Subak Perlu Duman Retribusi Wisata
Kontribusi berupa prosentase dari penjualan karcis masuk ke objek wisata diberikan kepada subak agar subak dapat melestarikan keindahan alam.
SINGARAJA, NusaBali
Bali dikenal karena keindahan alamnya yang menyatu dengan budaya dan adat istiadatnya. Kini, perpaduan alam, budaya, dan adat istiadat makin ‘laris’ dalam kemasan paket wisata berbasis subak. Karena subak memiliki lahan pertanian dan perkebunan yang membuat alam Bali ini indah.
Subak pula yang mempunyai tata kelola irigasi dan bercocok tanam. Sedangkan adat dan istiadatnya adalah ritual-ritual yang ada di masing-masing subak. Belakangan ini, persubakan dengan alam sawah dan kebun di Bali mulai dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata. Pengembangan ini sesuai trend dari wisatawan itu sendiri. Lantas, dari pengembangan pariwisata berbasis subak, sudahkan lembaga subak atau petaninya menerima duman (pembagian) dari retribusi wisata?
Guna menjawab pertanyan ini, pariwisata Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, salah satu desa di Bali utara yang bagus untuk jadi disimak. Desa wisata ini telah berkembang cukup pesat. Wisata di Desa Munduk banyak menghadalkan potensi alamnya yang mempesona. Keindahan alam desa ini sebagai akibat bentangan perkebunan cengkih, kopi dan tanaman produktif lainnya, disamping terasering lahan pertanian. Tentu, pemanfaatan keindahan alam itu tidak bisa lepas dari keberadaan subak yang mengelola lahan-lahan pertanian. Pihak pengelola pun memberikan kontribusi kepada subak setempat, agar keindahan alam yang ada bisa terjaga dan lestari. “Kontribusinya tentu ada, karena kami sadar subak itu memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan pariwisata di Desa Munduk,” ungkap mantan Bendesa Adat Munduk, Desa Munduk, Putu Ardana.
Dikatakan, kontribusi berupa prosentase dari penjualan karcis masuk ke objek wisata diberikan kepada subak agar subak dapat melestarikan keindahan alam yang ada. Kontribusi yang diberikan sepenuhnya dikelola oleh subak. “Kalau tidak salah itu dipakai untuk biaya aci dalam pelaksanaan upacara di subak,” ujarnya.
Berdasar data demografi, Desa Munduk memiliki lahan perkebunan seluas sekitar 1.090 hektar, dimana hampir 75 persenya untuk komuditi cengkih dan kopi. Maka jangan heran jika di sepanjang jalan Munduk, hamparan luas pohon cengkeh adalah pemandangan yang biasa.
Kehadiran Cottage Puri Lumbung pada awal tahun 1990-an, menandai dimulainya bisnis pariwisata di Munduk. Dengan mengandalkan hamparan pohon cengkeh dan pegunungan yang ada, sektor wisata hutan mulai hidup. Penginapan-penginapan dan restoran di sepanjang jalan mulai dibangun. Meski sudah ada penginapan yang dibangun pada 1992, namun hingga 2010, jumlahnya hanya sembilan. Dan kini, rumah penduduk menjadi penginapan bagi wisatawan semakin berkembang di Desa Munduk.
Selain hamparan perkebunan cengkeh dan pegunungan, wisata Desa Munduk juga menghandalkan Air Terjun Tanah Bara dan Air Terjun Melanting. Obyek ini menjadi rute wisata tracking ala Munduk. Tak hanya itu, Munduk juga masih memiliki Danau Tamblingan yang juga dikelilingi oleh hamparan hutan yang asri, yang bernama Amerta Jati.
Perbekel Munduk Nyoman Niryasa mengatakan, pariwasata Desa Munduk adalah pariwisata alam yang dipadukan dengan agro wisata. Untuk alamnya, Desa Munduk memiliki obyek air terjun Tanah Bara dan Air Terjun Melanting, dan Danau Tamblingan. Sedangkan Agro Wisatanya, dengan pemandangan sektor pertanian padi. “Disini juga ada wisata tracking menuju air terjun sambil melihat hamparan sawah, dan pemandangan perbukitan,” terangnya.
Dijelaskan, perkembangan wisata alam di Desa Munduk, ditandai dengan bertambahnya jumlah penginapan. Awalnya, masyarakat Desa Munduk, menyewakan rumahnya untuk ditempati oleh wisatawan yang berkunjung. Karena tingkan kunjungan terus meningkat, unit kamar penginapan yang tadinya tempat tinggal, mulai ditambah dan terus bertambah. “Dulunya rumah-rumah warga yang disewakan, kemudian karena terus berkembang, warga kemudian membangun lagi, dan unitnya terus bertambah. Ada yang memiliki 5 unit yang tadinya hanya rumah tinggal. Sekarang hampir 95 persen warga kami menjadi pelaku pariwisata di Desa Munduk,” ungkap Nyoman Niryasa.
