171 Judul Satua Bali Dikumpulkan Penyuluh Bahasa Bali
Bali memiliki banyak warisan aksara, bahasa, dan sastra. Salah satunya satua Bali atau cerita berbahasa Bali.
DENPASAR, NusaBali
Selama tahun 2019, Penyuluh Bahasa Bali berhasil mengumpulkan sebanyak 171 judul satua Bali yang hidup di berbagai daerah di Bali. Hal tersebut terungkap saat pertemuan tahunan sekaligus evaluasi kinerja Penyuluh Bahasa Bali tahun 2019 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (16/12).
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali tingkat provinsi, I Wayan Suarmaja, menjelaskan, sejak kemunculannya tahun 2016, Penyuluh Bahasa Bali melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan aksara, bahasa dan sastra Bali. Tahun 2016 misalnya, penyuluh melakukan pendataan tokoh-tokoh masyarakat yang berkecimpung di bidang aksara, bahasa, dan sastra Bali. Sementara tahun 2017 -2018 mendata cerita-cerita rakyat dan naskah kuno.
Nah, tahun 2019 mendata 171 judul satua Bali yang berkembang di masyarakat. Masing-masing penyuluh kecamatan mendapatkan tugas untuk mengumpulkan satua-satua yang masih hidup dan berkembang di wilayah tugas masing-masing. Beberapa satua Bali yang berhasil dikumpulkan diantaranya berjudul, I Celeng Alasan, Bhatara Kala, I Asu Ajaka I Kedis Tengkek, Cai Mantu, Blakas Emas, Galuh Payuk, I Deblung ring Mamedi, I Sigir, I Lagas, I Belog, Ketatuan Punyan Jaka, Pedanda Teken Macan, I Batu Tangis, Pan Tupe, dan Pan Angklung Gadang.
“Banyak judul yang sama, tetapi versinya berbeda. Selama tahun 2019 total yang kami kumpulkan sebanyak 171 judul dan kami dokumentasikan ke dalam dua aksara, yakni aksara latin dan aksara Bali. Ini baru sebatas dokumentasi. Untuk redaksi dan narasi agar layak dikonsumsi, kami memerlukan editor agar satua-satua ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny Putri Suastini Koster yang didaulat menjadi narasumber tentang Bahasa Ibu mengajak generasi muda untuk tidak melupakan bahasa ibu sebagai identitas dan jati diri seorang manusia Bali. Jangan sampai perubahan zaman membuat anak-anak sekarang malu untuk berbahasa Bali. Jika ini dibiarkan secara terus menerus, maka bahasa Bali akan punah dan digantikan oleh bahasa asing lainnya.
“Sesungguhnya sederhana saja, bahasa ibu itu harus digunakan setiap hari. Kita harus ubah mindset kita terhadap bahasa Bali. Hilangkan gengsi dan anggap kuno bahasa sendiri. Jangan justru bangga kalau tidak bisa berbahasa Bali. Negara-negara lain yang bangga menggunakan bahasanya sendiri seperti Jepang dan Korea. Saya pribadi gak malu gak bisa Bahasa Inggris, tapi luar biasa malu sekali kalau gak bisa Bahasa Bali,” katanya. *ind
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali tingkat provinsi, I Wayan Suarmaja, menjelaskan, sejak kemunculannya tahun 2016, Penyuluh Bahasa Bali melakukan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan aksara, bahasa dan sastra Bali. Tahun 2016 misalnya, penyuluh melakukan pendataan tokoh-tokoh masyarakat yang berkecimpung di bidang aksara, bahasa, dan sastra Bali. Sementara tahun 2017 -2018 mendata cerita-cerita rakyat dan naskah kuno.
Nah, tahun 2019 mendata 171 judul satua Bali yang berkembang di masyarakat. Masing-masing penyuluh kecamatan mendapatkan tugas untuk mengumpulkan satua-satua yang masih hidup dan berkembang di wilayah tugas masing-masing. Beberapa satua Bali yang berhasil dikumpulkan diantaranya berjudul, I Celeng Alasan, Bhatara Kala, I Asu Ajaka I Kedis Tengkek, Cai Mantu, Blakas Emas, Galuh Payuk, I Deblung ring Mamedi, I Sigir, I Lagas, I Belog, Ketatuan Punyan Jaka, Pedanda Teken Macan, I Batu Tangis, Pan Tupe, dan Pan Angklung Gadang.
“Banyak judul yang sama, tetapi versinya berbeda. Selama tahun 2019 total yang kami kumpulkan sebanyak 171 judul dan kami dokumentasikan ke dalam dua aksara, yakni aksara latin dan aksara Bali. Ini baru sebatas dokumentasi. Untuk redaksi dan narasi agar layak dikonsumsi, kami memerlukan editor agar satua-satua ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny Putri Suastini Koster yang didaulat menjadi narasumber tentang Bahasa Ibu mengajak generasi muda untuk tidak melupakan bahasa ibu sebagai identitas dan jati diri seorang manusia Bali. Jangan sampai perubahan zaman membuat anak-anak sekarang malu untuk berbahasa Bali. Jika ini dibiarkan secara terus menerus, maka bahasa Bali akan punah dan digantikan oleh bahasa asing lainnya.
“Sesungguhnya sederhana saja, bahasa ibu itu harus digunakan setiap hari. Kita harus ubah mindset kita terhadap bahasa Bali. Hilangkan gengsi dan anggap kuno bahasa sendiri. Jangan justru bangga kalau tidak bisa berbahasa Bali. Negara-negara lain yang bangga menggunakan bahasanya sendiri seperti Jepang dan Korea. Saya pribadi gak malu gak bisa Bahasa Inggris, tapi luar biasa malu sekali kalau gak bisa Bahasa Bali,” katanya. *ind
Komentar