12 Bidang Lahan Senilai Rp 5,963 Miliar Terpaksa Diproses di PN Singaraja
Proses pembebasan lahan proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 di Jalur Denpasar-Singaraja via Bedugul, masih alot.
SINGARAJA, NusaBali
Selain ada keberatan atas nilai ganti rugi, bukti kepemilikan hak juga menjadi kendala dalam pembayaran ganti rugi. Info terakhir, ada 12 bidang lahan senilai Rp 5,963 miliar yang ganti ruginya terpaksa diproses di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.
Panitia Pengadaan lahan saat ini masih minta petunjuk ke Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Bali dan mohon legal opinion kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja terkait permasalahan kelengkapan bukti kepemilikan lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, yang berlokasi di tiga desa bertetangga kawasan Kecamatan Sukasada, Buleleng: Desa Wanagiri-Desa Pegayaman-Desa Gitgit
Data terakhir yang dihimpun NusaBali di Badan Pertanahan Negara (BPN) Buleleng, Senin (6/1), dari 299 bidang lahan yang dibebaskan, baru 169 bidang yang dapat diproses pembayaran ganti ruginya. Sedangkan sisanya, 130 bidang lahan belum dapat diproses, karena beberapa kendala, seperti keberatan pemilik atas nilai ganti rugi dan bukti hak kepemilikan belum lengkap.
Pemilik tanah yang keberatan mencapai 12 bidang lahan, dengan nilai ganti rugi ditaksir sebesar Rp 5,963 miliar. Karena masih bermasalah, 12 bidang lahan ini ganti ruginya diproses di PN Singaraja. Sedangkan 118 bidang lahan masih bermasalah, karena bukti-bukti kepemilikan hak belum lengkap.
Bukti kepemilikan hak ini harus disetor lengkap, agar pembayaran bisa diproses. Namun faktanya, ada beberapa bukti kepemilikan seperti sertifikat yang masih menjadi jaminan di bank. Selain itu, ada juga pemilik lahan yang tidak mampu menunjukkan bukti akta jual beli atas lahan. Bukan hanya itu, kelengkapan silsilah juga menjadi kendala, karena pelepasan hak harus dilengkapi tandatangan seluruh keluarga. Dalam hal ini, ada salah satu keluarga tidak tinggal di Bali.
Sekretaris Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, Ngurah Mahartha Kertha, mengatakan untuk pemilik lahan yang keberatan, proses pembayaran ganti ruginya nanti lewat konsinyasi (penitipan) di PN Singaraja. Menurut Ngurah Mahartha, ada 12 bidang lahan yang kemungkinan proses pembayaran nilai ganti ruginya melalui PN Singaraja.
Dari 12 bidang lahan itu, kata dia, 3 bidang yang sudah resmi mengajukan keberatan ke PN Singaraja. Sedangkan 7 bidang lahan lagi menolak nilai gati rugi, namun tidak mengajukan keberatan. Sisanya, 2 bidang lahan lagi terkendala karena bukti kepemilikan hak masih menjadi jaminan di bank.
“Namun, apa pun itu, jelas ini tidak bisa diproses. Sehingga proses pembayaran ganti ruginya nanti lewat PN Singaraja. Jadi, kami fokus dulu dengan yang setuju atas nilai ganti rugi lahan. Mereja tinggal melengkapi bukti kepemilikan lahan saja,” terang Ngurah Mahartha saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Senin kemarin.
Menurut Ngurah Mahartha, terhadap persoalan kelengkapan bukti kepemilikan lahan, pihaknya masih meminta petunjuk ke Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Bali di Denpasar. Selain itu, juga memohon legal opinion ke Kejari Singaraja. Pasalnya, ditemukan ada beberapa kasus peralihan hak yang terjadi tahun 2013, justru tidak dilengkapi dengan akta jual beli. Dengan tidak adanya akta jual beli itu, berarti kewajiban membayar pajak tidak terpenuhi.
“Kalau kami validasi ini, kami khawatir dituduh konspirasi penggelapan pajak BPHTB. Jadi, ada persoalan hukum di situ. Makanya, kami minta petunjuk ke atasan dan mohon legal opinion ke kejaksaan. Langkah ini agar semuanya bisa berjalan lancar,” tandas Ngurah Mahartha.
