Giliran Dua Desa Adat Tolak Reklamasi
“Kami siap diaudit. Tapi setelah itu, kami juga minta PPATK untuk melakukan audit dana investor yang sudah habis hingga Rp 1 triliun untuk rencana reklamasi ini” (Koordinator ForBALI, I Wayan ‘Gendo’ Suardana)
DENPASAR, NusaBali
Setelah 39 desa adat di Bali yang dengan tegas mendeklarasikan tolak reklamasi Teluk Benoa, kali ini dua desa adat lagi menyusul yakni Desa Adat Sumerta dan Desa Adat Tanjung Bungkak dengan menggelar aksi damai dipusatkan di pertigaan Banjar Bengkel, Desa Sumerta Kelod, Denpasar Timur, Minggu (31/7) sore.
Ribuan massa memadati Jalan Hayam Wuruk, sekitar pukul 13.30 wita, lanjut long march ke Jalan Nusa Indah, Jalan WR Supratman, Jalan Kecubung dan kembali lagi ke Jalan Hayam Wuruk, lalu berkumpul di pertigaan Jalan Banjar Bengkel. Massa yang sebagian besar mengenakan pakaian adat madya itu melakukan orasi dan pengibaran bendera.
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan ‘Gendo’ Suardana mengawali orasinya di hadapan ribuan massa. Dia menyoroti isu yang menyatakan dana kampanye ForBali dipertanyakan oleh Presiden Joko Widodo, seperti diberitakan di salah satu media online. Menurutnya, itu merupakan salah satu propaganda untuk menurunkan semangat rakyat untuk melakukan perlawanan.
"Media propaganda seperti itu jangan kita hiraukan, mereka hanya ingin menurunkan semangat kita. Tapi kita lihat saat ini, semakin kita dipropaganda kita semakin kuat untuk melakukan puputan. Saya yakin masyarakat dan desa adat tidak akan pernah surut memperjuangkan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa," kata Gendo.
Dia juga menegaskan bahwa fitnah-fitnah yang dibuat oleh antek-antek investor akan semakin membuat masyarakat bergeliat. Gendo juga menantang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengaudit dana yang dikeluarkan oleh desa adat dan ForBALI yang selama ini dipakai untuk melakukan aksi tolak reklamasi Teluk Benoa selama 4 tahun terakhir. "Kami masyarakat akan bertanggung jawab mengenai dana kampanye yang kita lakukan 4 tahun terakhir. Katanya Pak Jokowi bertanya darimana asal dana kami. Kami siap di audit. Tapi setelah itu, kami juga minta PPATK untuk melakukan audit dana investor yang sudah habis hingga Rp 1 triliun untuk rencana reklamasi ini," teriak Gendo.
Sementara itu, Bendesa Adat Tanjung Bungkak, I Ketut Sweden, dalam orasinya menyatakan reklamasi atau pengurugan Teluk Benoa akan berdampak negatif terhadap alam ini. "Ketakutan kita ketika nantinya Teluk Benoa diurug maka kawasan suci Teluk Benoa akan menjadi korban. Kekhawatiran orang Bali imbas alam yang akan terjadi dirasakan oleh masyarakat Bali sendiri," ujarnya.
Aksi damai tolak reklamasi Teluk Benoa juga diisi dengan atraksi Tarian Baruna Murti dari Desa Adat Sumerta dan Tanjung Bungkak. Pementasan Baruna Murti merupakan simbol dimana Sang Hyang Baruna agar tidak murka ketika manusia melewati batas alam yakni merusak kekayaan alam dan kesucian Teluk Benoa.
"Tarian ini kita ambil dari konsep Tri Hita Karana dimana kita di masyarakat Bali menganut konsep tersebut yakni parhyangan, pawongan, dan palemahan. Menjaga hubungan baik dengan Tuhan, Manusia, dan Alam. Nah inilah yang harus kita jaga terutama pada palemahan seperti yang kita perjuangkan saat ini," ujar Bendesa Adat Sumerta Wayan Batuantara.
