2 Tersangka Terikat Sistem Komando
Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Polisi belajar dari kasus Munir
Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Polisi belajar dari kasus Munir
JAKARTA, NusaBali
Tim Advokasi Novel Baswedan menilai dua tersangka kasus penyiraman air keras terhadap kliennya tidak cukup dikenakan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 351 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan. Tim Advokasi ingin polisi menyertakan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana, guna mengungkap pihak lain dalam kasus ini.
Anggota Tim Advokasi, Asfinawati menyebut meski belum ada tersangka lain, pelaku penyiraman terhadap Novel adalah anggota Polri aktif yang terikat sistem komando.
"Karakter lembaga kepolisian yang memiliki sistem komando dan pangkat tersangka yang rendah menunjukkan tindakannya bukan individual karena Novel dalam mengungkap kasus korupsi terbatas pada kewenangan KPK yaitu penegak hukum, penyelenggara negara, atau di atas Rp1 miliar," ujar Asfinawati seperti dilansir cnnindonesia, Senin (30/12).
Lebih lanjut, Asfin meminta penyidik tidak memandang kasus Novel sebagai kejahatan bermotif dendam pribadi. Polisi diminta menempatkan kasus ini dalam konteks Novel sebagai penyidik KPK.
Penyidik, kata Asfin, seharusnya tak hanya bersandar pada keterangan pelaku. Ia khawatir jika bersandar pada keterangan pelaku, dapat mengaburkan kasus yang sesungguhnya dan memutus rantai pemufakatan jahat.
Ia berkaca dari langkah Polri saat menyematkan Pasal 55 kepada Pollycarpus dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Dari jeratan pasal itu Tim Pencari Fakta Independen kemudian mengungkap keterlibatan petinggi lembaga negara. Penyidik pun melakukan penyidikan tak hanya terbatas pada pelaku lapangan.
Belajar dari kasus Munir, kata Asfin, Tim Advokasi mendesak Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten. Tujuannya agar aktor intelektual penyiraman air keras Novel dapat terungkap.
Sejauh ini polisi baru menetapkan RB dan RM sebagai tersangka dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Keduanya adalah anggota Polri aktif dari korps Brimob.
Tim Advokasi, ujar Asfin, melihat ada kecenderungan yang dibangun bahwa tersangka adalah pelaku tunggal. Selain itu pun ada kecenderungan untuk menyederhanakan dan mengalihkan kasus kejahatan ini menjadi kejahatan bermotif dendam pribadi.
Apa tanggapan Presiden Jokowi? Jokowi meminta masyarakat memberi waktu kepada kepolisian untuk mengusut kasus tersebut. Menurut dia, polisi butuh waktu untuk membuktikan kedua orang yang telah ditahan memang pelaku penyerang Novel dua tahun silam.
"Jangan belum ketemu ribut, setelah ketemu ribut," kata dia ketika meninjau Kota Lama Semarang, Senin (30/12).
Jokowi meminta masyarakat mengapresiasi kinerja polisi sehubungan dengan tertangkapnya dua tersangka penyiraman terhadap Novel. "Jangan sampai ada spekulasi-spekulasi yang negatif."
Sementara itu, salah seorang tetangga Novel mengatakan dua tersangka penyerangan penyidik senior KPK itu memiliki kemiripan dengan sosok mencurigakan yang mondar-mandir di rumah Novel beberapa minggu sebelum kejadian.
Tempo menunjukkan kedua foto terduga pelaku penyerangan, RB yang belakangan diketahui bernama Ronny, dan RM kepada sang tetangga.
“Ini betul mirip (menunjuk foto RB). Ini juga tapi dulu rambutnya panjang (foto RM),” kata pria yang enggan disebut namanya tersebut Minggu, (29/12).
Ia mengatakan kedua pria tersebut kerap mendatangi warung miliknya untuk sekadar minum kopi dan susu kental manis. Menurut dia, RB dan RM rutin datang selama satu pekan sebelum kejadian penyiraman air keras. *
Anggota Tim Advokasi, Asfinawati menyebut meski belum ada tersangka lain, pelaku penyiraman terhadap Novel adalah anggota Polri aktif yang terikat sistem komando.
"Karakter lembaga kepolisian yang memiliki sistem komando dan pangkat tersangka yang rendah menunjukkan tindakannya bukan individual karena Novel dalam mengungkap kasus korupsi terbatas pada kewenangan KPK yaitu penegak hukum, penyelenggara negara, atau di atas Rp1 miliar," ujar Asfinawati seperti dilansir cnnindonesia, Senin (30/12).
Lebih lanjut, Asfin meminta penyidik tidak memandang kasus Novel sebagai kejahatan bermotif dendam pribadi. Polisi diminta menempatkan kasus ini dalam konteks Novel sebagai penyidik KPK.
Penyidik, kata Asfin, seharusnya tak hanya bersandar pada keterangan pelaku. Ia khawatir jika bersandar pada keterangan pelaku, dapat mengaburkan kasus yang sesungguhnya dan memutus rantai pemufakatan jahat.
Ia berkaca dari langkah Polri saat menyematkan Pasal 55 kepada Pollycarpus dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib. Dari jeratan pasal itu Tim Pencari Fakta Independen kemudian mengungkap keterlibatan petinggi lembaga negara. Penyidik pun melakukan penyidikan tak hanya terbatas pada pelaku lapangan.
Belajar dari kasus Munir, kata Asfin, Tim Advokasi mendesak Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan melibatkan orang-orang berintegritas dan kompeten. Tujuannya agar aktor intelektual penyiraman air keras Novel dapat terungkap.
Sejauh ini polisi baru menetapkan RB dan RM sebagai tersangka dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Keduanya adalah anggota Polri aktif dari korps Brimob.
Tim Advokasi, ujar Asfin, melihat ada kecenderungan yang dibangun bahwa tersangka adalah pelaku tunggal. Selain itu pun ada kecenderungan untuk menyederhanakan dan mengalihkan kasus kejahatan ini menjadi kejahatan bermotif dendam pribadi.
Apa tanggapan Presiden Jokowi? Jokowi meminta masyarakat memberi waktu kepada kepolisian untuk mengusut kasus tersebut. Menurut dia, polisi butuh waktu untuk membuktikan kedua orang yang telah ditahan memang pelaku penyerang Novel dua tahun silam.
"Jangan belum ketemu ribut, setelah ketemu ribut," kata dia ketika meninjau Kota Lama Semarang, Senin (30/12).
Jokowi meminta masyarakat mengapresiasi kinerja polisi sehubungan dengan tertangkapnya dua tersangka penyiraman terhadap Novel. "Jangan sampai ada spekulasi-spekulasi yang negatif."
Sementara itu, salah seorang tetangga Novel mengatakan dua tersangka penyerangan penyidik senior KPK itu memiliki kemiripan dengan sosok mencurigakan yang mondar-mandir di rumah Novel beberapa minggu sebelum kejadian.
Tempo menunjukkan kedua foto terduga pelaku penyerangan, RB yang belakangan diketahui bernama Ronny, dan RM kepada sang tetangga.
“Ini betul mirip (menunjuk foto RB). Ini juga tapi dulu rambutnya panjang (foto RM),” kata pria yang enggan disebut namanya tersebut Minggu, (29/12).
Ia mengatakan kedua pria tersebut kerap mendatangi warung miliknya untuk sekadar minum kopi dan susu kental manis. Menurut dia, RB dan RM rutin datang selama satu pekan sebelum kejadian penyiraman air keras. *
1
Komentar