Perkumpulan Balian, Pamangku, dan Relawan Lakukan Persembahyangan
Tiga Gua di Lereng Gunung Agung Mendadak Diburu Penekun Spiritual
Tiga gua di lereng Gunung Agung pertama kali ditemukan oleh penekun spiritual dari Desa/Kecamatan Manggis, melakukan semedi di atas batu besar pada tahun 1980.
AMLAPURA, NusaBali
Fenomena alam terbilang aneh tapi nyata muncul di lereng Gunung Agung sisi timur atau 5 kilometer dari puncak kawah, tepatnya di Banjar Bhuana Kusuma, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem. Fenomena yang sempat viral di media sosial (medsos) ini berupa tiga gua, yang mengeluarkan tiga unsur alam beraura sakral. Satu gua mengembuskan hawa panas, satu gua menghembuskan hawa sejuk, dan satu gua lagi mengeluarkan abu vulkanik. Gua tersebut kini dinamai Gua Tapa Siddhi Tohlangkir.
Temuan itu membuat sejumlah penekun spiritual memburunya, ada yang sekadar ingin tahu, ada pula yang melakukan persembahyangan. Mereka yang datang ke tempat itu, mulai dari perkumpulan balian, pamangku hingga relawan.
Jro Mangku Nengah Paksa, yang selama ini melayani pamedek datang ke tiga gua tersebut, menuturkan hal itu kepada NusaBali saat berkunjung ke lokasi tiga gua di lereng Gunung Agung, Banjar Bhuana Kusuma, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, Sabtu (4/1) pukul 15.30 Wita. Dijelaskannya, awal mula ditemukannya tiga gua setelah ada seorang penekun spiritual dari Desa/Kecamatan Manggis, Karangasem, melakukan semedi di atas batu besar di lokasi tiga gua tersebut pada tahun 1980. Penekun spiritual yang tidak diketahui namanya itu, usai melakukan semedi tidak mengetahui jalan pulang. Karenanya, paman Mangku Nengah Paksa yakni I Nengah Wingin (almarhum), memberikan petunjuk jalan pulang ke arah Pasar Rubaya, Banjar Beluhu Kangin, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu.
Tiga hari setelah pertemuan almarhum Nengah Wingin dengan penekun spiritual tersebut, Nengah Wingin menyampaikan kepada kemenakannya, Mangku Nengah Paksa perihal ditemukannya tiga gua dimaksud atas petunjuk seorang penekun spiritual.
Namun kala itu Mangku Nengah Paksa tidak menanggapi serius atas temuan dimaksud. Temuan tiga gua itu baru ditindaklanjuti oleh Mangku Nengah Paksa bersama Jro Mangku Pasek dari Banjar Ceniga, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu pada 3 Oktober 2019 lalu.
Kemudian pada 3 Desember 2019, perkumpulan balian dan pamangku dari Desa Dukuh, mendatangi lokasi. Mereka dikoordinasikan oleh Jro Mangku Nyoman Menget Adiasa.
Ternyata tiga gua itu benar adanya. Gua yang paling bawah ditemukan dari lubang batu besar mengembuskan hawa panas. Selanjutnya jarak sekitar 30 meter di atasnya ditemukan gua dari lubang batu besar menghembuskan hawa sejuk. Kemudian jarak sekitar 20 meter di atasnya lagi ada gua di antara bongkahan batu besar mengeluarkan abu vulkanik.
Sejak kedatangan perkumpulan balian dan pamangku itulah, warga mulai berdatangan. Pada Sukra Pon Kulantir, Jumat (3/1), sejumlah warga melakukan gotong royong sambil melakukan penataan di areal tersebut.
Untuk membuktikan gua yang mengembuskan hawa panas, beberapa orang memasukkan telapak tangan ke mulut gua. Hal serupa juga dilakukan di gua yang mengeluarkan hawa sejuk. Saat tangan dimasukkan ke mulut gua, terasa desiran angin mirip hembusan AC keluar dari mulut gua. Banten canang yang dipersembahkan di mulut gua, terus bergerak-gerak karena ditiup angin sejuk dari mulut gua.
“Awalnya saya dapat berita, adanya seorang penekun spiritual semedi di atas batu, tempat ditemukannya tiga gua itu dari paman I Nengah Wingin. Kala itu saya tidak mempedulikan. Ternyata belakangan lokasi itu ramai dikunjungi penekun spiritual,” kata Mangku Nengah Paksa, ayah 5 anak dan kakek dari 2 cucu.
Selama Gunung Agung erupsi, di gua yang paling bawah yang mengeluarkan hawa panas, sempat mengeluarkan asap. “Saya tidak tahu, apakah gua itu tembus ke Gunung Agung atau tidak,” imbuhnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Dukuh I Ketut Giri, Kelian Banjar Bhuana Kusuma I Nyoman Semadi, tokoh Jro Mangku Adnyana dan I Wayan Soma Adi, mengatakan tengah memikirkan langkah selanjutnya perihal perlunya membangun palinggih untuk tempat persembahyangan bagi pamedek yang datang.
Paling tidak harapan ke depan selain adanya palinggih, juga lokasi itu bisa menjadi objek wisata spiritual. Objek wisata tersebut bisa dikombinasikan dengan wisata tracking, menyusuri hutan Desa Dukuh.
