Kanker Payudara dan Serviks Terbanyak di RSUP Sanglah
Kanker payudara dan kanker serviks masih menjadi kanker paling banyak diderita berdasarkan yang berobat di RSUP Sanglah.
DENPASAR, NusaBali
Menurut Kepala Instalasi Kanker Terpadu RSUP Sanglah, Dr dr I Wayan Sudarsa SpB (K) Onk, kanker serviks sudah kelihatan mengalami penurunan karena perjalanan penyakit hampir jelas, sehingga dengan deteksi dini serta penanganannya, kasusnya bisa ditekan.
“Kanker serviks hampir jelas perjalanan alami penyakitnya. Kanker serviks lebih banyak berhubungan dengan faktor infeksi yakni human papillomavirus yang disebarkan lewat kontak seksual. Bisa jadi pada yang suka berganti pasangan dan aktif kegiatan seksual. Untungnya karena perjalanan penyakitnya hampir jelas, sekarang dikembangkan vaksin anti infeksi human papillomavirus. Pencegahan primer berupa vaksinasi, resiko kanker serviksnya jadi menurun,” ujarnya.
Sementara kanker payudara faktor perjalanan penyakitnya tidak terlalu jelas. Tidak bisa dijelaskan bagaimana faktor penyebabnya secara spesifik. Sehingga sekarang sebagai upaya menyadari adanya benjolan di payudara masih dengan cara yang manual yakni meraba sekitar payudara untuk mengecek benjolan. Sedangkan program screening payudara baru bisa dilakukan di usia 40 tahun. “Di usia tersebut kualitas jaringan payudara tidak lagi padat. Sehingga hasil screening bagus,” jelasnya.
Dr Sudarsa memaparkan, angka kejadian kanker di seluruh dunia meningkat, disertai angka kematiannya yang juga tetap tinggi. Peningkatan kasus kanker justru lebih tinggi di negara-negara berkembang ketimbang negara maju. Hal ini dikarenakan pencatatan kasusnya sangat baik, gaya hidup dan alertness terhadap penyakit kanker sudah bagus, termasuk sistem kesehatan bagus, dan pengawasan kesehatan ketat. Sehingga kanker di negara maju pasti ditemukan lebih awal.
“Di RSUP Sanglah, penderita kanker yang datang ke rumah sakit, sekitar 70-80 persen sudah stadium lanjut. Sehingga menyebabkan kesulitan penanganan, termasuk angka keberhasilannya juga sulit dipastikan,” terangnya.
Secara umum jenis kanker dibagi menjadi dua yakni padat dan tidak padat. Kanker dalam bentuk padat contohnya kanker otak, mata, rongga mulut, leher, tiroid, paru, payudara, usus, ginjal, prostat, jaringan lunak. Sedangkan kanker tidak padat seperti leukemia atau kanker darah dan kanker limfoma. Kanker adalah tumor ganas. Kanker terjadi karena sel normal dalam tubuh berubah sifat dan bentuk menjadi sel yang tidak normal.
“Semua sel dalam tubuh mempunyai resiko untuk bisa berubah karena berbagai faktor. Kanker seringkali dikaitkan dengan faktor gaya hidup. Faktor genetik ada, tapi kecil. Dari 100 orang, hanya 5-10 orang karena keturunan. Jadi harus diingat, kanker bukan penyakit keturunan,” imbuhnya.
Perubahan sel normal menjadi tidak normal tidak terjadi seketika. Perubahannya membutuhkan waktu. Karena itu, masyarakat diharapkan melakukan deteksi dini agar semakin cepat diketahui. Dr Sudarsa juga berupaya meningkatkan peran dokter umum di faskes tingkat I agar lebih awas terhadap kasus tumor yang bersifat padat. Sehingga dengan penanganan yang cepat di faskes I, pasien akan lebih dini ditangani.
