Atma Wedana, Rangkaian Upacara Pitra Yadnya Setelah Ngaben
Atma Wedana, upacara yang bertujuan untuk menyucikan atma pitara seusai upacara ngaben dilakukan sebelum melinggihang atau memposisikan atma sang leluhur
DENPASAR, NusaBali.com
Ngaben, merupakan rangkaian upacara bagi umat Hindu di Bali yang termasuk bagian dari Pitra Yadnya, yakni yadnya yang ditujukan untuk leluhur. Namun tak berhenti hingga pada ngaben yang melepaskan roh dari ikatan keduniawian, umat Hindu memiliki rangkaian upacara lanjutan bagi para Pitara (leluhur).Salah satunya, yakni upacara Atma Wedana.
Atma Wedana, secara umum dapat diartikan sebagai upacara yang bertujuan untuk menyucikan atma pitara seusai upacara ngaben, dan merupakan upacara yang dilakukan sebelum melinggihang atau memposisikan atma sang leluhur di rong tiga atau sanggah kemulan di masing-masing keluarga.
Seperti halnya upacara ngaben, pelaksanaan upacara Atma Wedana sendiri tidak memiliki patokan untuk menentukan atau menghitung hari pelaksaannya. Pun demikian dengan jeda antara pelaksanaan waktu ngaben dengan Atma Wedana itu sendiri, disesuaikan dengan kesiapan keluarga pelaksana. Namun, pemilihan waktu pelaksanaan Atma Wedana juga taks embarangan.Ada hari-hari yang dianggap perlu dihindari dalam pelaksanaan Atma Wedana.
“Pada umumnya, upacara Atma Wedana ini dilaksanakannya setelah Tilem. Kecuali, setelah Tilem itu ada dewasa yang kurang baik maka itu tidak dilaksanakan seperti pada umumnya.Nah dari upacara ngaben sampai Atma Wedana itu sendiri juga tidak ada patokan, berapa hari harus dilakukan. Ini dikembalikan lagi terhadap kesiapan dari keluarga yang akan melaksanakan Atma Wedana. Yang jelas, upacara ini dilaksanakan pada dewasa ayu yang diberikan oleh sang sulinggih itu sendiri,” jelas Dr Ida Bagus Subrahmaniam Saitya SH Sag MFilH, dosen pengajar agama Hindu di Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Rangkaian upacara yang mesti dipuput oleh sulinggih ini memiliki lima tingkatan upacara yang mempengaruhi kompleksnya banten yang digunakan dan durasi pelaksanaan upacara. Kelima jenis ini yaitu ngangsen, nyekah, mamukur, maligia, dan ngeluwer. Adapun jenis upacara mamukur dan maligia menjadi jenis upacara yang paling umum di kalangan masyarakat Bali dengan pelaksanaan upacara yang mencapai seminggu.
Dalam upacara jenis mamukur inilah, terdapat rangkaian ngangget don bingin yang merupakan ritual memetik daun beringin yang kemudian dijadikan simbol badan milik atma itu sendiri. “Semakin kompleks sarana yang digunakan, tingkat waktu pelaksanaannya semakinpanjang, karena harus melewati sarana bebantenan ini,” lanjut Ida Bagus SubrahmaniamSaitya.
Dalam pelaksanaannya, masing-masing keluarga yang hendak melaksanakan upacara ini tidak dituntut untuk melaksanakan Atma Wedana dengan tingkatan yang lebih kompleks. Keluarga dipersilakan untuk melaksanakan upacara yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing, baik dari segi finansial maupun kesiapan keluarga. Namun, ada juga faktor tradisi keluarga yang turut menentukan upacara jenis Atma Wedana yang mana yang akan dilaksanakan oleh setiap keluarga.
“Di Bali itu kan masih terikat dengan sebuah tradisi, dengan adat dan budayanya itu. Pada umum nya, kalau di kalangan puri atau griya itu langsung ke maligia, tidak melalui mamukur. Karena kan ibaratnya puri dan griya itu sudah mapan, sehingga mampu untuk melaksanakan maligia. Dan pada umumnya, di puri atau griya itu, melaksanakan maligia bukan hanya untuk sendiri saja, tapi secara masal,” tuntas pria yang akrab dengan sapaan Gus Bram ini.*yl
Komentar