Bagi warga yang hendak mengunjungi tiga gua tersebut, mesti jalan kaki sejauh 1,5 kilometer menyusuri jalan setapak dan menanjak, di tengah-hutan Desa Dukuh. Sebab, belum ada jalur kendaraan. Perjalanan dari jalan raya menuju tiga gua ditempuh sekitar 45 menit. Setiap pagi hingga sore, ada saja pamedek yang datang. Pada Sabtu kemarin, selain relawan RAPI Buleleng, juga ada penekun spiritual dari Denpasar datang. *k16
Temuan itu membuat sejumlah penekun spiritual memburunya, ada yang sekadar ingin tahu, ada pula yang melakukan persembahyangan. Mereka yang datang ke tempat itu, mulai dari perkumpulan balian, pamangku hingga relawan.
Jro Mangku Nengah Paksa, yang selama ini melayani pamedek datang ke tiga gua tersebut, menuturkan hal itu kepada NusaBali saat berkunjung ke lokasi tiga gua di lereng Gunung Agung, Banjar Bhuana Kusuma, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem, Sabtu (4/1) pukul 15.30 Wita. Dijelaskannya, awal mula ditemukannya tiga gua setelah ada seorang penekun spiritual dari Desa/Kecamatan Manggis, Karangasem, melakukan semedi di atas batu besar di lokasi tiga gua tersebut pada tahun 1980. Penekun spiritual yang tidak diketahui namanya itu, usai melakukan semedi tidak mengetahui jalan pulang. Karenanya, paman Mangku Nengah Paksa yakni I Nengah Wingin (almarhum), memberikan petunjuk jalan pulang ke arah Pasar Rubaya, Banjar Beluhu Kangin, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu.
Tiga hari setelah pertemuan almarhum Nengah Wingin dengan penekun spiritual tersebut, Nengah Wingin menyampaikan kepada kemenakannya, Mangku Nengah Paksa perihal ditemukannya tiga gua dimaksud atas petunjuk seorang penekun spiritual.
Namun kala itu Mangku Nengah Paksa tidak menanggapi serius atas temuan dimaksud. Temuan tiga gua itu baru ditindaklanjuti oleh Mangku Nengah Paksa bersama Jro Mangku Pasek dari Banjar Ceniga, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu pada 3 Oktober 2019 lalu.
Kemudian pada 3 Desember 2019, perkumpulan balian dan pamangku dari Desa Dukuh, mendatangi lokasi. Mereka dikoordinasikan oleh Jro Mangku Nyoman Menget Adiasa.
Ternyata tiga gua itu benar adanya. Gua yang paling bawah ditemukan dari lubang batu besar mengembuskan hawa panas. Selanjutnya jarak sekitar 30 meter di atasnya ditemukan gua dari lubang batu besar menghembuskan hawa sejuk. Kemudian jarak sekitar 20 meter di atasnya lagi ada gua di antara bongkahan batu besar mengeluarkan abu vulkanik.
Sejak kedatangan perkumpulan balian dan pamangku itulah, warga mulai berdatangan. Pada Sukra Pon Kulantir, Jumat (3/1), sejumlah warga melakukan gotong royong sambil melakukan penataan di areal tersebut.
Untuk membuktikan gua yang mengembuskan hawa panas, beberapa orang memasukkan telapak tangan ke mulut gua. Hal serupa juga dilakukan di gua yang mengeluarkan hawa sejuk. Saat tangan dimasukkan ke mulut gua, terasa desiran angin mirip hembusan AC keluar dari mulut gua. Banten canang yang dipersembahkan di mulut gua, terus bergerak-gerak karena ditiup angin sejuk dari mulut gua.
“Awalnya saya dapat berita, adanya seorang penekun spiritual semedi di atas batu, tempat ditemukannya tiga gua itu dari paman I Nengah Wingin. Kala itu saya tidak mempedulikan. Ternyata belakangan lokasi itu ramai dikunjungi penekun spiritual,” kata Mangku Nengah Paksa, ayah 5 anak dan kakek dari 2 cucu.
Selama Gunung Agung erupsi, di gua yang paling bawah yang mengeluarkan hawa panas, sempat mengeluarkan asap. “Saya tidak tahu, apakah gua itu tembus ke Gunung Agung atau tidak,” imbuhnya.
Sementara itu, Bendesa Adat Dukuh I Ketut Giri, Kelian Banjar Bhuana Kusuma I Nyoman Semadi, tokoh Jro Mangku Adnyana dan I Wayan Soma Adi, mengatakan tengah memikirkan langkah selanjutnya perihal perlunya membangun palinggih untuk tempat persembahyangan bagi pamedek yang datang.
Paling tidak harapan ke depan selain adanya palinggih, juga lokasi itu bisa menjadi objek wisata spiritual. Objek wisata tersebut bisa dikombinasikan dengan wisata tracking, menyusuri hutan Desa Dukuh.
Bagi warga yang hendak mengunjungi tiga gua tersebut, mesti jalan kaki sejauh 1,5 kilometer menyusuri jalan setapak dan menanjak, di tengah-hutan Desa Dukuh. Sebab, belum ada jalur kendaraan. Perjalanan dari jalan raya menuju tiga gua ditempuh sekitar 45 menit. Setiap pagi hingga sore, ada saja pamedek yang datang. Pada Sabtu kemarin, selain relawan RAPI Buleleng, juga ada penekun spiritual dari Denpasar datang. *k16
Komentar