Tinggal Bersama Bibi yang Stroke, Tiap Hari Bantu Jualan Bubur
Balada Bocah Kakak-Adik Yatim Piatu Asal Banjar Base, Desa/Kecamatan Marga, Tabanan
Sejak ditinggal kedua orangtuanya yang meninggal secara beruntun setahun lalu, bocah Ni Kadek Rustiani dan I Komang Tri Pramana dirawat dan dinafkahi oleh salah satu bibinya, Ni Ketut Muklem
TABANAN, NusaBali
Sungguh malang nasib Ni Kadek Rustiani, 17, dan I Komang Tri Pramana, 7, bocah kakak adik yatim piatu asal Banjar Basa, Desa/Kecamatan Marga, Tabanan. Sejak kedua orantuanya meninggal secara beruntun dalam kurun sebulan, kedua bocah malang ini tinggal bersama bibinya yang terserang stroke. Untuk bertahan hidup, mereka dinafkahi oleh bibi satunya lagi, selain juga bantu-bantu orang jualan bubur.
Ni Kadek Rustiani dan I Komang Tri Pramana merupakan anak dari pasangan almarhum I Wayan Sana dan Ni Wayan Darmini. Sang ibu, Ni Wayan Darmi, meninggal secara mendadak, Desember 2018 lalu. Sempat seminggu dirawat di rumah sakit, namun sakitnya kembali kambuh hingga akhirnya meninggal. Sedangkan ayah mereka, I Wayan Sana, menyusul meninggal sebulan kemudian, Januari 2019, akibat sesak napas.
Sebenarnya, Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramani memiliki kakak, yakni Putu Agus Rustiawan, 24. Namun, Agus Rusamawan yang meripakan anak sulung dari tiga besaudara pasangan wayan Sana dan Wayan Darmini, kawin nyentana (tinggal sekaligus jadi ahli waris) di rumah istrinya di Banjar Kambangan, Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan.
Maka, sejak jadi yatim piatu pasca kemarian kedua orangtuanya, bocah kakak adik Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana tinggal bersama bibinya, Ni Wayan Rantin, 50 (kakak dari Wayan Jana). Namun, perempuan berusia 50 tahun ini sedang sakit stroke, tidak bisa bangun, sehingga tak sanggup menafkahi dua bocah yatim piatu tersebut.
Beruntung, ada bibinya yang lain, Ni Ketut Muklen, 48 (juga kakak kandung dari Wayan Jana). Perempuan yang sudah menikah dalam satu banjar inilah yang memperhatikan termasuk urusan nafkah bocah Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana. Dua bocah yatim piatu ini keshariannya ikut membantu merawat bibinya yang sakit stroke, Wayan Rantin.
Saat NusaBali berkunjung ke rumahnya di Banjar Basa, Desa Marga, Kamis (26/12) pagi, Kadek Rustiani baru usai sembahyang. Kondisi rumahnya tampak cukup layak huni, namun halamanya kurang terawat. Sang bibi, Ketut Muklen, saat itu kebetulan ikut menemani kedua keponakannya yang yatim piatu ini. Maklum, kemarin banyak datang relawan untuk memberikan bantuan. “Orang yang memberikan bantuan untuk keponakan saya ini sudah ramai sejak lima hari terakhir,” ujar Ketut Muklen.
Ketut Muklen mengisahkan, dua keponakannya ini sudah yatim piatu sejak setahun lalu, setelah sang ayah Wayan Jana (adik dari Ketut Muklen) meninggal akibat sesak napas, sebelum pasca kematian istrinya. Sejak itu pula, Ketut Muklen merasa bertanggung jawab merawat dua keponakannya ini. “Saya juga harus merawat kakak, Ni Wayan Rantin, yang sakit stroke. Saya yang bantu merawat setiap hari, membawakan makanan, memandikan, dan lain-lain,” cerita Ketut Muklen.
