UN Dihapus, Dinas Pendidikan Se-Bali Usulkan Ujian Lokal
Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menghapus ujian nasional (UN) tahun 2021, tidak sepenuhnya mendapat dukungan di bawah. Banyak sekolah yang cemas penghapusan UN.
DENPASAR, NusaBali
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali pun usulkan agar digelar ujian lokal tingkat Provinsi sebagai pengganti UN. Usulan ini muncul dalam reses (penyerapan aspirasi) bidang pendidikan yang dilakukan anggota Komite III DPD RI Dapil Bali, AA Gde Agung, di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (23/2). Reses ini melibatkan sejumlah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali. Kegiatan dialog yang dipandu langsung oleh Kadis Pendidikan Provinsi Bali, I Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, kemarin juga dihadiri sejumlah pejabat OPD terkait dan unsur PGRI Bali.
Dalam dialog dengan anggota DPD RI Dapil Bali tersebut, sejumlah Kadis Pendidikan Kabupaten/Kota menyatakan sulit terima dengan rencana penghapusan UN oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Kadis Pendidikan Kabupaten Bangli, I Nengah Sukarta, misalnya, mengatakan penghapusan UN ada plus dan minusnya.
"Pelaksanaan UN merupakan kemerdekaan bagi para guru dalam menentukan kelulusan siswa. Memang Mendikbud Nadiem Makarim benar bahwa nilai UN tidak menentukan sukses seseorang. Tetapi, nilai UN adalah paramater dan instrumen menilai seorang siswa berprestasi atau tidak," ujar Nengah Sukarta, yang baru beberapa bulan menjabat Kadisdik Bangli.
Menurut Sukarta, pelaksanaan UN dan hasilnya juga menjadi acuan ketika dilakukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kalau tanpa UN, akan sulit mengukur siswa berprestasi dalam PPDB. Apalagi, PPDB selalu menuai persoalan setiap tahunnya. "Kita sangat khawatir proses PPDB nanti tidak maksimal, karena tak ada alat ukur prestasi siswa," tegas Sukarta.
Sedangkan Kadis Pendidikan Klungkung, I Ketut Budiarta, mengatakan wacana penghapusan UN merupakan keinginan pusat yang perlu dikaji ulang. "Tetapi, apakah tidak boleh dilaksanakan ujian lokal tingkat provinsi saja? Kami sampaikan usulan ini kepada Senator Bali Pak Agung Gde Agung. Harus dipikirkan, bagaimana cara mengukur prestasi siswa, kalau tanpa UN. Maka harus tetap ada ujian, walaupun itu ujian lokal tingkat Provinsi Bali," tandas Budiarta. Selain masalah penghapusan UN, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali juga menyampaikan persoalan kekurangan guru SD dan SMP di daerahnya.
Sementara itu, Senatur AA Gde Agung mengakui ide Mendikbud Nadiem Makarim ada benarnya juga. Sebab, riset membuktikan sukses seseorang tidak ditentukan oleh nilai akademis. "Banyak orang pintar. Tapi, Indonesia bukan hanya memerlukan orang pintar saja. Selain pintar, perlu orang yang punya karakter,” ujar Gde Agung.
“Berdasarkan riset, nilai NEM dan IPK hanya menempati urutan 30 untuk menunjang sukses seseorang. Sementara IQ menempati urutan 21 menunjang sukses seseorang. Tetapi, saya hadir di Bali ingin mendengar masukan para Kadis Pendidikan di sini, untuk selanjutnya saya sampaikan ke forum rapat DPD RI," lanjut Bupati Badung dua periode (2005-2010, 2010-2015) ini.
Ditemui usai dialog kemarin siang, Gde Agung menegaskan rencana penghapusan UN tahun 2021 ini harus segera ada petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis)-nya. "Supaya tidak menjadi persoalan di bawah, maka Juklak dan Juknis harus diterbitkan. Aspirasi teman-teman Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, supaya segera ada petunjuk teknis dan keputusan resmi," ujar Gde Agung.
Menurut Gde Agung, aspirasi dari bawah terkait rencana penghapusan UN ini nantinya akan disampaikan dalam Forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite III DPD RI dengan kementerian terkait. "Saya duduk di Komite III DPD RI membidangi pendidikan dan pariwisata, akan sampaikan aspirasi ini supaya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengeluarkan keputusan berupa Juklak dan Juknis," papar Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa?kecamatan Mengwi, Badung ini.
Jika Juklak dan Juknis penghapusan UN tidak diterbitkan Mendikbud Nadiem, kata Gde Agung, akan sangat sulit bagi sekolah dalam menentukan prestasi dalam PPDB. "Semua ada plus minusnya.”
