/2019) menyatakan, utang pemerintah kepada UD Serbajaya sejatinya merupakan warisan pemerintahan terdahulu. Namun demikian, bukan menjadi alasan pemerintahan sekarang, untuk tidak menyelesaikannya. Untuk itu, pemerintah daerah sudah mengikuti proses hukum setelah pihak UD Serba Jaya melayangkan gugatan hukum ke pengendalian. Dari proses hukum itu, pemerintah sendiri telah dikalahkan dan dikuatkan dengan keputusan yang sudah inkrah menyebut kalau Pemkab telah berhutang kepada Serbajaya Singaraja.
Setelah keputusan itu diterima, Puspaka menyebut, pemerintah daerah sudah melakukan kajian teknis. Hasilnya, pemerintah belum memutuskan utang tersebut akan dibayarkan dari anggaran APBD Buleleng. Ini karena, regulasi menyebut pemerintah daerah dikatakan memiliki utang kepada pihak ketiga kalau sudah ditetapkan dalam hasil audit BPK. “Proses hukumnya sudah kita ikuti dan memang kita diputuskan berutang. Namun kami belum berani memutuskan apakah itu akan dibayar dalam APBD, sebab yang berhak menentukan pemerintah berutang kepada pihak ketiga adalah BPK, dan audit itu masih kita tunggu,” katanya.
Dewa Puspaka menambahkan, menyusul belum ada keputusan yang menyatakan Pemkab memiliki utang, Pemkab pun tidak berani mengalokasikan anggaran tersebut. Menurut Puspaka, jika nanti BPK menyatakan Pemkab memiliki utang dan harus dibayarkan, saat itu baru dapat dialokasikan anggarannya. “Kita memang tidak memasang anggaran di induk untuk melunasi utang itu, dan kalau nanti ita dinyatakan berutang, mungkin baru bisa kita anggarkan dalam perubahan APBD,” jelasnya. *k19
Pemkab Buleleng belum dapat melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) membayar utang daerah kepada UD Serba Jaya, sebesar Rp 94.479.750. Alasannya, Pemkab masih harus menunggu audit BPK RI. Itupun jika BPK mengakui Pemkab punya utang, maka utang itu akan dibayarkan.
Sekadar dicatat, kasus utang piutang ini muncul berawal dari adanya tagihan pembelian berbagai keperluan kantor yang disetorkan oleh UD Serba Jaya, senilai ratusan juta lebih. Tagihan itu muncul dari pembelian secara bon oleh Pemkab Buleleng sejak tahun 2008-2012.
Dari tagihan itu, sebesar Rp 94.479.750, tidak diakui oleh Pemkab Buleleng, karena pembelian secara bon itu tidak tercatat dalam pembukuan. Nah, pihak UD Serba Jaya kemudian mengajikan gugatan hukum. Proses hukum dimulai sejak tahun 2014, hingga kemudian Pemkab dinyatakan kalah. Proses hukum itu berlanjut hingga kasasi di tingkat MA, dimana Pemkab tetap dinyatakan bersalah. Pemkab sendiri menempuh upaya peninjauan kembali (PK) atas kasus tersebut.
Namun upaya itu gugur karena PK yang diajukan ditolak. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, Jumat (13/12/2019) menyatakan, utang pemerintah kepada UD Serbajaya sejatinya merupakan warisan pemerintahan terdahulu. Namun demikian, bukan menjadi alasan pemerintahan sekarang, untuk tidak menyelesaikannya. Untuk itu, pemerintah daerah sudah mengikuti proses hukum setelah pihak UD Serba Jaya melayangkan gugatan hukum ke pengendalian. Dari proses hukum itu, pemerintah sendiri telah dikalahkan dan dikuatkan dengan keputusan yang sudah inkrah menyebut kalau Pemkab telah berhutang kepada Serbajaya Singaraja.
Setelah keputusan itu diterima, Puspaka menyebut, pemerintah daerah sudah melakukan kajian teknis. Hasilnya, pemerintah belum memutuskan utang tersebut akan dibayarkan dari anggaran APBD Buleleng. Ini karena, regulasi menyebut pemerintah daerah dikatakan memiliki utang kepada pihak ketiga kalau sudah ditetapkan dalam hasil audit BPK. “Proses hukumnya sudah kita ikuti dan memang kita diputuskan berutang. Namun kami belum berani memutuskan apakah itu akan dibayar dalam APBD, sebab yang berhak menentukan pemerintah berutang kepada pihak ketiga adalah BPK, dan audit itu masih kita tunggu,” katanya.
Dewa Puspaka menambahkan, menyusul belum ada keputusan yang menyatakan Pemkab memiliki utang, Pemkab pun tidak berani mengalokasikan anggaran tersebut. Menurut Puspaka, jika nanti BPK menyatakan Pemkab memiliki utang dan harus dibayarkan, saat itu baru dapat dialokasikan anggarannya. “Kita memang tidak memasang anggaran di induk untuk melunasi utang itu, dan kalau nanti ita dinyatakan berutang, mungkin baru bisa kita anggarkan dalam perubahan APBD,” jelasnya. *k19
1
Komentar