KIS-PBI Dinonaktifkan, Dewan Minta Pengobatan Ditanggung Pemkab
Kartu yang dinonaktifkan per 1 Januari 2020 membuat pasien miskin yang sebelumnya menggunakan Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI) kelimpungan.
SINGARAJA, NusaBali
Kekecewaan warga Buleleng, akibat penonaktifan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kelas III secara mendadak per 1 Januari 2020, terus bergulir. Pimpinan DPRD Buleleng pun angkat bicara dan berjanji mencarikan solusi, saat memantau situasi pelayanan kepesertaan JKN di RSUD Buleleng, Jumat (3/1/2020) pagi. Rencananya pembahasan akan dilakukan Senin (6/1/2020) dengan mengundang OPD terkait.
Kehadiran Ketua Dewan Gede Supriatna di RSUD Buleleng diterima oleh Direktur Utama RSUD, dr Gede Wiartana bersama jajarannya. Pemantauan dilakukan di bagian Poliklinik dan di IGD. Dalam pemantauan tersebut, ada beberapa warga yang mengadu tidak mendapat pelayanan karena kartu JKN-nya ditolak. “Ini warga kami tidak mendapat pelayanan, kartunya nonaktif katanya. Padahal warga kami itu pasien kanker payudara yang hendak kontrol,” kata Kadek Bendesa, asal Desa Bungkulan.
Di hadapan Ketua Dewan di IGD RSUD Buleleng, Kadek Bendesa mengatakan, warga sudah sempat berobat pada dokter spesialis di RS Kertha Usada Singaraja, pada pertengahan Desember 2019. Oleh dokternya, diminta dikontrol kembali pada Jumat kemarin. Namun, saat mendaftar untuk kontrol, ternyata kartunya dinyatakan nonaktif. “Padahal warga kami ini miskin, kalau disuruh membayar, dari mana dapat uang,” ujarnya.
Sementara Direktur RSUD Buleleng, dr Gede Wiartana mengakui, di RSUD Buleleng juga ada pasien yang tidak bisa dilayani karena kartunya sudah nonaktif. Pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak, kecuali pasien yang bersangkutan memilih sebagai pasien umum dengan beaya sendiri. “Kami ini hanya penyedia jasa layanan kesehatan. Begitu sistem online kami buka, ternyata datanya tidak kelihatan karena kartunya sudah nonaktif, jadi kami sulit memberikan layanan,” terangnya.
Terkait hal itu, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna menegaskan, pemerintah harus mencarikan segera mencarikan solusi. Dia mengaku sudah mengagendakan pembahasan mencarikan solusi Senin depan dengan mengundang OPD terkait. Supriatna mengaku ada beberapa skema sebagai solusi penanganan salah satunya pemerintah daerah menalangi seluruh beaya kesehatan bagi yang dinonaktifkan di akhir tahun, seperti penerapan JKM dulu. “Berapa yang sakit berobat ke RSUD, segitu dibayarkan nanti. Tetapi tergantung nanti saat pembahasan,” terangnya.
Sekadar dicatat, jumlah peserta JKN kelas III yang dinonatifkan sejak 1 Januari 2020, sebanyak 134.691 jiwa. Mereka ini merupakan pemegang Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Informasinya, penonaktifan ini karena sharing dana antara Pemprov Bali dengan Pemkab Buleleng, untuk membayar iuran bagi kepesertaan JKN kelas III bagi warga Buleleng tidak cukup, akibat kenaikan iuran bulanan yang mencapai 44 persen, dari Rp 23.000 per orang menjadi Rp 42.000 perorang, sejak Januari 2020.
Dalam ketentuan, untuk sharing dana tanggungan, Pempov Bali sebesar 51 persen dan Pemkab Buleleng sebesar 49 persen dari total dana iuran selama setahun. Untuk tahun 2020, total dana sharing yang dianggarkan sebesar Rp 92 miliar. Sejatinya, jumlah dana sharing sebesar Rp 92 miliar itu sudah naik dibanding tahun 2019 lalu hanya sebesar Rp 87 miliar. Kenaikan itu karena ada tambahan masyarakat yang mesti ditanggung sebanyak 182.553 jiwa.
