Prajuru Banjar Graha Canthi Datangi DPRD Karangasem
Desa Adat Kubu Juntal terbitkan berita acara pengukuhan Banjar Adat Graha Canthi per 14 November 2018.
AMLAPURA, NusaBali
Prajuru Banjar Adat Graha Canthi, Desa Adat Kubu Juntal, Desa/Kecamatan Kubu, Karangasem mendatangi DPRD Karangasem, Selasa (7/1). Prajuru menjelaskan berdirinya Banjar Adat Graha Canthi hasil pemekaran dari Banjar Adat Kubu telah sesuai Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang desa adat di Bali. Kedatangan prajuru Banjar Adat Graha Chanti diterima Wakil Ketua I Made Agus Kertiana dan Sekwan I Wayan Ardika di Ruang Transit DPRD Karangasem.
Prajuru yang hadir yakni Kelian Banjar I Nyoman Witama, petajuh I Gede Dedy Artho, Kelian Banjar Dinas Kubu Kangin I Gede Sudarma, dan Jro Mangku Budiadnya. Kelian Banjar I Nyoman Witama menjelaskan, Banjar Adat Graga Chanti hasil pemekaran dari Banjar Adat Kubu berdasarkan kajian dan rekomendasi dari Tim Penepas Wicara Majelis Desa Adat Karangasem. Diperkuat Keputusan Majelis Madya Desa Adat Karangasem Nomor 85/MDA.Kab Krasem/2019 per 10 September 2019 dan telah tercatat di Dinas Kebudayaan Karangasem melalui surat Nomor 437/3085/Disbud pada tanggal 18 Desember 2019.
Ditambahkan, berita acara pengukuhan Banjar Adat Graha Canthi dikeluarkan Desa Adat Kubu Juntal Nomor 014/BAK/XI/2018 per 14 November 2018. Mengetahui Kelian Banjar Adat Kubu I Gede Sukawirya, Bendesa Adat Kubu Juntal I Ketut Suwardita serta Panyarikan I Gede Suar dengan surat berstempel Desa Adat Kubu Juntal. “Secara hukum Banjar Adat Graha Canthi telah berdiri sendiri. Sesuai rekomendasi Tim Penepas Wicara, Keputusan Majelis Desa Adat Karangasem dan rekomendasi dari Desa Adat Kubu Juntal,” kata Nyoman Witama.
Namun belakangan ini krama Banjar Adat Kubu tidak mengakui keberadaan Banjar Adat Graha Canthi. Dinas Kebudayaan diminta mencabut pencatatan Banjar Adat Graha Canthi. Bahkan krama Banjar Adat Kubu mengeluarkan surat Nomor 042/BAK/XII/2019 per 31 Desember 2019 perihal melarang Banjar Adat Graha Canthi melakukan kegiatan adat yang ditandatangani Kelian Banjar Adat Kubu I Made Suladra dan I Nyoman Alit.
Nyoman Witama menambahkan, Banjar Adat Kubu yang menjadi banjar induk juga melayangkan keberatan melalui banding ke Majelis Desa Adat Provinsi Bali. “Saya menghargai banding karena diatur dalam Perda Nomor 4 tahun 2019. Apa pun keputusannya kami siap mematuhi,” katanya. Sementara I Gede Dedy Artho menambahkan, setelah Majelis Madya Desa Adat merekomendasi berarti Banjar Adat Graha Canthi sah. “Krama Banjar Adat Kubu tidak terima atas berdirinya Banjar Adat Graha Canthi, makanya kami ke DPRD agar mendapatkan solusi,” pintanya.
Dedy Artho membantah gara-gara banyak ada hotel, vila, dan restoran di wewidangan Banjar Graha Canthi, kemudian memisahkan diri. “Bukan soal pungutan, dana punia, itu kewenangan desa adat, kami mekar agar bisa mandiri,” tegasnya. Sementara Wakil Ketua DPRD Karangasem I Made Agus Kertiana siap memfasilitasi dengan berkoordinasi ke Dinas Kebudayaan dan Majelis Madya Desa Adat Karangasem agar secepatnya ada solusi.
