Penerima PBI di Bali Bakal Diseleksi
Dari 1,4 Juta Jiwa Menjadi Hanya 680 Ribu Jiwa
Kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuat pemerintah daerah harus siap dengan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya untuk membayar peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
DENPASAR, NusaBali
Karena itu, Pemerintah Provinsi Bali akan selektif untuk data peserta PBI. Dari 1,4 juta penduduk yang menerima PBI tahun 2019, rencananya akan berkurang sebanyak 45 persen atau sekitar 680 ribu jiwa.
“Ketika perhitungan untuk bisa mencapai Universal Health Coverage (UHC), perhitungannya 1,4 juta penduduk yang harus dibantu. Anggaran UHC ditanggung sebanyak 51 persen dari Provinsi dan 49 persen dari pemerintah kabupaten/kota,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya MPPM di Denpasar, Jumat (3/1).
Menurutnya, dengan kenaikan iuran premi JKN, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota hanya mampu menanggung sebanyak 680 ribu jiwa saja. Jumlah ini di luar kabupaten Badung dan Gianyar. “Kami akan selektif, melakukan pemilahan, masyarakat yang mana saja yang berhak mendapatkan bantuan uran PBI. Sehingga memenuhi kuota 680 ribu itu,” jelasnya.
Pada saat pemilahan peserta dari pemerintah kabupaten/kota, masyarakat yang memiliki ketentuan bisa menerima PBI akan coba diajukan menjadi peserta PBI pusat. Sehingga, yang diharapkan nanti masyarakat yang tersisa, yang tidak dibantu menjadi PBI, adalah masyarakat yang benar-benar mampu membayar premi secara mandiri.
Dengan berkurangnya jumlah tanggungan PBI, praktis menyebabkan pencapaian UHC di Bali tidak lagi 95 persen. Namun Kadis Suarjaya mengatakan, masyarakat yang tidak masuk lagi sebagai penerima PBI bisa ditanggung lewat peserta penerima upah. Hal ini melihat fakta bahwa banyak perusahaan di Bali yang belum mendaftarkan karyawannya menjadi peserta JKN. “Dari laporan, di Bali ini ada 2.300 dunia usaha yang belum mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ini yang akan didorong sehingga mereka bisa tertanggung,” bebernya.
Pada kesempatan lain, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Letjen (Purn) dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) RI saat menghadiri puncak HUT RSUP Sanglah 30 Desember 2019 lalu, mengatakan Universal Health Coverage (UHC) dimaksudkan untuk cakupan akses pelayanan kesehatan, bukan cakupan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Artinya, bukan berarti semua masyarakat harus menjadi peserta JKN, tetapi semua masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan. Sehingga nantinya masyarakat akan dibebaskan memilih asuransi kesehatan sesuai budget dan kemampuan membayar. *ind
“Ketika perhitungan untuk bisa mencapai Universal Health Coverage (UHC), perhitungannya 1,4 juta penduduk yang harus dibantu. Anggaran UHC ditanggung sebanyak 51 persen dari Provinsi dan 49 persen dari pemerintah kabupaten/kota,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya MPPM di Denpasar, Jumat (3/1).
Menurutnya, dengan kenaikan iuran premi JKN, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota hanya mampu menanggung sebanyak 680 ribu jiwa saja. Jumlah ini di luar kabupaten Badung dan Gianyar. “Kami akan selektif, melakukan pemilahan, masyarakat yang mana saja yang berhak mendapatkan bantuan uran PBI. Sehingga memenuhi kuota 680 ribu itu,” jelasnya.
Pada saat pemilahan peserta dari pemerintah kabupaten/kota, masyarakat yang memiliki ketentuan bisa menerima PBI akan coba diajukan menjadi peserta PBI pusat. Sehingga, yang diharapkan nanti masyarakat yang tersisa, yang tidak dibantu menjadi PBI, adalah masyarakat yang benar-benar mampu membayar premi secara mandiri.
Dengan berkurangnya jumlah tanggungan PBI, praktis menyebabkan pencapaian UHC di Bali tidak lagi 95 persen. Namun Kadis Suarjaya mengatakan, masyarakat yang tidak masuk lagi sebagai penerima PBI bisa ditanggung lewat peserta penerima upah. Hal ini melihat fakta bahwa banyak perusahaan di Bali yang belum mendaftarkan karyawannya menjadi peserta JKN. “Dari laporan, di Bali ini ada 2.300 dunia usaha yang belum mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ini yang akan didorong sehingga mereka bisa tertanggung,” bebernya.
Pada kesempatan lain, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Letjen (Purn) dr Terawan Agus Putranto SpRad (K) RI saat menghadiri puncak HUT RSUP Sanglah 30 Desember 2019 lalu, mengatakan Universal Health Coverage (UHC) dimaksudkan untuk cakupan akses pelayanan kesehatan, bukan cakupan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Artinya, bukan berarti semua masyarakat harus menjadi peserta JKN, tetapi semua masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan. Sehingga nantinya masyarakat akan dibebaskan memilih asuransi kesehatan sesuai budget dan kemampuan membayar. *ind
1
Komentar