Sudikerta Diganjar 12 Tahun
Dihukum lebih ringan dari tuntutan jaksa dalam perkara penipuan jual beli tanah Rp 150 miliar, mantan Wakil Gubernur Sudikerta langsung banding
DENPASAR, NusaBali
Mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 52, diganjar hukuman 12 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan dalam kasus dugaan penipuan jual beli tanah dan tindak pedana pencucuan uang (TPPU) senilai Rp 150 miliar. Usai divonis 12 tahun penjara dalam siding putusan di PN Denpasar, Jumat (20/12), terdakwa Sudikerta langsung menyatakan banding.
Vonis 12 tahun penjara untuk terdakwa Sudikerta yang dibacakan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi di PN Denpasar, Jumat kemarin, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar. Sebelumnya, JPU menuntut politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini hukuman 15 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar.
Pantauan NusaBali, sidang dengan agenda putusan di PN Denpasar, Jumat kemarin, berlangsung singkat hanya 1 jam, sejak mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 11.00 Wita. Sidang tersebut hanya dihadiri segelintir keluarga dan kerabat terdakwa Sudikerta. Hanya sekitar 15 kolega dan pendukung setia Sudikerta yang sejak awal sidang selalu memberi dukungan.
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim kemarin, terdakwa Sudikerta dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penipuan Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa Sudikerta, merugikan orang lain yaitu bos PT Maspion Group Surabaya, Alim Markus, sebesar Rp 150 miliar. Selain itu, perbuatan mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini juga disebut menganggu investasi pariwisata.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan terdakwa Sudikerta, yang bersangkutan sopan dan mengakui kesalahannya. “Beliau (Sudikerta) juga sempat berjasa selama menjadi Wakil Bupati Badung (2005-2013) dan Wakil Gubernur Bali (2013-2018),” tegas hakim Esthar Oktavi.
Usai bacakan putusan berisi hukuman 12 tahun penjara, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Sudikerta untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, I Nyoman Darmada cs, di ruang sidang PN Denpasar kemarin. Tidak perlu waktu lama untuk konsultasi, terdakwa Sudikerta langsung menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim. “Saya menyatakan banding, Yang Mulia,” ujar Sudikerta seraya meminta agar bandingnya langsung diproses.
Setelah sidang ditutup, Sudikerta yang dikawal kuasa hukumnya langsung menuju ruang Panitera PN Denpasar untuk mendaftarkan banding. Ketika ditanya soal alasan mengajukan banding, Sudikerta enggan berkomentar. “Nanti sama pengacara saya saja,” elak Sudikerta, yang sebelumnya ditangkap jajaran Subdit V Dit Reskrimsus Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, saat hendak terbang ke Jakarta, 4 April 2019 atau hanya berselang dua pekan jelang coblosan Pileg 2019.
Sedangkan kuasa hukumnya, Nyoman Darmada, mengatakan meski vonis 12 tahun penjara bagi terdakwa Sudikerta sangat berat, namun pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim. Hanya saja, pihaknya tetap akan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. “Sesuai keterangan Pak Sudikerta tadi, kami mengajukan banding,” tegas Darmada.
Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama namun disidangkan terpisah di PN Denpasar kemarin, AA Ngurah Agung, 68, diganjar hukuman 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa Ngurah Agung 8 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Ngurah Agung terbukti bersama dengan dua terdakwa lainnya, Ketut Sudikerta dan Wayan Wakil, 58, melakukan tindak pidana penipuan dan TPPU, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Seperti halnya terdakwa Sudikierta, terdakwa Ngurah Agung juga langsung menyatakan banding atas vonis majelis hakim. “Kami juga menyatakan banding,” ujar kuasa hukum Ngurah Agung, Pande Made Sugiartha.
Di sisi lain, JPU I Ketut Sujaya menyatakan masih pikir-pikir atas vonis majelis hakim terhadap terdakwa Sudikerta dan Ngurah Agung yang lebih ringan dari tuntutan. “Kami masih pikir-pikir atas putusan hakim tersebut,” tegas Ketut Sujaya didampingi dua Tim JPU lainnya, Eddy Artha Wijaya dan Martinus Suluh, saat dikonfirmasi NusaBali seusai siding kemarin.
