Trump Resmi Dimakzulkan DPR AS
Mayoritas dari Republik, nasib Trump bakal 'diselamatkan' di sidang Senat
WASHINGTON DC, NusaBali
Presiden AS Donald Trump resmi menjadi presiden ketiga dalam sejarah negeri "Uncle Sam" yang dimakzulkan. Dalam sidang paripurna yang digelar Rabu (18/12) malam waktu setempat, DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap presiden 73 tahun itu.
Pasal 1 yaitu Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives. Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
Sementara Pasal 2 yakni Menghalangi Penyelidikan Kongres, menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Yang menarik, politisi Demokrat yang juga maju sebagai bakal calon presiden, Tulsi Gabbard, memutuskan untuk abstain dalam voting tersebut. Dia sepakat dengan fakta bahwa Trump sudah melakukan kesalahan sehingga proses pemakzulan itu harus dijalankan.
"Namun, di sisi lain, saya yakin bahwa proses pemakzulan ini haruslah bukan karena sikap salah satu kubu, yang kemudian menyebabkan bangsa ini terpecah," paparnya seperti dilansir kompas.
Trump pun menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS. Setelah ini, tahap selanjutnya dalam proses pemakzulan adalah membawa resolusi tersebut ke level Senat, di mana mereka akan membahasnya tahun depan. Di tahap ini, kecil kemungkinan Trump bakal dilengserkan karena 53 dari 100 kursi senator dipegang oleh Partai Republik.
Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Trump memang layak dimakzulkan. Dia menjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS.
"Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator," ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.
Trump menjalani sidang pemakzulan buntut percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu. Dalam percakapan itu, Trump dituduh menekan Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya dalam Pilpres AS 2020.
Gedung Putih memberikan reaksi keras terhadap pemakzulan Donald Trump oleh House of Representatives (HOR) atau DPR AS. Disebutkan Gedung Putih bahwa pemakzulan Trump merupakan 'babak politik paling memalukan' dalam sejarah AS.
Seperti dilansir CNN, Kamis (19/12), Gedung Putih dalam pernyataan resmi yang dirilis Rabu (18/12) malam menyebut pemakzulan yang digulirkan Partai Demokrat yang mendominasi DPR AS sebagai 'penipuan' karena hak Trump untuk mendapat keadilan dan proses hukum yang mendasar, telah disangkal.
Proses pemakzulan Trump sendiri masih jauh dari akhir, karena dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS yang dijeratkan terhadap Trump selanjutnya akan diteruskan ke Senat AS. Sesuai prosedur, Senat AS akan menggelar sidang dan memutuskan apakah akan memakzulkan Trump sepenuhnya atau tidak. Dibutuhkan sedikitnya dua pertiga suara mayoritas dalam Senat AS untuk memakzulkan Trump.
"Presiden meyakini Senat akan memulihkan ketertiban, keadilan dan penegakan hukum, yang semuanya diabaikan dalam proses di DPR. Dia (Trump-red) bersiap untuk langkah-langkah selanjutnya dan percaya diri bahwa dia akan dibebaskan sepenuhnya," tegas Gedung Putih.
"Presiden Trump akan terus bekerja tanpa lelah untuk memenuhi kebutuhan dan prioritas rakyat Amerika, seperti yang telah dilakukannya sejak dia menjabat," demikian pernyataan Gedung Putih. *
Pasal 1 yaitu Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives. Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
Sementara Pasal 2 yakni Menghalangi Penyelidikan Kongres, menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Yang menarik, politisi Demokrat yang juga maju sebagai bakal calon presiden, Tulsi Gabbard, memutuskan untuk abstain dalam voting tersebut. Dia sepakat dengan fakta bahwa Trump sudah melakukan kesalahan sehingga proses pemakzulan itu harus dijalankan.
"Namun, di sisi lain, saya yakin bahwa proses pemakzulan ini haruslah bukan karena sikap salah satu kubu, yang kemudian menyebabkan bangsa ini terpecah," paparnya seperti dilansir kompas.
Trump pun menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS. Setelah ini, tahap selanjutnya dalam proses pemakzulan adalah membawa resolusi tersebut ke level Senat, di mana mereka akan membahasnya tahun depan. Di tahap ini, kecil kemungkinan Trump bakal dilengserkan karena 53 dari 100 kursi senator dipegang oleh Partai Republik.
Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Trump memang layak dimakzulkan. Dia menjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS.
"Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator," ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.
Trump menjalani sidang pemakzulan buntut percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli lalu. Dalam percakapan itu, Trump dituduh menekan Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya dalam Pilpres AS 2020.
Gedung Putih memberikan reaksi keras terhadap pemakzulan Donald Trump oleh House of Representatives (HOR) atau DPR AS. Disebutkan Gedung Putih bahwa pemakzulan Trump merupakan 'babak politik paling memalukan' dalam sejarah AS.
Seperti dilansir CNN, Kamis (19/12), Gedung Putih dalam pernyataan resmi yang dirilis Rabu (18/12) malam menyebut pemakzulan yang digulirkan Partai Demokrat yang mendominasi DPR AS sebagai 'penipuan' karena hak Trump untuk mendapat keadilan dan proses hukum yang mendasar, telah disangkal.
Proses pemakzulan Trump sendiri masih jauh dari akhir, karena dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi Kongres AS yang dijeratkan terhadap Trump selanjutnya akan diteruskan ke Senat AS. Sesuai prosedur, Senat AS akan menggelar sidang dan memutuskan apakah akan memakzulkan Trump sepenuhnya atau tidak. Dibutuhkan sedikitnya dua pertiga suara mayoritas dalam Senat AS untuk memakzulkan Trump.
"Presiden meyakini Senat akan memulihkan ketertiban, keadilan dan penegakan hukum, yang semuanya diabaikan dalam proses di DPR. Dia (Trump-red) bersiap untuk langkah-langkah selanjutnya dan percaya diri bahwa dia akan dibebaskan sepenuhnya," tegas Gedung Putih.
"Presiden Trump akan terus bekerja tanpa lelah untuk memenuhi kebutuhan dan prioritas rakyat Amerika, seperti yang telah dilakukannya sejak dia menjabat," demikian pernyataan Gedung Putih. *
Komentar