Penderita HIV/AIDS Capai 22.034 Jiwa
Penderita HIV/AIDS di Bali dari tahun 1987 hingga November 2019 tercatat mencapai 22.034 jiwa.
DENPASAR, NusaBali
Bali menduduki peringkat lima besar di Indonesia dari sisi jumlah kasus yang ditemukan. Penularannya kini beralih dari semula narkoba menjadi hubungan seksual. Hal tersebut diungkapkan Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali, Made Suprapta di Denpasar, Rabu (18/12).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, faktor resiko penularan lewat hubungan seksual paling mendominasi, di antaranya heteroseksual sebanyak 76,3 persen (16.808 jiwa), homoseksual 14,7 persen (3.247 jiwa), dan biseksual 0,5 persen (110 jiwa). Sedangkan faktor jarum suntik narkoba sebanyak 3,9 persen (859 jiwa). Sisanya, perinatal sebanyak 2,8 persen (614 jiwa), sebab tidak diketahui sebanyak 1,8 persen (386 jiwa), serta faktor resiko tattoo sebanyak 10 orang.
“Dalam tiga bulan terakhir ada selisih kenaikan sebanyak 500 orang. Memang dihitung secara rata-rata peningkatan temuan kasus HIV/Aids di Bali antara 150-200 setiap bulannya. Dari total estimasi potensi resiko tinggi yang ada di Bali yakni sekitar 31 ribu orang. Baru terjangkau dan tercatat secara riil itu sebanyak 22.034 orang,” ujarnya.
Karena faktor resiko hubungan seksual yang mendominasi, inilah yang juga mempengaruhi penularan HIV/AIDS banyak ditemukan pada kelompok usia produktif. Pada usia produktif aktivitas seksual sangat tinggi. “Virus ini tidak mengenal usia, tetapi potensi kelompok umur yang menderita HIV/ AIDS secara data menunjukkan memang kebanyakan faktor usia produktif antara 15-60 tahun,” jelasnya.
Bila merasa diri melakukan perilaku beresiko, Suprapta menyarankan sebaiknya melakukan tes HIV secepat mungkin. Semakin cepat diketahui, semakin cepat pula bisa memberikan layanan kesehatan, sehingga bisa diselamatkan dari perkembangan virus HIV di dalam tubuh. “Saat seseorang masuk stadium HIV, tapi tidak diobati maka akan meningkat jadi stadium Aids. Ini yang memperparah keadaan, bahkan bisa mengantarkan ke kematian. Dengan pemeriksaan dini, virusnya ditekan, sehingga daya rusaknya jadi lemah,” katanya.
Hingga saat ini, pengobatan untuk penderita HIV/ AIDS berupa obat Anti Retro Viral (ARV). Sejauh ini stok ARV di Bali masih aman. Para penderita HIV/Aids harus meminum obat ARV ini secara rutin setiap hari seumur hidup. Bila tidak, virus HIV akan merusak dalam tubuh. “Minum ini harus disiplin. Karena sekali saja absen minum obatnya, virus akan melakukan proses mutasi gen, mutasi protein, sehingga dia memiliki resistensi (kebal obat). Kalau sudah kebal obat, virus akan berkembang lagi di dalam tubuh,” tandasnya.*ind
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali, faktor resiko penularan lewat hubungan seksual paling mendominasi, di antaranya heteroseksual sebanyak 76,3 persen (16.808 jiwa), homoseksual 14,7 persen (3.247 jiwa), dan biseksual 0,5 persen (110 jiwa). Sedangkan faktor jarum suntik narkoba sebanyak 3,9 persen (859 jiwa). Sisanya, perinatal sebanyak 2,8 persen (614 jiwa), sebab tidak diketahui sebanyak 1,8 persen (386 jiwa), serta faktor resiko tattoo sebanyak 10 orang.
“Dalam tiga bulan terakhir ada selisih kenaikan sebanyak 500 orang. Memang dihitung secara rata-rata peningkatan temuan kasus HIV/Aids di Bali antara 150-200 setiap bulannya. Dari total estimasi potensi resiko tinggi yang ada di Bali yakni sekitar 31 ribu orang. Baru terjangkau dan tercatat secara riil itu sebanyak 22.034 orang,” ujarnya.
Karena faktor resiko hubungan seksual yang mendominasi, inilah yang juga mempengaruhi penularan HIV/AIDS banyak ditemukan pada kelompok usia produktif. Pada usia produktif aktivitas seksual sangat tinggi. “Virus ini tidak mengenal usia, tetapi potensi kelompok umur yang menderita HIV/ AIDS secara data menunjukkan memang kebanyakan faktor usia produktif antara 15-60 tahun,” jelasnya.
Bila merasa diri melakukan perilaku beresiko, Suprapta menyarankan sebaiknya melakukan tes HIV secepat mungkin. Semakin cepat diketahui, semakin cepat pula bisa memberikan layanan kesehatan, sehingga bisa diselamatkan dari perkembangan virus HIV di dalam tubuh. “Saat seseorang masuk stadium HIV, tapi tidak diobati maka akan meningkat jadi stadium Aids. Ini yang memperparah keadaan, bahkan bisa mengantarkan ke kematian. Dengan pemeriksaan dini, virusnya ditekan, sehingga daya rusaknya jadi lemah,” katanya.
Hingga saat ini, pengobatan untuk penderita HIV/ AIDS berupa obat Anti Retro Viral (ARV). Sejauh ini stok ARV di Bali masih aman. Para penderita HIV/Aids harus meminum obat ARV ini secara rutin setiap hari seumur hidup. Bila tidak, virus HIV akan merusak dalam tubuh. “Minum ini harus disiplin. Karena sekali saja absen minum obatnya, virus akan melakukan proses mutasi gen, mutasi protein, sehingga dia memiliki resistensi (kebal obat). Kalau sudah kebal obat, virus akan berkembang lagi di dalam tubuh,” tandasnya.*ind
1
Komentar