“Kami menyelenggarakan seminar untuk meningkatkan peranan dokter umum dalam penanganan kasus tumor yang sifatnya padat. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menambah pengetahuan dokter umum yang bekerja di fasilitas kesehatan tingkat I, karena mereka ujung tombak menemukan di layanan primer. Mereka akan lebih alert, awas, bila menemukan kanker lebih padat, sehingga lebih cepat merujuk pasien, cepat pula ditangani,” tandasnya. *ind
“Kanker serviks hampir jelas perjalanan alami penyakitnya. Kanker serviks lebih banyak berhubungan dengan faktor infeksi yakni human papillomavirus yang disebarkan lewat kontak seksual. Bisa jadi pada yang suka berganti pasangan dan aktif kegiatan seksual. Untungnya karena perjalanan penyakitnya hampir jelas, sekarang dikembangkan vaksin anti infeksi human papillomavirus. Pencegahan primer berupa vaksinasi, resiko kanker serviksnya jadi menurun,” ujarnya.
Sementara kanker payudara faktor perjalanan penyakitnya tidak terlalu jelas. Tidak bisa dijelaskan bagaimana faktor penyebabnya secara spesifik. Sehingga sekarang sebagai upaya menyadari adanya benjolan di payudara masih dengan cara yang manual yakni meraba sekitar payudara untuk mengecek benjolan. Sedangkan program screening payudara baru bisa dilakukan di usia 40 tahun. “Di usia tersebut kualitas jaringan payudara tidak lagi padat. Sehingga hasil screening bagus,” jelasnya.
Dr Sudarsa memaparkan, angka kejadian kanker di seluruh dunia meningkat, disertai angka kematiannya yang juga tetap tinggi. Peningkatan kasus kanker justru lebih tinggi di negara-negara berkembang ketimbang negara maju. Hal ini dikarenakan pencatatan kasusnya sangat baik, gaya hidup dan alertness terhadap penyakit kanker sudah bagus, termasuk sistem kesehatan bagus, dan pengawasan kesehatan ketat. Sehingga kanker di negara maju pasti ditemukan lebih awal.
“Di RSUP Sanglah, penderita kanker yang datang ke rumah sakit, sekitar 70-80 persen sudah stadium lanjut. Sehingga menyebabkan kesulitan penanganan, termasuk angka keberhasilannya juga sulit dipastikan,” terangnya.
Secara umum jenis kanker dibagi menjadi dua yakni padat dan tidak padat. Kanker dalam bentuk padat contohnya kanker otak, mata, rongga mulut, leher, tiroid, paru, payudara, usus, ginjal, prostat, jaringan lunak. Sedangkan kanker tidak padat seperti leukemia atau kanker darah dan kanker limfoma. Kanker adalah tumor ganas. Kanker terjadi karena sel normal dalam tubuh berubah sifat dan bentuk menjadi sel yang tidak normal.
“Semua sel dalam tubuh mempunyai resiko untuk bisa berubah karena berbagai faktor. Kanker seringkali dikaitkan dengan faktor gaya hidup. Faktor genetik ada, tapi kecil. Dari 100 orang, hanya 5-10 orang karena keturunan. Jadi harus diingat, kanker bukan penyakit keturunan,” imbuhnya.
Perubahan sel normal menjadi tidak normal tidak terjadi seketika. Perubahannya membutuhkan waktu. Karena itu, masyarakat diharapkan melakukan deteksi dini agar semakin cepat diketahui. Dr Sudarsa juga berupaya meningkatkan peran dokter umum di faskes tingkat I agar lebih awas terhadap kasus tumor yang bersifat padat. Sehingga dengan penanganan yang cepat di faskes I, pasien akan lebih dini ditangani.
“Kami menyelenggarakan seminar untuk meningkatkan peranan dokter umum dalam penanganan kasus tumor yang sifatnya padat. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan menambah pengetahuan dokter umum yang bekerja di fasilitas kesehatan tingkat I, karena mereka ujung tombak menemukan di layanan primer. Mereka akan lebih alert, awas, bila menemukan kanker lebih padat, sehingga lebih cepat merujuk pasien, cepat pula ditangani,” tandasnya. *ind
1
Komentar