Tanpa Tempurung Kepala, Kaki dan Tangan Bengkok
Bayi Stunting dari Desa Batubulan Kangin
Bayi tanpa tempurung kepala lahir melalui operasi cesar di RS Bhakti Rahayu Denpasar, 23 September 2019 lalu.
GIANYAR, NusaBali
Mirisnya lagi, bayi yang merupakan buah hati pasangan I Wayan Dharmayasa, 27, dan Desak Ketut Sepiari, 26, pasutri asal Banjar Kenanga, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini juga mengawali cacat bawaan, di mana kedua tangan dan kakinya bengkok.
Bayi perempuan tanpa tempurung kepala dengan kaki dan tangan gagal tumbuh (stunting) ini lahir dengan berat badan 2,4 kilogram, panjang 42 sentimeter, saat usia kehamilan 38 minggu. Kini, bayi malang yang diberi nama Ni Komang Wikan Septian Dewi ini telah berusia hampir 4 bulan. Bayi malang ini akan diupacarai Telubulanan oleh orangtuanya pada Soma Umanis Tolu, Senin (6/1) lusa. Bayi Ni Komang Wikan Septian Dewi merupakan anak ketiga pasangan Wayan Darmayasa dan desak ketut Sepiari. Kedua kakak perempuannya yang kini berusia 6 tahun, lahir kembar.
Ditemui NusaBali di kediamannya di Banjar Kenanga, Desa Batubulan Kangin, Jumat (3/1), ibunda si bayi yakni Desak Ketut Sepiari mengungkapkan bayinya sudah melewati masa-masa kritis. Sjak lahir hingga kini, bayi malang in dirawat di rumahnya. Desak Sepiari berharap putrinya yang lahir tampa tempurung kepala ini bisa berumur panjang, meski dipastikan tubuhnya akan cebol.
Menurut Desak Sepiari, selama masa kehamilan bayi malang ini, dirinya rutin melakukan kontrol ke dokter kandungan. Hanya saja, kehamilan bayi ini dirasakan sedikit berbeda dari kehamilan dua kakak perempuannya yang lahir kembar, 6 tahun silam. "Saat hamil di kembar, saya merasakan gerak aktif dalam perut. Tapi, untuk kehamilan bayi kali ini, geraknya pasif," kenang desak Sepiari.
Desak Sepiari mengisahkan, saat usia kehamilan 3 bulan, dia kaget mendengar penjelasan dokter bahwa janin dalam kandungannya tidak tumbuh normal. Bahkan, bayi malang ini sempat dianjurkan dokter untuk digugurkan saja.
"Awalnya USG biasa, tampak tangan dan kaki janin sangat pendek. Disarankan agar dilakukan USG 3D. Saat itu, tampak lebih jelas kalau tangan dan kakinya bengkok-bengkok. Dokter bilang kehamilan saya ada kelainan dan secara medis tidak boleh dilanjutkan. Tapi, saya tidak berani mekuret (gugurkan kandungan),” jelas perempuan kelahiran Desa/Kecamatan Banjarangkan, Klungkung berusia 26 tahun ini.
Desak Sepiari kemudian menanyakan kepada keluarga besarnya terkait saran dokter untuk menggugurkan kandungan. Ternyata, pihak keluarga menyarankan agar kehamilan ini dijaga alias tak boleh digugurkan. “Napi je kapaica, nika tunas (Apa yang diberi oleh Hyang Widhi, itu saja diterima). Karena saya takut karmapala, saya juga tidak tega menggugurkan kandungan semasih bernapas,” katanya.
Singkat cerita, kehamilan bayi malang ini pun dijaga dengan baik oleh Desak Sepiari dan rutin diperiksakan ke dokter kandungan. "Menjelang lahir, dokter kembali menerangkan bahwa anak saya setelah lahir nanti akan rentan menderita sakit komplikasi," cerita Desak Sepiari.
