Subak Gunung Berharap Berkah Pariwisata
Harapan para petani yang bergabung di Subak Gunung, mewilayahi 20 tempek beranggotakan 250 petani ini dapat memanfaatkan sisi-siai lahan mreka untuk fasilitas pariwisata.
AMLAPURA, NusaBali
Petani era milenial tentu tak cukup menghasilkan beras, palawija, dan umbi-umbian. Petani juga penting dibantu untuk mendiversifikasi pendapatan dengan memanfaatkan bentang humanya menjadi kawasan wisata, sebagaimana umumnya di Bali.
Seperti Subak Gunung di Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem, misalnya. Bentang huma di subak ini amat memikat setiap orang/wisatawan yang melintas di jalan Amlapura-Singaraja. Bisanya, usai menikmati Objek Wisata Pura Sad Kahyangan Lempuyang, berhenti di pinggir jalan menikmati pemandangan hijau di subak tersebut. Begitu juga wisatawan usai berwisata menyelam di perairan Objek Wisata Tulamben, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, menyempatkan untuk mendapatkan hawa segar, menikmati desiran angin sawah yang terbentang luas sejauh mata memandang. Ada juga wisatawan yang berkunjung ke Objek Wisata Tirta Gangga, berjarak sekitar 500 meter ke arah timur, menyempatkan menikmati panorama alam itu. Walau di sekitar Objek Wisata Tirtagangga, juga dikelilingi pemandangan sawah terbentang ke arah selatan dan barat.
Potensi subak ini untuk dikembangkan menjadi objek wisata sangat memungkinkan. Bermodal panorama hijau lahan sawah ribuan hektare ke arah timur dan selatan. Apalagi lahan subak ini merupakan kombinasi dari panorama bebukitan yang juga terlihat Gunung Kembar Seraya, Gunung Lempuyang dan sebagian laut di perairan Banjar Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem.
Petani yang bernaung di Subak Gunung secara kontinyu bertanam padi, sehingga pemandangannya selalu berupa aktivitas mengolah lahan, mulai dari membajak sawah, bertanam padi, mencabut rumput di antara tanaman padi. Begitu juga diselingi menggelar upacara secara berkala yang dilakukan perorangan, mulai dari upacara nuasen pertanda memulai hendak bertanam bertujuan sebagai permakluman kepada Tuhan atau Dewi Sri, agar padi ditanam tumbuh subur. Berlanjut upacara ngawitwit dilakukan saat petani memulai tabur benih pembibitan, juga bertujuan agar bibit ditanam tumbuh subur.
Disusul nuasen nandur sesaat hendak bertanam padi, agar proses tanam padi lancar, tumbuh tanpa gangguan hama. Upacara ngeroras dilakukan saat padi umur 12 hari, mabiukukung dilakukan saat padi umur 70 hari, upacara nyangket atau mabanten manyi jelang panen, hingga terakhir upacara mantenin saat padi disimpan di lumbung.
Sedangkan ada juga upacara dilakukan berkelompok melibatkan seluruh anggota subak, misalnya upacara magpag toya di sumber air, Nangluk Merana untuk menjauhkan serangan hama digelar di Pura Bedugul atau Pura Ulunswi. Usaba Nini, upacara jelang panen persembahan kepada Dewi Sri yang diyakini sebagai dewi kasuburan.
Jadi selain wisatawan bisa menikmati panorama hijau lahan sawah, juga ada aktivitas agraris secara berkesinambungan. Bagi yang berniat menikmati langsung keindahan alam Subak Gunung, bisa langsung jalan-jalan menyusuri jalan setapak di tengah sawah. Sebab, saluran irigasi telah diperbaiki untuk kelancaran pembagian aliran air, sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak membelah lahan sawah, dari utara ke selatan.
Di tengah sawah juga ada pasucian jepun, dengan mata airnya tak pernah henti. Beji Jepun disucikan Krama Desa Adat Ababi, digunakan untuk masucian Ida Bhatara di upacara Usaba Kapat, Usaba Kalima dan Usaba Kapitu. Dinamai Beji Jepun, karena di atas mata air ada pohon jepun besar. Juga dibangun pancuran untuk digunakan warga petani hendak mandi, seusai melakukan aktivitas di sawah.
Di Subak Gunung itu tidak mengenal pola tanam bertanam secara bergantian, selalu bertanam padi sepanjang tahun. Sebenarnya pola tanam ada tiga, selama setahun tiga kali tanam. Pola tanam pertama tersebut padi - padi - padi, pola tanam kedua, padi - padi - palawija, dan pola tanam ketiga padi - palawija - padi.
Subak Gunung seluas 81,3 hektare dengan memanfaatkan mata Air Tirtagangga, mata Air Embukan, dan Mata Air Yeha, mengalir 24 jam, pembagian airnya secara merata dikoordinasikan Kelian Subak Gunung I Gede Sueta.