Kesehariannya, Kadek Rustiani ikut bantu-bantu orang jualan bubur di Pasar Marga. Kebetulan, gadis berusia 17 tahun ini sudah putus sekolah sejak tamat SD. Honor yang diperoleh atas jasanya bantu jualan bubur di pasar, tidak seberapa. Jika pergi ke pasar pukul 05.00 Wita untuk bantu jualan bubur sampai siang pukul 11.00 Wita, honornya hanya Rp 10.000.
Bika batu jualan bubur sejak pagi pukul 06.00 Wita sampai petang pukul 18.00 Wita (kerja 12 jam), upah yang diperoleh Kadek Rustiani sekitar Rp 20.000. “Upahnya ini dipakai sendiri, kadang diberikan ke adiknya (Komang Tri Pramana) untuk bekal sekolah. Kadang juga diberikan ke saya untuk bantu-bantu,” terang Ketut Muklen yang kerap disapa Men Dika.
Ketut Muklen menyebutkan, Kadek Rustiani belum bisa diandalkan untuk memasak, karena masih bagiakan anak kecil. “Pernah saya kasi kompor, namun tidak terpakai. Pernah juga saya kasi panci untuk memasak, tapi dibuat hangus. Akhirnya, saya yang tiap hari membawakan nasi dan lain-lain. Termasuk juga mebuatkan upakara ketika ada hari suci,” katanya.
Menurut Ketut Muklen, Kadek Rustiani putus sekolah jauh sebelum ayahnya meninggal dunia. Jika tidak putus sekolah, bocah malang ini seharusnya kini sudah duduk di bangku SMA. Sedangkan adiknya, Komang Tri Permanma, kini masih Kelas II SDN 1 Marga.
Ketut Muklen berharap keponakanya yang masih SD ini nantinya bisa mendapatkan ijazah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, agar kelak dapat digunakan mencari kerja. Kadek Rustiani sendiri mengaku ingin kembali melanjutkan sekolah. Dia bercita-cita menjadi perawat, supaya bisa membantu orang lain. “Saya ingin kembali sekolah agar bisa jadi perawat dan memiliki HP seperti teman-teman saya,” harap Kadek Rustiani.
Bocah Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana bukan hanya yatim piatu, hingga harus dinafkahi oleh bibinya. Selain itu, pekarangan rumah yang mereka tempati juga bermasalah. Pasalnya, si sulung yang kawin nyentana ke tempat lain, Putu Agus Rustiawan, telah menggadekan sertifikat rumah berikut pekarangannya di salah satu bank untuk mendapatkan pinjaman Rp 200 juta.
Setahu Ketut Muklen, sebanyak Rp 150 juta hasil menggadaikan sertifikat rumah itu digunakan Putu Agus Rustiawan untuk buka usaha. Sedangkan Rp 50 juta lagi diberikan kepada almarhum ayahnya, Wayan Sana, sebelum meninggal.
Mirisnya, kata Ketut Muklen, pekarangan rumah yang ditempati dua bocah kakak adik yatim piatu ini sudah sempat mau dilelang pihak bank, karena Putu Agus Rustiawan telat membayar cicilan, Beruntung, salah satu anak Ketut Muklen bantu membayarkan sekali cicilan. “Yang saya takutkan nanti, bagaimana kalau tidak dibayar dan rumah ini disita bank? Mau tinggal di mana dua keponakan saya ini? Itu sebabnya, saya sempat meminta bantuan ke polisi untuk melunakkan pihak bank agar kami diberi keringanan,” tutur Ketut Muklen.
Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Basa, Desa Marga, I Made Armadi, dua bocah kakak adik yatim piatu ini sudah mendapat bantuan dari desa dan pemerintah. Misalnya, bantuan beras miskin (Raskin) dan bantuan PKH. “Bantuan Raskin didapat tiap bulan, termasuk juga bantuan PKH,” papar Mase Armadi, Kamis kemarin.