Kasus yang menjerat mantan Wagub Bali Ketut Sudikerta sebagai terdakwa, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.
Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013.
Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Vonis 12 tahun penjara untuk terdakwa Sudikerta yang dibacakan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi di PN Denpasar, Jumat kemarin, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Denpasar. Sebelumnya, JPU menuntut politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini hukuman 15 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar.
Pantauan NusaBali, sidang dengan agenda putusan di PN Denpasar, Jumat kemarin, berlangsung singkat hanya 1 jam, sejak mulai pagi pukul 10.00 Wita hingga siang pukul 11.00 Wita. Sidang tersebut hanya dihadiri segelintir keluarga dan kerabat terdakwa Sudikerta. Hanya sekitar 15 kolega dan pendukung setia Sudikerta yang sejak awal sidang selalu memberi dukungan.
Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim kemarin, terdakwa Sudikerta dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penipuan Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa Sudikerta, merugikan orang lain yaitu bos PT Maspion Group Surabaya, Alim Markus, sebesar Rp 150 miliar. Selain itu, perbuatan mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini juga disebut menganggu investasi pariwisata.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan terdakwa Sudikerta, yang bersangkutan sopan dan mengakui kesalahannya. “Beliau (Sudikerta) juga sempat berjasa selama menjadi Wakil Bupati Badung (2005-2013) dan Wakil Gubernur Bali (2013-2018),” tegas hakim Esthar Oktavi.
Usai bacakan putusan berisi hukuman 12 tahun penjara, majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Sudikerta untuk berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, I Nyoman Darmada cs, di ruang sidang PN Denpasar kemarin. Tidak perlu waktu lama untuk konsultasi, terdakwa Sudikerta langsung menyatakan banding atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim. “Saya menyatakan banding, Yang Mulia,” ujar Sudikerta seraya meminta agar bandingnya langsung diproses.
Setelah sidang ditutup, Sudikerta yang dikawal kuasa hukumnya langsung menuju ruang Panitera PN Denpasar untuk mendaftarkan banding. Ketika ditanya soal alasan mengajukan banding, Sudikerta enggan berkomentar. “Nanti sama pengacara saya saja,” elak Sudikerta, yang sebelumnya ditangkap jajaran Subdit V Dit Reskrimsus Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, saat hendak terbang ke Jakarta, 4 April 2019 atau hanya berselang dua pekan jelang coblosan Pileg 2019.
Sedangkan kuasa hukumnya, Nyoman Darmada, mengatakan meski vonis 12 tahun penjara bagi terdakwa Sudikerta sangat berat, namun pihaknya tetap menghormati putusan majelis hakim. Hanya saja, pihaknya tetap akan melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. “Sesuai keterangan Pak Sudikerta tadi, kami mengajukan banding,” tegas Darmada.
Sementara itu, terdakwa lainnya dalam kasus yang sama namun disidangkan terpisah di PN Denpasar kemarin, AA Ngurah Agung, 68, diganjar hukuman 6 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim lebih rendah dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa Ngurah Agung 8 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Ngurah Agung terbukti bersama dengan dua terdakwa lainnya, Ketut Sudikerta dan Wayan Wakil, 58, melakukan tindak pidana penipuan dan TPPU, sebagaimana diatur dan diancam Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Seperti halnya terdakwa Sudikierta, terdakwa Ngurah Agung juga langsung menyatakan banding atas vonis majelis hakim. “Kami juga menyatakan banding,” ujar kuasa hukum Ngurah Agung, Pande Made Sugiartha.
Di sisi lain, JPU I Ketut Sujaya menyatakan masih pikir-pikir atas vonis majelis hakim terhadap terdakwa Sudikerta dan Ngurah Agung yang lebih ringan dari tuntutan. “Kami masih pikir-pikir atas putusan hakim tersebut,” tegas Ketut Sujaya didampingi dua Tim JPU lainnya, Eddy Artha Wijaya dan Martinus Suluh, saat dikonfirmasi NusaBali seusai siding kemarin.
Kasus yang menjerat mantan Wagub Bali Ketut Sudikerta sebagai terdakwa, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.
Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013.
Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Komentar