I Gede Sueta Kelian Subak Gunung asal Banjar/Desa Ababi sangat berharap potensi subak ini dikembangkan jadi objek wisata dengan membangun jalan setapak sekeliling wilayah subak, ditunjang bale saka pat (bangun empat tiang) tempat selfie. Dengan harapan para petani yang bergabung di Subak Gunung, mewilayahi 20 tempek beranggotakan 250 petani ini dapat memanfaatkan sisi-siai lahan mreka untuk fasilitas pariwisata. "Saya setuju wilayah Subak Gunung dikembangkan jadi objek wisata ramah lingkungan tanpa mengubah adat dan budaya petani setempat," jelas I Gede Sueta dihubungi di Subak Gunung, Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem, Sabtu (14/12).
Subak Gunung bersanding dengan Subak Embukan dengan lahan 94,88 hektare, Subak Bekukih dengan lahan 49,91 hektare, Subak Tauka dengan lahan 18,45 hektare, Subak Penaban dengan lahan 32,2 hektare, Subak bale Punduk dengan lahan 53,5 hektare, dan yang lain-lainnya.
Petani Subak Gunung memiliki pola tanam padi, padi dan padi. Padahal petani yang cerdas bisa memilih pola tanam padi, palawija dan padi, sehingga struktur tanah masih bisa bernapas, tidak dijejali pupuk urea. Di samping kesuburan lahan tetap terjaga. Apalagi saat bertanam palawija seperti kedelai, tidak perlu dengan cara mengolah lahan. Tetapi yang menyebabkan pola tanam, padi, padi dan padi, adalah kehendak pemilik lahan. Sedangkan yang mengolah kebanyakan penggarap, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan inovasi di sawah.
I Gede Sueta mengatakan mengenai pola tanam merupakan kesepakatan setiap tempek subak. Sehubungan air untuk pertanian mencukupi, tiap tempek sepakat bertanam padi terus menerus. "Itu kan tergantung kesepakatan pemilik lahan juga, petani penggarap hanya tunduk kepada pemilik lahan," katanya.
Sedangkan dukungan dari Perbekel Ababi I Wayan Siki, tahun 2020, diagendakan membangun jalan setapak dari jalan raya Amlapura-Singaraja, menuju Beji Jepun, guna memudahkan krama menggelar upacara masucian jelang aci di Desa Adat Ababi. "Kalau jalan setapak menuju Beji Jepun, saya agendakan dibangun tahun 2020," kata I Wayan Siki.
Padahal di tengah-tengah lahan sawah Subak Gunung telah ada jalan raya memulai dari selatan Banjar Tauka, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, hanya saja, untuk menyambungkan ke Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, masih kesulitan, menyangkut pembebasan lahan. "Makanya di wilayah Banjar Tauka, di tengah sawah telah ada vila," katanya. *nant
Seperti Subak Gunung di Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem, misalnya. Bentang huma di subak ini amat memikat setiap orang/wisatawan yang melintas di jalan Amlapura-Singaraja. Bisanya, usai menikmati Objek Wisata Pura Sad Kahyangan Lempuyang, berhenti di pinggir jalan menikmati pemandangan hijau di subak tersebut. Begitu juga wisatawan usai berwisata menyelam di perairan Objek Wisata Tulamben, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, menyempatkan untuk mendapatkan hawa segar, menikmati desiran angin sawah yang terbentang luas sejauh mata memandang. Ada juga wisatawan yang berkunjung ke Objek Wisata Tirta Gangga, berjarak sekitar 500 meter ke arah timur, menyempatkan menikmati panorama alam itu. Walau di sekitar Objek Wisata Tirtagangga, juga dikelilingi pemandangan sawah terbentang ke arah selatan dan barat.
Potensi subak ini untuk dikembangkan menjadi objek wisata sangat memungkinkan. Bermodal panorama hijau lahan sawah ribuan hektare ke arah timur dan selatan. Apalagi lahan subak ini merupakan kombinasi dari panorama bebukitan yang juga terlihat Gunung Kembar Seraya, Gunung Lempuyang dan sebagian laut di perairan Banjar Ujung Pesisi, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem.
Petani yang bernaung di Subak Gunung secara kontinyu bertanam padi, sehingga pemandangannya selalu berupa aktivitas mengolah lahan, mulai dari membajak sawah, bertanam padi, mencabut rumput di antara tanaman padi. Begitu juga diselingi menggelar upacara secara berkala yang dilakukan perorangan, mulai dari upacara nuasen pertanda memulai hendak bertanam bertujuan sebagai permakluman kepada Tuhan atau Dewi Sri, agar padi ditanam tumbuh subur. Berlanjut upacara ngawitwit dilakukan saat petani memulai tabur benih pembibitan, juga bertujuan agar bibit ditanam tumbuh subur.
Disusul nuasen nandur sesaat hendak bertanam padi, agar proses tanam padi lancar, tumbuh tanpa gangguan hama. Upacara ngeroras dilakukan saat padi umur 12 hari, mabiukukung dilakukan saat padi umur 70 hari, upacara nyangket atau mabanten manyi jelang panen, hingga terakhir upacara mantenin saat padi disimpan di lumbung.