Menurut Made Armadi, bocah kakak adik yatim piatu ini juga dibebaskan dari kewajiban mebanjar adat. Jaka nanti si bungsu Komang Tri Permana sudah menikah, barulah akan kena kewajiban mebanjar. “Kasihan mereka. Punya kakak, tapi sudah kawin nyentana ke tempat lain. Lagian, sifat kakaknya itu tidak baik, justru dia kerap meminta uang kepada adiknya. Bahkan, sempat saya larang dia pulang, karena sering mengganggu adiknya,” ungkap Made Armadi. *des
Sungguh malang nasib Ni Kadek Rustiani, 17, dan I Komang Tri Pramana, 7, bocah kakak adik yatim piatu asal Banjar Basa, Desa/Kecamatan Marga, Tabanan. Sejak kedua orantuanya meninggal secara beruntun dalam kurun sebulan, kedua bocah malang ini tinggal bersama bibinya yang terserang stroke. Untuk bertahan hidup, mereka dinafkahi oleh bibi satunya lagi, selain juga bantu-bantu orang jualan bubur.
Ni Kadek Rustiani dan I Komang Tri Pramana merupakan anak dari pasangan almarhum I Wayan Sana dan Ni Wayan Darmini. Sang ibu, Ni Wayan Darmi, meninggal secara mendadak, Desember 2018 lalu. Sempat seminggu dirawat di rumah sakit, namun sakitnya kembali kambuh hingga akhirnya meninggal. Sedangkan ayah mereka, I Wayan Sana, menyusul meninggal sebulan kemudian, Januari 2019, akibat sesak napas.
Sebenarnya, Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramani memiliki kakak, yakni Putu Agus Rustiawan, 24. Namun, Agus Rusamawan yang meripakan anak sulung dari tiga besaudara pasangan wayan Sana dan Wayan Darmini, kawin nyentana (tinggal sekaligus jadi ahli waris) di rumah istrinya di Banjar Kambangan, Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan.
Maka, sejak jadi yatim piatu pasca kemarian kedua orangtuanya, bocah kakak adik Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana tinggal bersama bibinya, Ni Wayan Rantin, 50 (kakak dari Wayan Jana). Namun, perempuan berusia 50 tahun ini sedang sakit stroke, tidak bisa bangun, sehingga tak sanggup menafkahi dua bocah yatim piatu tersebut.
Beruntung, ada bibinya yang lain, Ni Ketut Muklen, 48 (juga kakak kandung dari Wayan Jana). Perempuan yang sudah menikah dalam satu banjar inilah yang memperhatikan termasuk urusan nafkah bocah Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana. Dua bocah yatim piatu ini keshariannya ikut membantu merawat bibinya yang sakit stroke, Wayan Rantin.
Saat NusaBali berkunjung ke rumahnya di Banjar Basa, Desa Marga, Kamis (26/12) pagi, Kadek Rustiani baru usai sembahyang. Kondisi rumahnya tampak cukup layak huni, namun halamanya kurang terawat. Sang bibi, Ketut Muklen, saat itu kebetulan ikut menemani kedua keponakannya yang yatim piatu ini. Maklum, kemarin banyak datang relawan untuk memberikan bantuan. “Orang yang memberikan bantuan untuk keponakan saya ini sudah ramai sejak lima hari terakhir,” ujar Ketut Muklen.
Ketut Muklen mengisahkan, dua keponakannya ini sudah yatim piatu sejak setahun lalu, setelah sang ayah Wayan Jana (adik dari Ketut Muklen) meninggal akibat sesak napas, sebelum pasca kematian istrinya. Sejak itu pula, Ketut Muklen merasa bertanggung jawab merawat dua keponakannya ini. “Saya juga harus merawat kakak, Ni Wayan Rantin, yang sakit stroke. Saya yang bantu merawat setiap hari, membawakan makanan, memandikan, dan lain-lain,” cerita Ketut Muklen.
Kesehariannya, Kadek Rustiani ikut bantu-bantu orang jualan bubur di Pasar Marga. Kebetulan, gadis berusia 17 tahun ini sudah putus sekolah sejak tamat SD. Honor yang diperoleh atas jasanya bantu jualan bubur di pasar, tidak seberapa. Jika pergi ke pasar pukul 05.00 Wita untuk bantu jualan bubur sampai siang pukul 11.00 Wita, honornya hanya Rp 10.000.