Sebelumnya, prajuru dan krama Banjar Adat Kubu, Desa Adat Kubu Juntal, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem menemui pimpinan DPRD Bali di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/1) siang. Mereka menolak pemekaran dan pemisahan diri 130 KK (Kepala Keluarga) yang mengatasnamakan diri Banjar Adat Graha Chanti dari Banjar Adat Kubu (induknya). Sekitar 25 orang perwakilan krama dipimpin Kelian Adat Banjar Kubu I Made Suladra. Mereka diterima Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Adnyana, Anggota Fraksi Demokrat DPRD Bali dapil Karangasem yang asal Kecamatan Kubu Komang Wirawan, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra.
Dalam pertemuan tersebut, Kelian Banjar Adat Kubu Suladra menceritakan latar belakang masalah yang dihadapi Banjar Adat Kubu. Berawal dari keinginan 130 KK yang mengatasnamakan dirinya kelompok Graha Chanti (sebelumnya warga Banjar Adat Kubu) ingin memisahkan diri dengan Banjar Adat Kubu pada tahun 2016 silam dengan membentuk Banjar Adat tersendiri bernama Banjar Adat Graha Chanti. Atas keinginan 130 KK Graha Chanti ini, Banjar Adat Kubu menolak permohonan itu, karena tidak memenuhi syarat untuk pemekaran. “Salah satunya 130 KK yang menamakan diri ini Banjar Adat Graha Chanti tidak memiliki Balai Banjar Adat. Kalaupun mereka mengaku sepihak memiliki Balai Banjar Adat, itu bukan hak mereka mengklaim. Sebab yang mereka sebut Banjar Adat itu bukan mereka punya. Itu Balai Banjar Dinas Kubu Kangin yang mereka klaim,” ujar Suladra.
Dalam perkembangannya, masalah semakin meruncing ketika pada akhir tahun 2018, kelompok 130 KK yang menamakan diri Banjar Adat Graha Chanti mengajukan proposal pemekaran/pemisahan diri membentuk banjar adat berdiri sendiri kepada Desa Adat Kubu Juntal dan mendapatkan rekomendasi persetujuan. Selain itu Majelis Adat Kabupaten Karangasem juga merekomendasikan dan menyetujui. Hingga akhirnya proposal permohonan pemekaran kelompok 130 KK Graha Chanti ini lolos ke Majelis Adat Propinsi Bali. “Kami dari Banjar Adat Kubu menolak dan melakukan banding ke Majelis Adat Provinsi Bali,” ujar Suladra. Dia juga sangat menyayangkan langkah 130 KK Graha Chanti yang mengajukan proposal pemekaran tanpa sepengetahuan Banjar Adat Kubu sebagai Banjar Adat yang menaungi 130 KK Graha Chanti. *k16
Prajuru yang hadir yakni Kelian Banjar I Nyoman Witama, petajuh I Gede Dedy Artho, Kelian Banjar Dinas Kubu Kangin I Gede Sudarma, dan Jro Mangku Budiadnya. Kelian Banjar I Nyoman Witama menjelaskan, Banjar Adat Graga Chanti hasil pemekaran dari Banjar Adat Kubu berdasarkan kajian dan rekomendasi dari Tim Penepas Wicara Majelis Desa Adat Karangasem. Diperkuat Keputusan Majelis Madya Desa Adat Karangasem Nomor 85/MDA.Kab Krasem/2019 per 10 September 2019 dan telah tercatat di Dinas Kebudayaan Karangasem melalui surat Nomor 437/3085/Disbud pada tanggal 18 Desember 2019.
Ditambahkan, berita acara pengukuhan Banjar Adat Graha Canthi dikeluarkan Desa Adat Kubu Juntal Nomor 014/BAK/XI/2018 per 14 November 2018. Mengetahui Kelian Banjar Adat Kubu I Gede Sukawirya, Bendesa Adat Kubu Juntal I Ketut Suwardita serta Panyarikan I Gede Suar dengan surat berstempel Desa Adat Kubu Juntal. “Secara hukum Banjar Adat Graha Canthi telah berdiri sendiri. Sesuai rekomendasi Tim Penepas Wicara, Keputusan Majelis Desa Adat Karangasem dan rekomendasi dari Desa Adat Kubu Juntal,” kata Nyoman Witama.
