Solusi Penonaktifan KIS PBI, Dana Tanggungan Diusulkan untuk 7 Bulan
Dana tanggungan sebesar Rp 97 miliar diplot 7 bulan, dan 5 bulan tersisa diusulkan pengajuan lagi lewat APBD-Perubahan.
SINGARAJA, NusaBali
Lembaga DPRD Buleleng, akhirnya mengeluarkan rekomendasi mengakhiri kegaduhan penonakatifan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kelas III secara mendadak, per 1 Januari 2020. Rekomendasi itu meminta agar Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana segera membuat addendum terhadap perjanjian kerjasama (PKS) dengan BPJS Kesehatan, dimana anggaran pembayaran iuran dari pemerintah daerah sebesar Rp 97 miliar, sepenuhnya dipakai sampai 7 bulan ke depan.
Rekomendasi tersebut keluar, setelah Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Buleleng menggelar rapat, Senin (6/1/2020) pagi di ruang rapat gabungan komisi Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat tersebut dipimpin Ketua Dewan, Gede Supriatna, dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng, Dewa Ketut Puspaka selaku Ketua TAPD.
Dalam rapat tersebut terungkap, dana sharing antara Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng, untuk membayar iuran kepesertaan JKN bagi 317.244 jiwa warga Buleleng, belum mengacu pada kebijakan kenaikan iuran kelas III dari Rp 23.000 perbulan menjadi Rp 42.000 perbulan. Dalam APBD Induk 2020, dana sharing yang dialokasikan hanya sebesar Rp 97 miliar setahun, rinciannya Pemprov Bali sekitar Rp 49,47 miliar dan Pemkab Buleleng sekitar Rp 47,53 miliar. Padahal kalau mengacu pada kenaikan iuran untuk kelas III, maka total kebutuhan dana yang mesti dialokasikan bagi 317.224 jiwa, mencapai Rp 159,890 miliar setahun. Sehingga ada kekurangan dana sekitar Rp 62,890 miliar.
Akibat kekurangan tersebut, terjadilah penonaktifan kepesertaan JKN bagi 134.691 jiwa warga Buleleng. Penonaktifan inilah yang membuat situasi gaduh, karena pemegang kartu ditolak saat berobat ke rumah sakit.
Lembaga Dewan akihirnya mengeluarkan rekomendasi agar Bupati segera membuat addendum terhadap PKS dengan BPJS Kesehatan. Karena dalam PKS tersebut, dana sebesar Rp 97 miliar untuk kebutuhan setahun bagi 317.244 jiwa warga Buleleng. Nantinya dalam addendum, dana sebesar Rp 97 miliar akan diperuntukkan sampai 7 bulan ke depan (Juli 2020).
Sedangkan sisanya untuk 5 bulan berikutnya, akan dialokasikan kembali dalam Perubahan APBD tahun 2020. “Prinsip kami, jangan lagi bebani masyarakat dalam hal kesehatan, karena ini menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Masyarakat harus dilayani kebutuhan dasarnya itu, biarkan kami atau pemerintah yang memikirkan dananya,” tegas Ketua Dewan, Gede Supriatna.
Sementara Ketua TAPD, Dewa Ketut Puspaka mengatakan, rekomendasi dari Lembaga Dewan itu akan dilaporkan kepada Bupati selaku pengambil kebijakan. Sedangkan masalah kekurangan dana sharing sebesar Rp 62,890 miliar, Dewa Puspaka menyatakan bakal berusaha memenuhi kebutuhan dana sharing tersebut. Dijelaskan, mengacu pada regulasi sharing dana maka Pemprov Bali memiliki kewajiban sebesar Rp 32,074 miliar, sedangkan Pemkab Buleleng sebesar Rp 30,816 miliar. “Dana sebesar Rp 30 miliar lebih itu tidak sedikit, jadi kami berusaha menyisir dananya. Kami akan utamakan dulu kebutuhan dasar, setelah itu baru kebutuhan lainnya. Bisa jadi akan ada rasionalisasi nantinya,” kata Puspaka. *k19
Rekomendasi tersebut keluar, setelah Badan Anggaran (Banggar) DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Buleleng menggelar rapat, Senin (6/1/2020) pagi di ruang rapat gabungan komisi Gedung DPRD Buleleng, Jalan Veteran Singaraja. Rapat tersebut dipimpin Ketua Dewan, Gede Supriatna, dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng, Dewa Ketut Puspaka selaku Ketua TAPD.
Dalam rapat tersebut terungkap, dana sharing antara Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng, untuk membayar iuran kepesertaan JKN bagi 317.244 jiwa warga Buleleng, belum mengacu pada kebijakan kenaikan iuran kelas III dari Rp 23.000 perbulan menjadi Rp 42.000 perbulan. Dalam APBD Induk 2020, dana sharing yang dialokasikan hanya sebesar Rp 97 miliar setahun, rinciannya Pemprov Bali sekitar Rp 49,47 miliar dan Pemkab Buleleng sekitar Rp 47,53 miliar. Padahal kalau mengacu pada kenaikan iuran untuk kelas III, maka total kebutuhan dana yang mesti dialokasikan bagi 317.224 jiwa, mencapai Rp 159,890 miliar setahun. Sehingga ada kekurangan dana sekitar Rp 62,890 miliar.
Akibat kekurangan tersebut, terjadilah penonaktifan kepesertaan JKN bagi 134.691 jiwa warga Buleleng. Penonaktifan inilah yang membuat situasi gaduh, karena pemegang kartu ditolak saat berobat ke rumah sakit.
Lembaga Dewan akihirnya mengeluarkan rekomendasi agar Bupati segera membuat addendum terhadap PKS dengan BPJS Kesehatan. Karena dalam PKS tersebut, dana sebesar Rp 97 miliar untuk kebutuhan setahun bagi 317.244 jiwa warga Buleleng. Nantinya dalam addendum, dana sebesar Rp 97 miliar akan diperuntukkan sampai 7 bulan ke depan (Juli 2020).
Sedangkan sisanya untuk 5 bulan berikutnya, akan dialokasikan kembali dalam Perubahan APBD tahun 2020. “Prinsip kami, jangan lagi bebani masyarakat dalam hal kesehatan, karena ini menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Masyarakat harus dilayani kebutuhan dasarnya itu, biarkan kami atau pemerintah yang memikirkan dananya,” tegas Ketua Dewan, Gede Supriatna.
Sementara Ketua TAPD, Dewa Ketut Puspaka mengatakan, rekomendasi dari Lembaga Dewan itu akan dilaporkan kepada Bupati selaku pengambil kebijakan. Sedangkan masalah kekurangan dana sharing sebesar Rp 62,890 miliar, Dewa Puspaka menyatakan bakal berusaha memenuhi kebutuhan dana sharing tersebut. Dijelaskan, mengacu pada regulasi sharing dana maka Pemprov Bali memiliki kewajiban sebesar Rp 32,074 miliar, sedangkan Pemkab Buleleng sebesar Rp 30,816 miliar. “Dana sebesar Rp 30 miliar lebih itu tidak sedikit, jadi kami berusaha menyisir dananya. Kami akan utamakan dulu kebutuhan dasar, setelah itu baru kebutuhan lainnya. Bisa jadi akan ada rasionalisasi nantinya,” kata Puspaka. *k19
Komentar