Bika batu jualan bubur sejak pagi pukul 06.00 Wita sampai petang pukul 18.00 Wita (kerja 12 jam), upah yang diperoleh Kadek Rustiani sekitar Rp 20.000. “Upahnya ini dipakai sendiri, kadang diberikan ke adiknya (Komang Tri Pramana) untuk bekal sekolah. Kadang juga diberikan ke saya untuk bantu-bantu,” terang Ketut Muklen yang kerap disapa Men Dika.
Ketut Muklen menyebutkan, Kadek Rustiani belum bisa diandalkan untuk memasak, karena masih bagiakan anak kecil. “Pernah saya kasi kompor, namun tidak terpakai. Pernah juga saya kasi panci untuk memasak, tapi dibuat hangus. Akhirnya, saya yang tiap hari membawakan nasi dan lain-lain. Termasuk juga mebuatkan upakara ketika ada hari suci,” katanya.
Menurut Ketut Muklen, Kadek Rustiani putus sekolah jauh sebelum ayahnya meninggal dunia. Jika tidak putus sekolah, bocah malang ini seharusnya kini sudah duduk di bangku SMA. Sedangkan adiknya, Komang Tri Permanma, kini masih Kelas II SDN 1 Marga.
Ketut Muklen berharap keponakanya yang masih SD ini nantinya bisa mendapatkan ijazah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, agar kelak dapat digunakan mencari kerja. Kadek Rustiani sendiri mengaku ingin kembali melanjutkan sekolah. Dia bercita-cita menjadi perawat, supaya bisa membantu orang lain. “Saya ingin kembali sekolah agar bisa jadi perawat dan memiliki HP seperti teman-teman saya,” harap Kadek Rustiani.
Bocah Kadek Rustiani dan Komang Tri Pramana bukan hanya yatim piatu, hingga harus dinafkahi oleh bibinya. Selain itu, pekarangan rumah yang mereka tempati juga bermasalah. Pasalnya, si sulung yang kawin nyentana ke tempat lain, Putu Agus Rustiawan, telah menggadekan sertifikat rumah berikut pekarangannya di salah satu bank untuk mendapatkan pinjaman Rp 200 juta.
Setahu Ketut Muklen, sebanyak Rp 150 juta hasil menggadaikan sertifikat rumah itu digunakan Putu Agus Rustiawan untuk buka usaha. Sedangkan Rp 50 juta lagi diberikan kepada almarhum ayahnya, Wayan Sana, sebelum meninggal.
Mirisnya, kata Ketut Muklen, pekarangan rumah yang ditempati dua bocah kakak adik yatim piatu ini sudah sempat mau dilelang pihak bank, karena Putu Agus Rustiawan telat membayar cicilan, Beruntung, salah satu anak Ketut Muklen bantu membayarkan sekali cicilan. “Yang saya takutkan nanti, bagaimana kalau tidak dibayar dan rumah ini disita bank? Mau tinggal di mana dua keponakan saya ini? Itu sebabnya, saya sempat meminta bantuan ke polisi untuk melunakkan pihak bank agar kami diberi keringanan,” tutur Ketut Muklen.
Sementara itu, Kelian Dinas Banjar Basa, Desa Marga, I Made Armadi, dua bocah kakak adik yatim piatu ini sudah mendapat bantuan dari desa dan pemerintah. Misalnya, bantuan beras miskin (Raskin) dan bantuan PKH. “Bantuan Raskin didapat tiap bulan, termasuk juga bantuan PKH,” papar Mase Armadi, Kamis kemarin.
Menurut Made Armadi, bocah kakak adik yatim piatu ini juga dibebaskan dari kewajiban mebanjar adat. Jaka nanti si bungsu Komang Tri Permana sudah menikah, barulah akan kena kewajiban mebanjar. “Kasihan mereka. Punya kakak, tapi sudah kawin nyentana ke tempat lain. Lagian, sifat kakaknya itu tidak baik, justru dia kerap meminta uang kepada adiknya. Bahkan, sempat saya larang dia pulang, karena sering mengganggu adiknya,” ungkap Made Armadi. *des
Komentar