Sedangkan ada juga upacara dilakukan berkelompok melibatkan seluruh anggota subak, misalnya upacara magpag toya di sumber air, Nangluk Merana untuk menjauhkan serangan hama digelar di Pura Bedugul atau Pura Ulunswi. Usaba Nini, upacara jelang panen persembahan kepada Dewi Sri yang diyakini sebagai dewi kasuburan.
Jadi selain wisatawan bisa menikmati panorama hijau lahan sawah, juga ada aktivitas agraris secara berkesinambungan. Bagi yang berniat menikmati langsung keindahan alam Subak Gunung, bisa langsung jalan-jalan menyusuri jalan setapak di tengah sawah. Sebab, saluran irigasi telah diperbaiki untuk kelancaran pembagian aliran air, sekaligus berfungsi sebagai jalan setapak membelah lahan sawah, dari utara ke selatan.
Di tengah sawah juga ada pasucian jepun, dengan mata airnya tak pernah henti. Beji Jepun disucikan Krama Desa Adat Ababi, digunakan untuk masucian Ida Bhatara di upacara Usaba Kapat, Usaba Kalima dan Usaba Kapitu. Dinamai Beji Jepun, karena di atas mata air ada pohon jepun besar. Juga dibangun pancuran untuk digunakan warga petani hendak mandi, seusai melakukan aktivitas di sawah.
Di Subak Gunung itu tidak mengenal pola tanam bertanam secara bergantian, selalu bertanam padi sepanjang tahun. Sebenarnya pola tanam ada tiga, selama setahun tiga kali tanam. Pola tanam pertama tersebut padi - padi - padi, pola tanam kedua, padi - padi - palawija, dan pola tanam ketiga padi - palawija - padi.
Subak Gunung seluas 81,3 hektare dengan memanfaatkan mata Air Tirtagangga, mata Air Embukan, dan Mata Air Yeha, mengalir 24 jam, pembagian airnya secara merata dikoordinasikan Kelian Subak Gunung I Gede Sueta.
I Gede Sueta Kelian Subak Gunung asal Banjar/Desa Ababi sangat berharap potensi subak ini dikembangkan jadi objek wisata dengan membangun jalan setapak sekeliling wilayah subak, ditunjang bale saka pat (bangun empat tiang) tempat selfie. Dengan harapan para petani yang bergabung di Subak Gunung, mewilayahi 20 tempek beranggotakan 250 petani ini dapat memanfaatkan sisi-siai lahan mreka untuk fasilitas pariwisata. "Saya setuju wilayah Subak Gunung dikembangkan jadi objek wisata ramah lingkungan tanpa mengubah adat dan budaya petani setempat," jelas I Gede Sueta dihubungi di Subak Gunung, Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Karangasem, Sabtu (14/12).
Subak Gunung bersanding dengan Subak Embukan dengan lahan 94,88 hektare, Subak Bekukih dengan lahan 49,91 hektare, Subak Tauka dengan lahan 18,45 hektare, Subak Penaban dengan lahan 32,2 hektare, Subak bale Punduk dengan lahan 53,5 hektare, dan yang lain-lainnya.
Petani Subak Gunung memiliki pola tanam padi, padi dan padi. Padahal petani yang cerdas bisa memilih pola tanam padi, palawija dan padi, sehingga struktur tanah masih bisa bernapas, tidak dijejali pupuk urea. Di samping kesuburan lahan tetap terjaga. Apalagi saat bertanam palawija seperti kedelai, tidak perlu dengan cara mengolah lahan. Tetapi yang menyebabkan pola tanam, padi, padi dan padi, adalah kehendak pemilik lahan. Sedangkan yang mengolah kebanyakan penggarap, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk melakukan inovasi di sawah.
I Gede Sueta mengatakan mengenai pola tanam merupakan kesepakatan setiap tempek subak. Sehubungan air untuk pertanian mencukupi, tiap tempek sepakat bertanam padi terus menerus. "Itu kan tergantung kesepakatan pemilik lahan juga, petani penggarap hanya tunduk kepada pemilik lahan," katanya.
Sedangkan dukungan dari Perbekel Ababi I Wayan Siki, tahun 2020, diagendakan membangun jalan setapak dari jalan raya Amlapura-Singaraja, menuju Beji Jepun, guna memudahkan krama menggelar upacara masucian jelang aci di Desa Adat Ababi. "Kalau jalan setapak menuju Beji Jepun, saya agendakan dibangun tahun 2020," kata I Wayan Siki.
Padahal di tengah-tengah lahan sawah Subak Gunung telah ada jalan raya memulai dari selatan Banjar Tauka, Desa Tiyingtali, Kecamatan Abang, hanya saja, untuk menyambungkan ke Banjar Tanah Lengis, Desa Ababi, masih kesulitan, menyangkut pembebasan lahan. "Makanya di wilayah Banjar Tauka, di tengah sawah telah ada vila," katanya. *nant
1
Komentar