Tim Penepas Wicara Apresiasi Banding ke MDA
Terkait Pemekaran Banjar Adat di Desa Dukuh Juntal
Ketua Tim Penepas Wicara Majelis Desa Adat Karangasem, Dr I Wayan Bagiartha SH MH, mengapresiasi langkah banding dari Banjar Adat Dukuh, Desa/Kecamatan Dukuh, Karangasem terkait pemekaran Banjar Adat Dukuh dan Banjar Adat Graha Canthi.
AMLAPURA, NusaBali
Naik banding dibenarkan menurut Perda Nomor 04 tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Bagi yang kurang puas atas keluarnya rekomendasi, jalan satu-satunya adalah banding ke MDA Provinsi Bali.
Wayan Bagiartha mengatakan, tim yang dipimpinnya mengeluarkan rekomendasi atas berdirinya Banjar Adat Graha Canthi di Desa Adat Dukuh Juntal, Kecamatan Kubu. Rekomendasi keluar setelah tiga bulan melakukan kajian secara agama, sosiologi, adat, dan hukum. “Ketika rekomendasi yang kami keluarkan dilawan dengan banding, ya silakan saja. Langkah itu dibenarkan menurut Perda Nomor 04 Tahun 2019,” ungkap Wayan Bagiartha, Kamis (2/1).
Penasihat hukum dari Banjar/Desa Tegallinggah, Kecamatan Karangasem itu mengakui, saat usulan berdirinya Banjar Adat Graha Canthi, pihak Banjar Adat Kubu tidak menandatangani menyetujui pemekaran. Karena merasa tidak merekomendasi pemekaran, sehingga krama Banjar Adat Kubu mendatangi DPRD Karangasem Jalan Ngurah Rai Amlapura, Senin (30/12). “Setelah banding, tinggal menunggu keputusan dari MDA Provinsi Bali. Apapun keputusannya wajib dipatuhi kedua pihak. Keputusan sifatnya mengikat sebagai langkah hukum yang terakhir,” tegasnya.
Wayan Bagiartha mengingatkan, sesuai Perda Nomor 04 Tahun 2019 banjar adat di Bali tidak memiliki wilayah, yang punya wilayah adalah desa adat. Sehingga ke mana pun mabanjar adat, bisa saja semasih di lingkungan desa adat tersebut. Sesuai Perda, hanya pemekaran banjar adat yang memungkinkan masih bisa dilakukan, sedangkan pemekaran desa adat tidak diatur. *k16
Wayan Bagiartha mengatakan, tim yang dipimpinnya mengeluarkan rekomendasi atas berdirinya Banjar Adat Graha Canthi di Desa Adat Dukuh Juntal, Kecamatan Kubu. Rekomendasi keluar setelah tiga bulan melakukan kajian secara agama, sosiologi, adat, dan hukum. “Ketika rekomendasi yang kami keluarkan dilawan dengan banding, ya silakan saja. Langkah itu dibenarkan menurut Perda Nomor 04 Tahun 2019,” ungkap Wayan Bagiartha, Kamis (2/1).
Penasihat hukum dari Banjar/Desa Tegallinggah, Kecamatan Karangasem itu mengakui, saat usulan berdirinya Banjar Adat Graha Canthi, pihak Banjar Adat Kubu tidak menandatangani menyetujui pemekaran. Karena merasa tidak merekomendasi pemekaran, sehingga krama Banjar Adat Kubu mendatangi DPRD Karangasem Jalan Ngurah Rai Amlapura, Senin (30/12). “Setelah banding, tinggal menunggu keputusan dari MDA Provinsi Bali. Apapun keputusannya wajib dipatuhi kedua pihak. Keputusan sifatnya mengikat sebagai langkah hukum yang terakhir,” tegasnya.
Wayan Bagiartha mengingatkan, sesuai Perda Nomor 04 Tahun 2019 banjar adat di Bali tidak memiliki wilayah, yang punya wilayah adalah desa adat. Sehingga ke mana pun mabanjar adat, bisa saja semasih di lingkungan desa adat tersebut. Sesuai Perda, hanya pemekaran banjar adat yang memungkinkan masih bisa dilakukan, sedangkan pemekaran desa adat tidak diatur. *k16
1
Komentar