Ribuan Warga Bergembira dengan Air
Festival Air Suwat (FAS) V di Desa Suwat, Gianyar
Ribuan warga Desa Suwat, Kecamatan Gianyar, Gianyar, mengikuti Siat Yeh (Perang Air) serangkain Festival Air Suwat (FAS) V dengan tema Bergembira Bersama Air, Rabu (1/1).
GIANYAR, NusaBali
Siat yeh di catus pata Desa Suwat ini bertujuan untuk melebur emosi dan sifat negatif dalam diri seseorang. Warga pun melakukan kegiatan ini dengan penuh gembira.
Salah satu penggagas FAS sekaligus panitia Siat Yeh, Putu Darmendra Sidanta menjelaskan makna perang dalam Siat Yeh ini adalah memerangi emosi dan sifat negatif dalam diri peserta selama setahun. Dia menjelaskan perang air itu sudah berlangsung kelima kalinya dan dilakukan di awal tahun 2020 ini. “Pembukaan festival, Senin 30 Desember 2019, acara dimulai dengan trekking. Prajuru, panitia, dan warga Desa Suwat, Gianyar menyisir alur jalan persawahan melewati terasering sambil membawa karung. Karena peserta trekking diwajibkan memungut sampah terutama sampah plastik. Siapa yang paling banyak mengumpulkan sampah, maka mendapat hadiah hiburan,” jelasnya.
Pria alumni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ini pun menyampaikan pada hari kedua, Selasa 31 Desember 2019. Acara dilanjutkan dengan Mendak Tirta. Acara dimulai pukul 08.00 di Beji (sumber air bersih dan suci) yang berlokasi di alur sungai atau Tukad Melangge. Tirta itu pun untuk persiapan Siat Yeh. Di hari yang sama sekitar pukul 15.00, acara dilanjutkan dengan permainan tradisional di tengah sawah. Berbagai jenis permainan seru digelar mulai dari Tarik Tambang, Menangkap Bebek, Mengusung Kendi dan sebagainya.
Hal itu dilakukan sebagai wadah memberikan sebuah hiburan kepada masyarakat. Karena dalam setiap setahun masyarakat hanya sibuk berkutat dengan pekerjaannya di sawah, begitu juga dengan emosi dan sifat negatif dalam setahun pasti dialami oleh semua warga. “Kami bersihkan secara sekala dan niskala rasa kebencian, emosi, dan sifat negatif lainnya dengan perang air ini. Perangnya dalam artian memerangi rasa negatif yang ada dalam diri tersebut ditandai saling siram air satu sama lain. Permainan ini seakan membawa kita ke masa lalu, masa di mana smartphone tak begitu menjadi candu untuk anak-anak. Hidup di desa, bermain di sawah tanpa sungkan berbalur lumpur. Acara ini dibuka untuk umum. Siapa pun boleh jadi peserta,” imbuhnya.
Hari ketiga, Rabu (1/1) sekitar pukul 14.00 Wita, puncak sekaligus penutup rangkaian festival. Warga berkumpul di perempatan desa (catus pata). Catus pata adalah episentrum bertemunya berbagai unsur energi. “Di tempat ini warga menggelar ritual Siat Yeh atau perang air. Siat Yeh tujuannya untuk membasuh (melukat) meneguhkan diri menapaki hari baru, dan semangat baru, di tahun yang baru. Satu sama lain saling siram tak hanya sebatas bermain. Namun maknanya saling mengingatkan agar kita menjadi pribadi yang selalu menyejukkan selayaknya sifat-sitat air. Acara ini juga dibuka untuk umum, siapa pun boleh ikut,” tandas Darmen.*nvi
Salah satu penggagas FAS sekaligus panitia Siat Yeh, Putu Darmendra Sidanta menjelaskan makna perang dalam Siat Yeh ini adalah memerangi emosi dan sifat negatif dalam diri peserta selama setahun. Dia menjelaskan perang air itu sudah berlangsung kelima kalinya dan dilakukan di awal tahun 2020 ini. “Pembukaan festival, Senin 30 Desember 2019, acara dimulai dengan trekking. Prajuru, panitia, dan warga Desa Suwat, Gianyar menyisir alur jalan persawahan melewati terasering sambil membawa karung. Karena peserta trekking diwajibkan memungut sampah terutama sampah plastik. Siapa yang paling banyak mengumpulkan sampah, maka mendapat hadiah hiburan,” jelasnya.
Pria alumni Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar ini pun menyampaikan pada hari kedua, Selasa 31 Desember 2019. Acara dilanjutkan dengan Mendak Tirta. Acara dimulai pukul 08.00 di Beji (sumber air bersih dan suci) yang berlokasi di alur sungai atau Tukad Melangge. Tirta itu pun untuk persiapan Siat Yeh. Di hari yang sama sekitar pukul 15.00, acara dilanjutkan dengan permainan tradisional di tengah sawah. Berbagai jenis permainan seru digelar mulai dari Tarik Tambang, Menangkap Bebek, Mengusung Kendi dan sebagainya.
Hal itu dilakukan sebagai wadah memberikan sebuah hiburan kepada masyarakat. Karena dalam setiap setahun masyarakat hanya sibuk berkutat dengan pekerjaannya di sawah, begitu juga dengan emosi dan sifat negatif dalam setahun pasti dialami oleh semua warga. “Kami bersihkan secara sekala dan niskala rasa kebencian, emosi, dan sifat negatif lainnya dengan perang air ini. Perangnya dalam artian memerangi rasa negatif yang ada dalam diri tersebut ditandai saling siram air satu sama lain. Permainan ini seakan membawa kita ke masa lalu, masa di mana smartphone tak begitu menjadi candu untuk anak-anak. Hidup di desa, bermain di sawah tanpa sungkan berbalur lumpur. Acara ini dibuka untuk umum. Siapa pun boleh jadi peserta,” imbuhnya.
Hari ketiga, Rabu (1/1) sekitar pukul 14.00 Wita, puncak sekaligus penutup rangkaian festival. Warga berkumpul di perempatan desa (catus pata). Catus pata adalah episentrum bertemunya berbagai unsur energi. “Di tempat ini warga menggelar ritual Siat Yeh atau perang air. Siat Yeh tujuannya untuk membasuh (melukat) meneguhkan diri menapaki hari baru, dan semangat baru, di tahun yang baru. Satu sama lain saling siram tak hanya sebatas bermain. Namun maknanya saling mengingatkan agar kita menjadi pribadi yang selalu menyejukkan selayaknya sifat-sitat air. Acara ini juga dibuka untuk umum, siapa pun boleh ikut,” tandas Darmen.*nvi
1
Komentar