Belasan Ayam Mati Beruntun di Yehembang
Hasil rapid test oleh petugas Medik Veteriner Kecamatan Mendoyo, negatif flu burung. Ayam mati beruntun diduga pengaruh cuaca.
NEGARA, NusaBali
Belasan ekor ayam peliharaan milik Ni Wayan Suwetri, 50, di Banjar Pasar, Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, mati secara beruntun selama sepekan belakangan. Kematian ayam yang terjadi hampir setiap hari mulai Jumat (13/12) lalu, itu sempat memunculkan kekhawatiran pemilik, yang menduga ada serangan Avian Influenza (AI) atau flu burung.
Teranyar pada Rabu (18/12) pagi dan siang kemarin, lima ekor ayam peliharaan Suwetri yang dilepasliarkan di halaman rumahnya, mati. Kelima ekor ayam yang mati dengan mengeluarkan lendir pada mulutnya itu semuanya adalah pangina (ayam betina yang sudah bertelur). “Sudah hampir seminggu, setiap hari ada saja ayam saya yang mati. Kalau dihitung-hitung mungkin sudah ada sekitar 15 ekor yang mati. Ayam yang mati sebelum-sebelumnya, tidak hanya pangina. Tetapi yang jantan dan pitik (anak ayam) juga mati,” ujar Suwetri.
Menurut Suwetri, kematian beberapa ayam itu tergolong mendadak. Sebagian besar ayam yang mati sebelumnya masih tampak sehat. Seperti lima ekor ayam yang mati pada Rabu kemarin. Pada Selasa (17/12) sore, kelima ekor ayamnya itu makan seperti biasa, dan tidak ada menunjukkan gejala tengah sakit. “Sorenya (Selasa sore) masih biasa. Tetapi memang yang mati siang tadi (kemarin, paginya sempat terlihat lemas, dan jalannya sempoyongan,” ucapnya.
Peristiwa kematian ayam secara beruntun itu kemudian dilaporkan ke pihak Kecamatan Mendoyo, Rabu kemarin. Begitu menerima laporan, Petugas Medik Veteriner Kecamatan Mendoyo drh I Made Putra Wiadnyana, langsung turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan, dan melakukan rapid test terhadap sampel kotoran baru dari salah satu ayam milik Suwetri yang masih hidup. Dari pengetesan tersebut, drh Wiadnyana mematikan hasilnya adalah negatif flu burung. “Yang pasti bukan AI (Avian Influenza atau flu burung). Ini sudah berdasar hasil tes,” ujarnya.
Menurut drh Wiadnyana, apabila terjangkit flu burung, seluruh ayam milik Suwetri yang saat ini tersisa berjumlah 40 ekor, pasti sudah mati. Begitu juga sudah pasti menyebar ke unggas lain. Dari analisanya, kematian belasan ekor ayam milik Suwetri itu bisa terjadi akibat pengaruh cuaca ekstrem belakangan ini. Di mana terjadinya hujan yang diselingi panas, menyebabkan penurunan ketahanan tubuh atau antibody. “Untuk pencegahan, sebenarnya kembali keperawatan. Penting melakukan desinfektan, dan pembersihan lingkungan tempat ayam ditaruh,” ucapnya. *ode
Teranyar pada Rabu (18/12) pagi dan siang kemarin, lima ekor ayam peliharaan Suwetri yang dilepasliarkan di halaman rumahnya, mati. Kelima ekor ayam yang mati dengan mengeluarkan lendir pada mulutnya itu semuanya adalah pangina (ayam betina yang sudah bertelur). “Sudah hampir seminggu, setiap hari ada saja ayam saya yang mati. Kalau dihitung-hitung mungkin sudah ada sekitar 15 ekor yang mati. Ayam yang mati sebelum-sebelumnya, tidak hanya pangina. Tetapi yang jantan dan pitik (anak ayam) juga mati,” ujar Suwetri.
Menurut Suwetri, kematian beberapa ayam itu tergolong mendadak. Sebagian besar ayam yang mati sebelumnya masih tampak sehat. Seperti lima ekor ayam yang mati pada Rabu kemarin. Pada Selasa (17/12) sore, kelima ekor ayamnya itu makan seperti biasa, dan tidak ada menunjukkan gejala tengah sakit. “Sorenya (Selasa sore) masih biasa. Tetapi memang yang mati siang tadi (kemarin, paginya sempat terlihat lemas, dan jalannya sempoyongan,” ucapnya.
Peristiwa kematian ayam secara beruntun itu kemudian dilaporkan ke pihak Kecamatan Mendoyo, Rabu kemarin. Begitu menerima laporan, Petugas Medik Veteriner Kecamatan Mendoyo drh I Made Putra Wiadnyana, langsung turun ke lokasi untuk melakukan pengecekan, dan melakukan rapid test terhadap sampel kotoran baru dari salah satu ayam milik Suwetri yang masih hidup. Dari pengetesan tersebut, drh Wiadnyana mematikan hasilnya adalah negatif flu burung. “Yang pasti bukan AI (Avian Influenza atau flu burung). Ini sudah berdasar hasil tes,” ujarnya.
Menurut drh Wiadnyana, apabila terjangkit flu burung, seluruh ayam milik Suwetri yang saat ini tersisa berjumlah 40 ekor, pasti sudah mati. Begitu juga sudah pasti menyebar ke unggas lain. Dari analisanya, kematian belasan ekor ayam milik Suwetri itu bisa terjadi akibat pengaruh cuaca ekstrem belakangan ini. Di mana terjadinya hujan yang diselingi panas, menyebabkan penurunan ketahanan tubuh atau antibody. “Untuk pencegahan, sebenarnya kembali keperawatan. Penting melakukan desinfektan, dan pembersihan lingkungan tempat ayam ditaruh,” ucapnya. *ode
Komentar