Sesuai kebijakan perubahan Mendikbud Nadiem, UN terakhir akan di-laksanakan tahun 2020. Sedangkan di tahun 2021, pengganti UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang akan dilakukan di tengah jenjang seperti Kelas IV SD, Kelas VIII SMP, dan Kelas XI SMA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang, pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di tengah jenjang memberikan kesempatan guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. *nat
Dalam dialog dengan anggota DPD RI Dapil Bali tersebut, sejumlah Kadis Pendidikan Kabupaten/Kota menyatakan sulit terima dengan rencana penghapusan UN oleh Mendikbud Nadiem Makarim. Kadis Pendidikan Kabupaten Bangli, I Nengah Sukarta, misalnya, mengatakan penghapusan UN ada plus dan minusnya.
"Pelaksanaan UN merupakan kemerdekaan bagi para guru dalam menentukan kelulusan siswa. Memang Mendikbud Nadiem Makarim benar bahwa nilai UN tidak menentukan sukses seseorang. Tetapi, nilai UN adalah paramater dan instrumen menilai seorang siswa berprestasi atau tidak," ujar Nengah Sukarta, yang baru beberapa bulan menjabat Kadisdik Bangli.
Menurut Sukarta, pelaksanaan UN dan hasilnya juga menjadi acuan ketika dilakukan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kalau tanpa UN, akan sulit mengukur siswa berprestasi dalam PPDB. Apalagi, PPDB selalu menuai persoalan setiap tahunnya. "Kita sangat khawatir proses PPDB nanti tidak maksimal, karena tak ada alat ukur prestasi siswa," tegas Sukarta.
Sedangkan Kadis Pendidikan Klungkung, I Ketut Budiarta, mengatakan wacana penghapusan UN merupakan keinginan pusat yang perlu dikaji ulang. "Tetapi, apakah tidak boleh dilaksanakan ujian lokal tingkat provinsi saja? Kami sampaikan usulan ini kepada Senator Bali Pak Agung Gde Agung. Harus dipikirkan, bagaimana cara mengukur prestasi siswa, kalau tanpa UN. Maka harus tetap ada ujian, walaupun itu ujian lokal tingkat Provinsi Bali," tandas Budiarta. Selain masalah penghapusan UN, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se-Bali juga menyampaikan persoalan kekurangan guru SD dan SMP di daerahnya.
Sementara itu, Senatur AA Gde Agung mengakui ide Mendikbud Nadiem Makarim ada benarnya juga. Sebab, riset membuktikan sukses seseorang tidak ditentukan oleh nilai akademis. "Banyak orang pintar. Tapi, Indonesia bukan hanya memerlukan orang pintar saja. Selain pintar, perlu orang yang punya karakter,” ujar Gde Agung.
“Berdasarkan riset, nilai NEM dan IPK hanya menempati urutan 30 untuk menunjang sukses seseorang. Sementara IQ menempati urutan 21 menunjang sukses seseorang. Tetapi, saya hadir di Bali ingin mendengar masukan para Kadis Pendidikan di sini, untuk selanjutnya saya sampaikan ke forum rapat DPD RI," lanjut Bupati Badung dua periode (2005-2010, 2010-2015) ini.
Ditemui usai dialog kemarin siang, Gde Agung menegaskan rencana penghapusan UN tahun 2021 ini harus segera ada petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis)-nya. "Supaya tidak menjadi persoalan di bawah, maka Juklak dan Juknis harus diterbitkan. Aspirasi teman-teman Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, supaya segera ada petunjuk teknis dan keputusan resmi," ujar Gde Agung.
Menurut Gde Agung, aspirasi dari bawah terkait rencana penghapusan UN ini nantinya akan disampaikan dalam Forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite III DPD RI dengan kementerian terkait. "Saya duduk di Komite III DPD RI membidangi pendidikan dan pariwisata, akan sampaikan aspirasi ini supaya bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk mengeluarkan keputusan berupa Juklak dan Juknis," papar Senator yang juga Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Desa?kecamatan Mengwi, Badung ini.
Jika Juklak dan Juknis penghapusan UN tidak diterbitkan Mendikbud Nadiem, kata Gde Agung, akan sangat sulit bagi sekolah dalam menentukan prestasi dalam PPDB. "Semua ada plus minusnya.”
Sesuai kebijakan perubahan Mendikbud Nadiem, UN terakhir akan di-laksanakan tahun 2020. Sedangkan di tahun 2021, pengganti UN akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang akan dilakukan di tengah jenjang seperti Kelas IV SD, Kelas VIII SMP, dan Kelas XI SMA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang, pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter di tengah jenjang memberikan kesempatan guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. *nat
1
Komentar