Hanura Makin Tak Diperhitungkan di Pilkada 2020
Dampak Konflik OSO-Wiranto
Menjelang Pilkada 2020 konflik Partai Hanura antara Wiranto dan Oesman Sapta Odang (OSO) semakin memanas.
JAKARTA, NusaBali
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan konflik ini akan merugikan Partai Hanura. "Konflik pasti sangat merugikan Hanura, partai ini mestinya berbenah karena tak lolos ke Senayan. Bukan konsolidasi yang dilakukan malah mempertajam pertikaian," ujar Adi saat dihubungi, Rabu (18/12).
Menurut Adi, cara politik Hanura saat ini semakin melemah dan tidak diperhitungkan. Salah satu halnya yaitu karena tidak lolosnya Hanura ke Senayan dan adanya perpecahan di internal parpol.
"Secara politik bargaining Hanura makin lemah dan tak diperhitungkan. Bukan hanya karena tak lolos Senayan, tapi sudah tak ada lagi yang bisa diharapkan dari partai yang dirundung prahara internal," ujar Adi, seperti dilansir detikcom.
Adi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Parameter Politik mengatakan, saat ini Hanura sebaiknya fokus dalam menghadapi Pilkada 2020. Serta melakukan islah dengan cara duduk bersama mencari jalan tengah dari persoalan yang ada. "Ya fokus konsolidasi dan menatap pilkada 2020, dengan kekuatan yang tersisa. Memang berat, tapi tak ada pilihan lain selain maju terus," kata Adi. "Solusinya harus islah. Kubu OSO dan Wiranto harus duduk bersama mencari jalan tengah. Jika tidak, Hanura diambang senjakala kehancurannya" sambungnya.
Meski tak melampaui ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT), Partai Hanura sendiri disebut masih dapat mengikuti kontestasi Pilkada 2020. Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan hal ini karena syarat dukungan Pilkada dapat berupa kursi atau suara sah pada Pileg. "Bisa, kan di DPRD tidak ada PT, dia dapat kursi dan suara kok. Kalau Pilkada kan syarat dukungannya 20% kursi atau 25% suara sah Pileg, PT hanya ada untuk DPR RI," tutur Titi saat dihubungi terpisah.
Diketahui, perseteruan antara Wiranto dan Oesman Sapta Odang (OSO) soal penguasaan Partai Hanura kian panas. Wiranto buka-bukaan awalnya dia ingin menjadikan OSO ibarat 'ketum boneka', namun OSO memberontak merebut partai yang didirikan oleh Ketua Wantimpres itu.
Panasnya Wiranto versus OSO ini berawal saat loyalis OSO mendesak agar Wiranto mengundurkan diri dari posisi Ketua Dewan Pembina (Wanbin) Hanura setelah terpilih sebagai Wantimpres. Awalnya Wiranto menolak karena larangan Wantimpres menjabat di partai hanya berlaku untuk pengurus harian.
Namun Rabu (18/12), Wiranto menyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua Wanbin Hanura. Ia hanya menegaskan bukan dipecat dari partai sendiri, melainkan memutuskan mundur dari dari Ketua Wanbin.
Tak hanya itu, Wiranto juga meminta OSO mematuhi pakta integritas yang dibuat sebelum ia terpilih sebagai Ketum. Eks Menko Polhukam itu mendesak OSO mundur dari Ketum karena OSO gagal membawa Hanura lolos ambang batas parlemen pada Pileg 2019. *
Menurut Adi, cara politik Hanura saat ini semakin melemah dan tidak diperhitungkan. Salah satu halnya yaitu karena tidak lolosnya Hanura ke Senayan dan adanya perpecahan di internal parpol.
"Secara politik bargaining Hanura makin lemah dan tak diperhitungkan. Bukan hanya karena tak lolos Senayan, tapi sudah tak ada lagi yang bisa diharapkan dari partai yang dirundung prahara internal," ujar Adi, seperti dilansir detikcom.
Adi yang juga merupakan Direktur Eksekutif Parameter Politik mengatakan, saat ini Hanura sebaiknya fokus dalam menghadapi Pilkada 2020. Serta melakukan islah dengan cara duduk bersama mencari jalan tengah dari persoalan yang ada. "Ya fokus konsolidasi dan menatap pilkada 2020, dengan kekuatan yang tersisa. Memang berat, tapi tak ada pilihan lain selain maju terus," kata Adi. "Solusinya harus islah. Kubu OSO dan Wiranto harus duduk bersama mencari jalan tengah. Jika tidak, Hanura diambang senjakala kehancurannya" sambungnya.
Meski tak melampaui ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT), Partai Hanura sendiri disebut masih dapat mengikuti kontestasi Pilkada 2020. Direktur Perludem Titi Anggraini mengatakan hal ini karena syarat dukungan Pilkada dapat berupa kursi atau suara sah pada Pileg. "Bisa, kan di DPRD tidak ada PT, dia dapat kursi dan suara kok. Kalau Pilkada kan syarat dukungannya 20% kursi atau 25% suara sah Pileg, PT hanya ada untuk DPR RI," tutur Titi saat dihubungi terpisah.
Diketahui, perseteruan antara Wiranto dan Oesman Sapta Odang (OSO) soal penguasaan Partai Hanura kian panas. Wiranto buka-bukaan awalnya dia ingin menjadikan OSO ibarat 'ketum boneka', namun OSO memberontak merebut partai yang didirikan oleh Ketua Wantimpres itu.
Panasnya Wiranto versus OSO ini berawal saat loyalis OSO mendesak agar Wiranto mengundurkan diri dari posisi Ketua Dewan Pembina (Wanbin) Hanura setelah terpilih sebagai Wantimpres. Awalnya Wiranto menolak karena larangan Wantimpres menjabat di partai hanya berlaku untuk pengurus harian.
Namun Rabu (18/12), Wiranto menyatakan mengundurkan diri sebagai Ketua Wanbin Hanura. Ia hanya menegaskan bukan dipecat dari partai sendiri, melainkan memutuskan mundur dari dari Ketua Wanbin.
Tak hanya itu, Wiranto juga meminta OSO mematuhi pakta integritas yang dibuat sebelum ia terpilih sebagai Ketum. Eks Menko Polhukam itu mendesak OSO mundur dari Ketum karena OSO gagal membawa Hanura lolos ambang batas parlemen pada Pileg 2019. *
1
Komentar