Smart City Senangkan Wisatawan dan Warga Kota
Dalam melakukan transformasi dari kota yang baik menjadi lebih baik atau yang kerap diistilahkan dengan Smart City Denpasar khususnya merupakan kota yang cukup penting dalam mengembangkan Smart City apalagi jika dikaitkan dengan industri pariwisata Bali.
Hal itu disampaikan Suhono Harso Supangkat, Head of Information Technology Research Group di sela acara Seminar Nasional Tehnologi Informasi dan Aplikasinya (SNATIA) 2016 di gedung Institute Peace and Democracy (IPD) kampus Unud Jimbaran, Jumat (29/7) lalu.
Ia berpendapat bagaimana melalui Smart City bisa menjadikan kota Denpasar menjadi lebih baik, menyenangkan buat wisatawan, juga warganya. "Melalui Smart City mencoba memberikan masukan masukan, bagaimana Denpasar menjadi kota yang lebih baik lagi. Entah itu transport, pendidikan, budaya, serta layanan lainnya," ucap Suhono.
Meskipun ia sendiri mengakui banyak masalah yang dihadapi dalam membentuk Smart City, bukan hanya teknologi, namun juga budaya dan tata kelola yang jadi persoalan dan mesti dihadapi. "Nah, untuk itulah kita mencoba konsep Smart City itu bisa membuat warga kota ataupun yang datang ke Bali merasa aman dan nyaman. Tentu saja semua itu bisa dilalui melalui bagaimana peran Walikota, masyarakat, tata kelola dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya manusianya, sumberdaya pengguna, pemerintah, dan juga pemimpinnya," ungkapnya.
Lantas ia juga mengatakan, secara culture Bali itu sudah sangat baik, tapi sekarang persoalannya bagaimana dengan peran tehnologi mampu meningkatkan sumberdaya yang ada, hingga kota itu betul betul menjadi smart. "Smart City itu dari bangun tidur, atau dari lahir sampai mati. Artinya, bagaimana kita merencanakan kehidupan ini, jadi semua kedepannya harus kita kejar, tidak ada kata terlambat," tukasnya.
Lagi pula Smart City bukan hanya tentang teknologi semata, tapi mengubah pola pikir masyarakat. "Suatu kota bisa dikatakan Smart City jika bisa mengelola sumber daya alam, manusia, dan waktu sedemikian rupa, sehingga warganya bisa hidup aman,nyaman dan bahagia," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, I Dewa Made Agung, Kadis Kominfo Kota Denpasar, yang hadir mewakili Walikota Denpasar yang berhalangan hadir juga mengatakan, implementasi Smart City di Kota Denpasar dimulai dengan dua faktor, pertama kegawatdaruratan (emergency) dan masalah pengaduan dari masyarakat. "Kita ingin bagaimana kebutuhan awal masyarakat itu terpenuhi, disamping pengaduan akibat kekurang nyamanan masyarakat melalui aplikasi Denpasar Plus yang berbasis mobile," terangnya.
Meskipun katanya program program lainnya cukup banyak, tapi dua hal pokok ini emergency dan pengaduan yang diutamakan pihaknya, sehingga masyarakat yang cerdas itu bisa diwujudkan. "Kita terapkan konsep Smart City di Denpasar itu sederhana sekali. Pertama kita perbaiki dulu sistem E-Gorvermentnya, kemudian Smart peoplenya," tukas Kadis.
Lantas ia menjabarkan bagaimana sistem itu berjalan tergantung dari administrasinya yang baik, tata kelolanya yang baik, jadi intinya bagaimana mengelola kota itu secara cerdas. "Walaupun sistem yang dijalankan sederhana, namun tidak bisa dipungkiri semua bisa berjalan, dimana persoalan persoalan kota bisa kita selesaikan dengan cerdas," tutupnya.*
Ia berpendapat bagaimana melalui Smart City bisa menjadikan kota Denpasar menjadi lebih baik, menyenangkan buat wisatawan, juga warganya. "Melalui Smart City mencoba memberikan masukan masukan, bagaimana Denpasar menjadi kota yang lebih baik lagi. Entah itu transport, pendidikan, budaya, serta layanan lainnya," ucap Suhono.
Meskipun ia sendiri mengakui banyak masalah yang dihadapi dalam membentuk Smart City, bukan hanya teknologi, namun juga budaya dan tata kelola yang jadi persoalan dan mesti dihadapi. "Nah, untuk itulah kita mencoba konsep Smart City itu bisa membuat warga kota ataupun yang datang ke Bali merasa aman dan nyaman. Tentu saja semua itu bisa dilalui melalui bagaimana peran Walikota, masyarakat, tata kelola dalam meningkatkan kapasitas sumberdaya manusianya, sumberdaya pengguna, pemerintah, dan juga pemimpinnya," ungkapnya.
Lantas ia juga mengatakan, secara culture Bali itu sudah sangat baik, tapi sekarang persoalannya bagaimana dengan peran tehnologi mampu meningkatkan sumberdaya yang ada, hingga kota itu betul betul menjadi smart. "Smart City itu dari bangun tidur, atau dari lahir sampai mati. Artinya, bagaimana kita merencanakan kehidupan ini, jadi semua kedepannya harus kita kejar, tidak ada kata terlambat," tukasnya.
Lagi pula Smart City bukan hanya tentang teknologi semata, tapi mengubah pola pikir masyarakat. "Suatu kota bisa dikatakan Smart City jika bisa mengelola sumber daya alam, manusia, dan waktu sedemikian rupa, sehingga warganya bisa hidup aman,nyaman dan bahagia," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, I Dewa Made Agung, Kadis Kominfo Kota Denpasar, yang hadir mewakili Walikota Denpasar yang berhalangan hadir juga mengatakan, implementasi Smart City di Kota Denpasar dimulai dengan dua faktor, pertama kegawatdaruratan (emergency) dan masalah pengaduan dari masyarakat. "Kita ingin bagaimana kebutuhan awal masyarakat itu terpenuhi, disamping pengaduan akibat kekurang nyamanan masyarakat melalui aplikasi Denpasar Plus yang berbasis mobile," terangnya.
Meskipun katanya program program lainnya cukup banyak, tapi dua hal pokok ini emergency dan pengaduan yang diutamakan pihaknya, sehingga masyarakat yang cerdas itu bisa diwujudkan. "Kita terapkan konsep Smart City di Denpasar itu sederhana sekali. Pertama kita perbaiki dulu sistem E-Gorvermentnya, kemudian Smart peoplenya," tukas Kadis.
Lantas ia menjabarkan bagaimana sistem itu berjalan tergantung dari administrasinya yang baik, tata kelolanya yang baik, jadi intinya bagaimana mengelola kota itu secara cerdas. "Walaupun sistem yang dijalankan sederhana, namun tidak bisa dipungkiri semua bisa berjalan, dimana persoalan persoalan kota bisa kita selesaikan dengan cerdas," tutupnya.*
Komentar