Pariwisata Desa Munduk, kini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Subak diberikan prosentase pembagian sebesar 20 persen, kemudian ke adat sebesar 40 persen, dan dinas sebesar 40 persen. “Pembagian itu setelah pendapatan disetor ke Pemerintah dulu. Nanti dari pemerintah turun bagiannya, dari situ dibagi lagi untuk subak, adat dan dinas di Desa Munduk,” jelas Perbekel Nyiriasa.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana tidak akan keluarkan izin pembangunan hotel di kawasan wisata yang sedang berkembang, Desa Munduk, Kecamatan Banjar. Langkah ini, guna memberdayakan masyarakat lokal setempat, dan mempertahankan keasrian wisata Desa Munduk.
Desa Munduk, belakangan ini telah berkembang pesat menjadi desa wisata yang paling diminati wisata asing. Ini ditandai bertambahnya jumlah penginapan di Desa Munduk. Data dihimpun, jumlah kamar penginapan tercatat 214 unit. Sebagian besar penginapan itu milik warga setempat, berupa pondok wisata, home stay dan lainnya.”Bukan melarang, tapi saya tidak mengizinkan ada investasi besar di Desa Munduk. Misalnya nanti ada pembangunan hotel dengan 50 kamar, itu tidak saya izinkan. Saya ingin lingkungan di Desa Munduk, tetap terjaga,” kata Bupati Agus Suradnyana, belum lama ini.
Dijelaskan, Desa Munduk saat ini sangat berkembang sebagai salah satu tujuan wisata di Buleleng. Ini dinyakini, karena wilayah Desa Munduk memiliki fibrasi sprituaal yang tinggi, berkat adanya Danau Tamblingan. “Nyakinlah, daerah-daerah yang memiliki fibrasi spiritual, pasti berkembang. Ini sudah terbukti, di Desa Pemutaran, Kecamatan Gerogak. Wilayah ini dengan fibrasinya yang tinggi, berkembang dengan baik. Desa Munduk juga seperti itu, dengan Danau Buyannya, nanti akan terus berkembang,” jelas Bupati Agus Suradnyana.
Perbekel Munduk Nyoman Niryasa mendukung kebijakan Bupati Buleleng yang tidak mengizinkan pembangunan hotel dengan 50 kamar. Sehingga masyarakatnya bisa mengelola potensi wisata yang ada. “Kami juga demikian, tidak mengizinkan ada pembangunan hotel. Dengan demikian, warga kami tidak saja sebagai pekerja, tapi juga pemilik. Dan lingkungan kami juga tetap terjaga dengan baik,” tandasnya. *k19
Subak pula yang mempunyai tata kelola irigasi dan bercocok tanam. Sedangkan adat dan istiadatnya adalah ritual-ritual yang ada di masing-masing subak. Belakangan ini, persubakan dengan alam sawah dan kebun di Bali mulai dikembangkan menjadi salah satu daya tarik wisata. Pengembangan ini sesuai trend dari wisatawan itu sendiri. Lantas, dari pengembangan pariwisata berbasis subak, sudahkan lembaga subak atau petaninya menerima duman (pembagian) dari retribusi wisata?
Guna menjawab pertanyan ini, pariwisata Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, salah satu desa di Bali utara yang bagus untuk jadi disimak. Desa wisata ini telah berkembang cukup pesat. Wisata di Desa Munduk banyak menghadalkan potensi alamnya yang mempesona. Keindahan alam desa ini sebagai akibat bentangan perkebunan cengkih, kopi dan tanaman produktif lainnya, disamping terasering lahan pertanian. Tentu, pemanfaatan keindahan alam itu tidak bisa lepas dari keberadaan subak yang mengelola lahan-lahan pertanian. Pihak pengelola pun memberikan kontribusi kepada subak setempat, agar keindahan alam yang ada bisa terjaga dan lestari. “Kontribusinya tentu ada, karena kami sadar subak itu memiliki kontribusi yang besar dalam pengembangan pariwisata di Desa Munduk,” ungkap mantan Bendesa Adat Munduk, Desa Munduk, Putu Ardana.
Dikatakan, kontribusi berupa prosentase dari penjualan karcis masuk ke objek wisata diberikan kepada subak agar subak dapat melestarikan keindahan alam yang ada. Kontribusi yang diberikan sepenuhnya dikelola oleh subak. “Kalau tidak salah itu dipakai untuk biaya aci dalam pelaksanaan upacara di subak,” ujarnya.
Berdasar data demografi, Desa Munduk memiliki lahan perkebunan seluas sekitar 1.090 hektar, dimana hampir 75 persenya untuk komuditi cengkih dan kopi. Maka jangan heran jika di sepanjang jalan Munduk, hamparan luas pohon cengkeh adalah pemandangan yang biasa.