Pada pertengahan tarian menceritakan pengusaha yang mengandalkan uang untuk membayar semua yang diinginkan, menguasai manusia dengan uang agar bisa memiliki alam Bali untuk dijadikan lahan bisnis. Di tengah tarian tersebut ada adegan pembakaran Ogoh-ogoh sebagai simbol mobil keruk yang akan mengeruk laut Bali. Deklaras sore kemarin, diakhiri dengan penampilan band, Scared Of Bums, Choki NTRL, dan Nacikula. * cr63
Setelah 39 desa adat di Bali yang dengan tegas mendeklarasikan tolak reklamasi Teluk Benoa, kali ini dua desa adat lagi menyusul yakni Desa Adat Sumerta dan Desa Adat Tanjung Bungkak dengan menggelar aksi damai dipusatkan di pertigaan Banjar Bengkel, Desa Sumerta Kelod, Denpasar Timur, Minggu (31/7) sore.
Ribuan massa memadati Jalan Hayam Wuruk, sekitar pukul 13.30 wita, lanjut long march ke Jalan Nusa Indah, Jalan WR Supratman, Jalan Kecubung dan kembali lagi ke Jalan Hayam Wuruk, lalu berkumpul di pertigaan Jalan Banjar Bengkel. Massa yang sebagian besar mengenakan pakaian adat madya itu melakukan orasi dan pengibaran bendera.
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan ‘Gendo’ Suardana mengawali orasinya di hadapan ribuan massa. Dia menyoroti isu yang menyatakan dana kampanye ForBali dipertanyakan oleh Presiden Joko Widodo, seperti diberitakan di salah satu media online. Menurutnya, itu merupakan salah satu propaganda untuk menurunkan semangat rakyat untuk melakukan perlawanan.
"Media propaganda seperti itu jangan kita hiraukan, mereka hanya ingin menurunkan semangat kita. Tapi kita lihat saat ini, semakin kita dipropaganda kita semakin kuat untuk melakukan puputan. Saya yakin masyarakat dan desa adat tidak akan pernah surut memperjuangkan penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa," kata Gendo.
Dia juga menegaskan bahwa fitnah-fitnah yang dibuat oleh antek-antek investor akan semakin membuat masyarakat bergeliat. Gendo juga menantang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengaudit dana yang dikeluarkan oleh desa adat dan ForBALI yang selama ini dipakai untuk melakukan aksi tolak reklamasi Teluk Benoa selama 4 tahun terakhir. "Kami masyarakat akan bertanggung jawab mengenai dana kampanye yang kita lakukan 4 tahun terakhir. Katanya Pak Jokowi bertanya darimana asal dana kami. Kami siap di audit. Tapi setelah itu, kami juga minta PPATK untuk melakukan audit dana investor yang sudah habis hingga Rp 1 triliun untuk rencana reklamasi ini," teriak Gendo.
Sementara itu, Bendesa Adat Tanjung Bungkak, I Ketut Sweden, dalam orasinya menyatakan reklamasi atau pengurugan Teluk Benoa akan berdampak negatif terhadap alam ini. "Ketakutan kita ketika nantinya Teluk Benoa diurug maka kawasan suci Teluk Benoa akan menjadi korban. Kekhawatiran orang Bali imbas alam yang akan terjadi dirasakan oleh masyarakat Bali sendiri," ujarnya.
Aksi damai tolak reklamasi Teluk Benoa juga diisi dengan atraksi Tarian Baruna Murti dari Desa Adat Sumerta dan Tanjung Bungkak. Pementasan Baruna Murti merupakan simbol dimana Sang Hyang Baruna agar tidak murka ketika manusia melewati batas alam yakni merusak kekayaan alam dan kesucian Teluk Benoa.
"Tarian ini kita ambil dari konsep Tri Hita Karana dimana kita di masyarakat Bali menganut konsep tersebut yakni parhyangan, pawongan, dan palemahan. Menjaga hubungan baik dengan Tuhan, Manusia, dan Alam. Nah inilah yang harus kita jaga terutama pada palemahan seperti yang kita perjuangkan saat ini," ujar Bendesa Adat Sumerta Wayan Batuantara.
Pada pertengahan tarian menceritakan pengusaha yang mengandalkan uang untuk membayar semua yang diinginkan, menguasai manusia dengan uang agar bisa memiliki alam Bali untuk dijadikan lahan bisnis. Di tengah tarian tersebut ada adegan pembakaran Ogoh-ogoh sebagai simbol mobil keruk yang akan mengeruk laut Bali. Deklaras sore kemarin, diakhiri dengan penampilan band, Scared Of Bums, Choki NTRL, dan Nacikula. * cr63
Komentar