Sekadar dicatat, luas lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 mencapai 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tanah. Rinciannya, 175 bidang tanah di Desa Pegayaman (sisi tengah), 115 bidang tanah di Desa Gitgit (sisi utara), dan 9 bidang tanah di Desa Wanagiri (sisi selatan). Pemprov Bali mengalokasikan dana sebesar Rp 190 miliar untuk pembebasan lahan shortcut ini. *k19
Panitia Pengadaan lahan saat ini masih minta petunjuk ke Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Bali dan mohon legal opinion kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Singaraja terkait permasalahan kelengkapan bukti kepemilikan lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, yang berlokasi di tiga desa bertetangga kawasan Kecamatan Sukasada, Buleleng: Desa Wanagiri-Desa Pegayaman-Desa Gitgit
Data terakhir yang dihimpun NusaBali di Badan Pertanahan Negara (BPN) Buleleng, Senin (6/1), dari 299 bidang lahan yang dibebaskan, baru 169 bidang yang dapat diproses pembayaran ganti ruginya. Sedangkan sisanya, 130 bidang lahan belum dapat diproses, karena beberapa kendala, seperti keberatan pemilik atas nilai ganti rugi dan bukti hak kepemilikan belum lengkap.
Pemilik tanah yang keberatan mencapai 12 bidang lahan, dengan nilai ganti rugi ditaksir sebesar Rp 5,963 miliar. Karena masih bermasalah, 12 bidang lahan ini ganti ruginya diproses di PN Singaraja. Sedangkan 118 bidang lahan masih bermasalah, karena bukti-bukti kepemilikan hak belum lengkap.
Bukti kepemilikan hak ini harus disetor lengkap, agar pembayaran bisa diproses. Namun faktanya, ada beberapa bukti kepemilikan seperti sertifikat yang masih menjadi jaminan di bank. Selain itu, ada juga pemilik lahan yang tidak mampu menunjukkan bukti akta jual beli atas lahan. Bukan hanya itu, kelengkapan silsilah juga menjadi kendala, karena pelepasan hak harus dilengkapi tandatangan seluruh keluarga. Dalam hal ini, ada salah satu keluarga tidak tinggal di Bali.
Sekretaris Pengadaan Lahan Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10, Ngurah Mahartha Kertha, mengatakan untuk pemilik lahan yang keberatan, proses pembayaran ganti ruginya nanti lewat konsinyasi (penitipan) di PN Singaraja. Menurut Ngurah Mahartha, ada 12 bidang lahan yang kemungkinan proses pembayaran nilai ganti ruginya melalui PN Singaraja.
Dari 12 bidang lahan itu, kata dia, 3 bidang yang sudah resmi mengajukan keberatan ke PN Singaraja. Sedangkan 7 bidang lahan lagi menolak nilai gati rugi, namun tidak mengajukan keberatan. Sisanya, 2 bidang lahan lagi terkendala karena bukti kepemilikan hak masih menjadi jaminan di bank.
“Namun, apa pun itu, jelas ini tidak bisa diproses. Sehingga proses pembayaran ganti ruginya nanti lewat PN Singaraja. Jadi, kami fokus dulu dengan yang setuju atas nilai ganti rugi lahan. Mereja tinggal melengkapi bukti kepemilikan lahan saja,” terang Ngurah Mahartha saat dikonfirmasi NusaBali di Singaraja, Senin kemarin.
Menurut Ngurah Mahartha, terhadap persoalan kelengkapan bukti kepemilikan lahan, pihaknya masih meminta petunjuk ke Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Bali di Denpasar. Selain itu, juga memohon legal opinion ke Kejari Singaraja. Pasalnya, ditemukan ada beberapa kasus peralihan hak yang terjadi tahun 2013, justru tidak dilengkapi dengan akta jual beli. Dengan tidak adanya akta jual beli itu, berarti kewajiban membayar pajak tidak terpenuhi.
“Kalau kami validasi ini, kami khawatir dituduh konspirasi penggelapan pajak BPHTB. Jadi, ada persoalan hukum di situ. Makanya, kami minta petunjuk ke atasan dan mohon legal opinion ke kejaksaan. Langkah ini agar semuanya bisa berjalan lancar,” tandas Ngurah Mahartha.
Sekadar dicatat, luas lahan yang dibebaskan untuk proyek Shortcut Titik 7-8 dan Titik 9-10 mencapai 22 hektare, terbagi dalam 299 bidang tanah. Rinciannya, 175 bidang tanah di Desa Pegayaman (sisi tengah), 115 bidang tanah di Desa Gitgit (sisi utara), dan 9 bidang tanah di Desa Wanagiri (sisi selatan). Pemprov Bali mengalokasikan dana sebesar Rp 190 miliar untuk pembebasan lahan shortcut ini. *k19
1
Komentar