Nah, jumlah tambahan masyarakat yang ditanggung itu berdasarkan penyisiran, hingga ada yang dinonaktifkan sebanyak 134.691 jiwa. Hasil penyisiran, mereka ini dianggap meninggal, pindah domisili, tidak memiliki e-KTP, dan tidak masuk dalam terdaftar Basis Data Terpadu (BDT).*k19
Kehadiran Ketua Dewan Gede Supriatna di RSUD Buleleng diterima oleh Direktur Utama RSUD, dr Gede Wiartana bersama jajarannya. Pemantauan dilakukan di bagian Poliklinik dan di IGD. Dalam pemantauan tersebut, ada beberapa warga yang mengadu tidak mendapat pelayanan karena kartu JKN-nya ditolak. “Ini warga kami tidak mendapat pelayanan, kartunya nonaktif katanya. Padahal warga kami itu pasien kanker payudara yang hendak kontrol,” kata Kadek Bendesa, asal Desa Bungkulan.
Di hadapan Ketua Dewan di IGD RSUD Buleleng, Kadek Bendesa mengatakan, warga sudah sempat berobat pada dokter spesialis di RS Kertha Usada Singaraja, pada pertengahan Desember 2019. Oleh dokternya, diminta dikontrol kembali pada Jumat kemarin. Namun, saat mendaftar untuk kontrol, ternyata kartunya dinyatakan nonaktif. “Padahal warga kami ini miskin, kalau disuruh membayar, dari mana dapat uang,” ujarnya.
Sementara Direktur RSUD Buleleng, dr Gede Wiartana mengakui, di RSUD Buleleng juga ada pasien yang tidak bisa dilayani karena kartunya sudah nonaktif. Pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak, kecuali pasien yang bersangkutan memilih sebagai pasien umum dengan beaya sendiri. “Kami ini hanya penyedia jasa layanan kesehatan. Begitu sistem online kami buka, ternyata datanya tidak kelihatan karena kartunya sudah nonaktif, jadi kami sulit memberikan layanan,” terangnya.
Terkait hal itu, Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna menegaskan, pemerintah harus mencarikan segera mencarikan solusi. Dia mengaku sudah mengagendakan pembahasan mencarikan solusi Senin depan dengan mengundang OPD terkait. Supriatna mengaku ada beberapa skema sebagai solusi penanganan salah satunya pemerintah daerah menalangi seluruh beaya kesehatan bagi yang dinonaktifkan di akhir tahun, seperti penerapan JKM dulu. “Berapa yang sakit berobat ke RSUD, segitu dibayarkan nanti. Tetapi tergantung nanti saat pembahasan,” terangnya.
Sekadar dicatat, jumlah peserta JKN kelas III yang dinonatifkan sejak 1 Januari 2020, sebanyak 134.691 jiwa. Mereka ini merupakan pemegang Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Informasinya, penonaktifan ini karena sharing dana antara Pemprov Bali dengan Pemkab Buleleng, untuk membayar iuran bagi kepesertaan JKN kelas III bagi warga Buleleng tidak cukup, akibat kenaikan iuran bulanan yang mencapai 44 persen, dari Rp 23.000 per orang menjadi Rp 42.000 perorang, sejak Januari 2020.
Dalam ketentuan, untuk sharing dana tanggungan, Pempov Bali sebesar 51 persen dan Pemkab Buleleng sebesar 49 persen dari total dana iuran selama setahun. Untuk tahun 2020, total dana sharing yang dianggarkan sebesar Rp 92 miliar. Sejatinya, jumlah dana sharing sebesar Rp 92 miliar itu sudah naik dibanding tahun 2019 lalu hanya sebesar Rp 87 miliar. Kenaikan itu karena ada tambahan masyarakat yang mesti ditanggung sebanyak 182.553 jiwa.
Nah, jumlah tambahan masyarakat yang ditanggung itu berdasarkan penyisiran, hingga ada yang dinonaktifkan sebanyak 134.691 jiwa. Hasil penyisiran, mereka ini dianggap meninggal, pindah domisili, tidak memiliki e-KTP, dan tidak masuk dalam terdaftar Basis Data Terpadu (BDT).*k19
Komentar