Kehadiran Cottage Puri Lumbung pada awal tahun 1990-an, menandai dimulainya bisnis pariwisata di Munduk. Dengan mengandalkan hamparan pohon cengkeh dan pegunungan yang ada, sektor wisata hutan mulai hidup. Penginapan-penginapan dan restoran di sepanjang jalan mulai dibangun. Meski sudah ada penginapan yang dibangun pada 1992, namun hingga 2010, jumlahnya hanya sembilan. Dan kini, rumah penduduk menjadi penginapan bagi wisatawan semakin berkembang di Desa Munduk.
Selain hamparan perkebunan cengkeh dan pegunungan, wisata Desa Munduk juga menghandalkan Air Terjun Tanah Bara dan Air Terjun Melanting. Obyek ini menjadi rute wisata tracking ala Munduk. Tak hanya itu, Munduk juga masih memiliki Danau Tamblingan yang juga dikelilingi oleh hamparan hutan yang asri, yang bernama Amerta Jati.
Perbekel Munduk Nyoman Niryasa mengatakan, pariwasata Desa Munduk adalah pariwisata alam yang dipadukan dengan agro wisata. Untuk alamnya, Desa Munduk memiliki obyek air terjun Tanah Bara dan Air Terjun Melanting, dan Danau Tamblingan. Sedangkan Agro Wisatanya, dengan pemandangan sektor pertanian padi. “Disini juga ada wisata tracking menuju air terjun sambil melihat hamparan sawah, dan pemandangan perbukitan,” terangnya.
Dijelaskan, perkembangan wisata alam di Desa Munduk, ditandai dengan bertambahnya jumlah penginapan. Awalnya, masyarakat Desa Munduk, menyewakan rumahnya untuk ditempati oleh wisatawan yang berkunjung. Karena tingkan kunjungan terus meningkat, unit kamar penginapan yang tadinya tempat tinggal, mulai ditambah dan terus bertambah. “Dulunya rumah-rumah warga yang disewakan, kemudian karena terus berkembang, warga kemudian membangun lagi, dan unitnya terus bertambah. Ada yang memiliki 5 unit yang tadinya hanya rumah tinggal. Sekarang hampir 95 persen warga kami menjadi pelaku pariwisata di Desa Munduk,” ungkap Nyoman Niryasa.
Pariwisata Desa Munduk, kini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Subak diberikan prosentase pembagian sebesar 20 persen, kemudian ke adat sebesar 40 persen, dan dinas sebesar 40 persen. “Pembagian itu setelah pendapatan disetor ke Pemerintah dulu. Nanti dari pemerintah turun bagiannya, dari situ dibagi lagi untuk subak, adat dan dinas di Desa Munduk,” jelas Perbekel Nyiriasa.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana tidak akan keluarkan izin pembangunan hotel di kawasan wisata yang sedang berkembang, Desa Munduk, Kecamatan Banjar. Langkah ini, guna memberdayakan masyarakat lokal setempat, dan mempertahankan keasrian wisata Desa Munduk.
Desa Munduk, belakangan ini telah berkembang pesat menjadi desa wisata yang paling diminati wisata asing. Ini ditandai bertambahnya jumlah penginapan di Desa Munduk. Data dihimpun, jumlah kamar penginapan tercatat 214 unit. Sebagian besar penginapan itu milik warga setempat, berupa pondok wisata, home stay dan lainnya.”Bukan melarang, tapi saya tidak mengizinkan ada investasi besar di Desa Munduk. Misalnya nanti ada pembangunan hotel dengan 50 kamar, itu tidak saya izinkan. Saya ingin lingkungan di Desa Munduk, tetap terjaga,” kata Bupati Agus Suradnyana, belum lama ini.
Dijelaskan, Desa Munduk saat ini sangat berkembang sebagai salah satu tujuan wisata di Buleleng. Ini dinyakini, karena wilayah Desa Munduk memiliki fibrasi sprituaal yang tinggi, berkat adanya Danau Tamblingan. “Nyakinlah, daerah-daerah yang memiliki fibrasi spiritual, pasti berkembang. Ini sudah terbukti, di Desa Pemutaran, Kecamatan Gerogak. Wilayah ini dengan fibrasinya yang tinggi, berkembang dengan baik. Desa Munduk juga seperti itu, dengan Danau Buyannya, nanti akan terus berkembang,” jelas Bupati Agus Suradnyana.
Perbekel Munduk Nyoman Niryasa mendukung kebijakan Bupati Buleleng yang tidak mengizinkan pembangunan hotel dengan 50 kamar. Sehingga masyarakatnya bisa mengelola potensi wisata yang ada. “Kami juga demikian, tidak mengizinkan ada pembangunan hotel. Dengan demikian, warga kami tidak saja sebagai pekerja, tapi juga pemilik. Dan lingkungan kami juga tetap terjaga dengan baik,” tandasnya. *k19
Komentar