Benar saja, setelah lahir melalui operasi cesar di RS Bhakti Rahayu, 23 September 2019 lalu, bayi perempuan ini tanpa tempurung kepala. Bayi ini langsung dirawat dalam inkubator selama 15 hari. "Lahir tanpa tempurung kepala, disebutkan rentan mengalami hydrocepalus (kepala membesar)," sebut Desak Sepiari.
Setelah kondisinya stabil, bayi Komang Wikan Septian Dewi dibolehkan pulang dari RS. Setibanya di rumah, kondisi bayi malang ini normal saja. Namun, memasuki usia 2 bulan, bayi malang ini mulai mengalami batuk dan sesak napas. "Sempat batuk, diberi obat, mau sembuh. Setelah itu, kambuh lagi, napasnya sesak, sehingga harus dilarikan lagi ke RSUP Sanglah, Denpasar. Hasil diagnose dokter, bayi ini gagal pertumbuhan dan komplikasi. Bayi ini sempat dirawat selama hampir sebulan di RSUP Sanglah, 29 November sampai 23 Desember 2019."
Desak Sepiari memaparkan, sampai sekarang bayi malang ini harus disiapkan Oksigen di rumah, untuk jaga-jaga jika sesak napasnya kumat. Untuk mengetahui kadar Oksigen dan detak jantungnya, sudah dipasang alat khusus pada kaki sebelah kiri si bayi. Meski hanya digunakan waktu tertentu saja, peralatan ini harus siap sedia di kamarnya.
Menurut Desak Sepiari, untuk peralatan Oksigen saja, perlu biaya Rp 2 juta lebih. Kemudian, Oksigen tersebut harus diisi ulang setiap kali habis, dengan biaya Rp 75.000. "Jika dipakai terus, Oksigen dalam sehari habis. Tapi, saya pakai hanya jika kadar Oksigen bayi ini di bawah rata-rata," ujarnya. Biaya pengobatan bayi tanpa tempurung kepala ini menggunakan BPJS Kesehatan.
Desak Sepiari menyebutkan, kondisi bayinya kini mulai stabil. Rambutnya pun mau tumbuh lebat. Namun, jika diraba, ubun-ubunnya terasa lembek. “Kepalanya tidak bisa mengeras, tapi untungnya ditutupi oleh kulit dan rambutnya. Astungkara, kalau bayi ini selamat diberi umur panjang,” tutur ibu tiga anak yang kesehariannya bekerja di salah satu swalayan kawasan Kota Denpasar ini. *nvi
Bayi perempuan tanpa tempurung kepala dengan kaki dan tangan gagal tumbuh (stunting) ini lahir dengan berat badan 2,4 kilogram, panjang 42 sentimeter, saat usia kehamilan 38 minggu. Kini, bayi malang yang diberi nama Ni Komang Wikan Septian Dewi ini telah berusia hampir 4 bulan. Bayi malang ini akan diupacarai Telubulanan oleh orangtuanya pada Soma Umanis Tolu, Senin (6/1) lusa. Bayi Ni Komang Wikan Septian Dewi merupakan anak ketiga pasangan Wayan Darmayasa dan desak ketut Sepiari. Kedua kakak perempuannya yang kini berusia 6 tahun, lahir kembar.
Ditemui NusaBali di kediamannya di Banjar Kenanga, Desa Batubulan Kangin, Jumat (3/1), ibunda si bayi yakni Desak Ketut Sepiari mengungkapkan bayinya sudah melewati masa-masa kritis. Sjak lahir hingga kini, bayi malang in dirawat di rumahnya. Desak Sepiari berharap putrinya yang lahir tampa tempurung kepala ini bisa berumur panjang, meski dipastikan tubuhnya akan cebol.
Menurut Desak Sepiari, selama masa kehamilan bayi malang ini, dirinya rutin melakukan kontrol ke dokter kandungan. Hanya saja, kehamilan bayi ini dirasakan sedikit berbeda dari kehamilan dua kakak perempuannya yang lahir kembar, 6 tahun silam. "Saat hamil di kembar, saya merasakan gerak aktif dalam perut. Tapi, untuk kehamilan bayi kali ini, geraknya pasif," kenang desak Sepiari.