Namun belakangan ini krama Banjar Adat Kubu tidak mengakui keberadaan Banjar Adat Graha Canthi. Dinas Kebudayaan diminta mencabut pencatatan Banjar Adat Graha Canthi. Bahkan krama Banjar Adat Kubu mengeluarkan surat Nomor 042/BAK/XII/2019 per 31 Desember 2019 perihal melarang Banjar Adat Graha Canthi melakukan kegiatan adat yang ditandatangani Kelian Banjar Adat Kubu I Made Suladra dan I Nyoman Alit.
Nyoman Witama menambahkan, Banjar Adat Kubu yang menjadi banjar induk juga melayangkan keberatan melalui banding ke Majelis Desa Adat Provinsi Bali. “Saya menghargai banding karena diatur dalam Perda Nomor 4 tahun 2019. Apa pun keputusannya kami siap mematuhi,” katanya. Sementara I Gede Dedy Artho menambahkan, setelah Majelis Madya Desa Adat merekomendasi berarti Banjar Adat Graha Canthi sah. “Krama Banjar Adat Kubu tidak terima atas berdirinya Banjar Adat Graha Canthi, makanya kami ke DPRD agar mendapatkan solusi,” pintanya.
Dedy Artho membantah gara-gara banyak ada hotel, vila, dan restoran di wewidangan Banjar Graha Canthi, kemudian memisahkan diri. “Bukan soal pungutan, dana punia, itu kewenangan desa adat, kami mekar agar bisa mandiri,” tegasnya. Sementara Wakil Ketua DPRD Karangasem I Made Agus Kertiana siap memfasilitasi dengan berkoordinasi ke Dinas Kebudayaan dan Majelis Madya Desa Adat Karangasem agar secepatnya ada solusi.
Sebelumnya, prajuru dan krama Banjar Adat Kubu, Desa Adat Kubu Juntal, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem menemui pimpinan DPRD Bali di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/1) siang. Mereka menolak pemekaran dan pemisahan diri 130 KK (Kepala Keluarga) yang mengatasnamakan diri Banjar Adat Graha Chanti dari Banjar Adat Kubu (induknya). Sekitar 25 orang perwakilan krama dipimpin Kelian Adat Banjar Kubu I Made Suladra. Mereka diterima Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi I DPRD Bali I Nyoman Adnyana, Anggota Fraksi Demokrat DPRD Bali dapil Karangasem yang asal Kecamatan Kubu Komang Wirawan, Kepala Dinas Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Saputra.
Dalam pertemuan tersebut, Kelian Banjar Adat Kubu Suladra menceritakan latar belakang masalah yang dihadapi Banjar Adat Kubu. Berawal dari keinginan 130 KK yang mengatasnamakan dirinya kelompok Graha Chanti (sebelumnya warga Banjar Adat Kubu) ingin memisahkan diri dengan Banjar Adat Kubu pada tahun 2016 silam dengan membentuk Banjar Adat tersendiri bernama Banjar Adat Graha Chanti. Atas keinginan 130 KK Graha Chanti ini, Banjar Adat Kubu menolak permohonan itu, karena tidak memenuhi syarat untuk pemekaran. “Salah satunya 130 KK yang menamakan diri ini Banjar Adat Graha Chanti tidak memiliki Balai Banjar Adat. Kalaupun mereka mengaku sepihak memiliki Balai Banjar Adat, itu bukan hak mereka mengklaim. Sebab yang mereka sebut Banjar Adat itu bukan mereka punya. Itu Balai Banjar Dinas Kubu Kangin yang mereka klaim,” ujar Suladra.
Dalam perkembangannya, masalah semakin meruncing ketika pada akhir tahun 2018, kelompok 130 KK yang menamakan diri Banjar Adat Graha Chanti mengajukan proposal pemekaran/pemisahan diri membentuk banjar adat berdiri sendiri kepada Desa Adat Kubu Juntal dan mendapatkan rekomendasi persetujuan. Selain itu Majelis Adat Kabupaten Karangasem juga merekomendasikan dan menyetujui. Hingga akhirnya proposal permohonan pemekaran kelompok 130 KK Graha Chanti ini lolos ke Majelis Adat Propinsi Bali. “Kami dari Banjar Adat Kubu menolak dan melakukan banding ke Majelis Adat Provinsi Bali,” ujar Suladra. Dia juga sangat menyayangkan langkah 130 KK Graha Chanti yang mengajukan proposal pemekaran tanpa sepengetahuan Banjar Adat Kubu sebagai Banjar Adat yang menaungi 130 KK Graha Chanti. *k16
Komentar