Desak Sepiari mengisahkan, saat usia kehamilan 3 bulan, dia kaget mendengar penjelasan dokter bahwa janin dalam kandungannya tidak tumbuh normal. Bahkan, bayi malang ini sempat dianjurkan dokter untuk digugurkan saja.
"Awalnya USG biasa, tampak tangan dan kaki janin sangat pendek. Disarankan agar dilakukan USG 3D. Saat itu, tampak lebih jelas kalau tangan dan kakinya bengkok-bengkok. Dokter bilang kehamilan saya ada kelainan dan secara medis tidak boleh dilanjutkan. Tapi, saya tidak berani mekuret (gugurkan kandungan),” jelas perempuan kelahiran Desa/Kecamatan Banjarangkan, Klungkung berusia 26 tahun ini.
Desak Sepiari kemudian menanyakan kepada keluarga besarnya terkait saran dokter untuk menggugurkan kandungan. Ternyata, pihak keluarga menyarankan agar kehamilan ini dijaga alias tak boleh digugurkan. “Napi je kapaica, nika tunas (Apa yang diberi oleh Hyang Widhi, itu saja diterima). Karena saya takut karmapala, saya juga tidak tega menggugurkan kandungan semasih bernapas,” katanya.
Singkat cerita, kehamilan bayi malang ini pun dijaga dengan baik oleh Desak Sepiari dan rutin diperiksakan ke dokter kandungan. "Menjelang lahir, dokter kembali menerangkan bahwa anak saya setelah lahir nanti akan rentan menderita sakit komplikasi," cerita Desak Sepiari.
Benar saja, setelah lahir melalui operasi cesar di RS Bhakti Rahayu, 23 September 2019 lalu, bayi perempuan ini tanpa tempurung kepala. Bayi ini langsung dirawat dalam inkubator selama 15 hari. "Lahir tanpa tempurung kepala, disebutkan rentan mengalami hydrocepalus (kepala membesar)," sebut Desak Sepiari.
Setelah kondisinya stabil, bayi Komang Wikan Septian Dewi dibolehkan pulang dari RS. Setibanya di rumah, kondisi bayi malang ini normal saja. Namun, memasuki usia 2 bulan, bayi malang ini mulai mengalami batuk dan sesak napas. "Sempat batuk, diberi obat, mau sembuh. Setelah itu, kambuh lagi, napasnya sesak, sehingga harus dilarikan lagi ke RSUP Sanglah, Denpasar. Hasil diagnose dokter, bayi ini gagal pertumbuhan dan komplikasi. Bayi ini sempat dirawat selama hampir sebulan di RSUP Sanglah, 29 November sampai 23 Desember 2019."
Desak Sepiari memaparkan, sampai sekarang bayi malang ini harus disiapkan Oksigen di rumah, untuk jaga-jaga jika sesak napasnya kumat. Untuk mengetahui kadar Oksigen dan detak jantungnya, sudah dipasang alat khusus pada kaki sebelah kiri si bayi. Meski hanya digunakan waktu tertentu saja, peralatan ini harus siap sedia di kamarnya.
Menurut Desak Sepiari, untuk peralatan Oksigen saja, perlu biaya Rp 2 juta lebih. Kemudian, Oksigen tersebut harus diisi ulang setiap kali habis, dengan biaya Rp 75.000. "Jika dipakai terus, Oksigen dalam sehari habis. Tapi, saya pakai hanya jika kadar Oksigen bayi ini di bawah rata-rata," ujarnya. Biaya pengobatan bayi tanpa tempurung kepala ini menggunakan BPJS Kesehatan.
Desak Sepiari menyebutkan, kondisi bayinya kini mulai stabil. Rambutnya pun mau tumbuh lebat. Namun, jika diraba, ubun-ubunnya terasa lembek. “Kepalanya tidak bisa mengeras, tapi untungnya ditutupi oleh kulit dan rambutnya. Astungkara, kalau bayi ini selamat diberi umur panjang,” tutur ibu tiga anak yang kesehariannya bekerja di salah satu swalayan kawasan Kota Denpasar ini. *nvi
Komentar