Penlok Bandara Bali Utara Dibahas Kembali
Krama Kubutambahan Mulai Tidak Sabar
Izin Penetapan Lokasi (Penlok) rencana pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng kembali akan dibahas Kementerian Perhubungan (Kemenhub) di Jakarta, Rabu (15/1) nanti.
SINGARAJA, NusaBali
Pembahasan kali ini dilaksanakan oleh Biro Hukum/Peraturan Transportasi Udara, Multimoda, dan Penunjang Kemenhub, menindaklanjuti surat dari Dirjen Perhubungan Udara perihal penyampaian Rencana Keputusan Menteri (RKM) tentang penlok Bandara Internasional Bali Utara.
Bocoran yang diperoleh NusaBali di Singaraja, Minggu (12/1), surat undangan terkait pembahasan izin Penlok bandara Internasional Bali Utara di Kemenhub nanti sudah dilayangkan kepada pihak terkait, sepekan lalu. Yang diundang hadir, antara lain, Kadis Perhubungan Provinsi Bali, Kadis Perhubungan Kabupaten Buleleng, dan PT (Persero) Angkasa Pura. Menurut sumber NusaBali, surat undangan tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Kemenhub RI, Wahju Adji, 8 Januari 2020 lalu. Betulkah?
Kadis Perhubungan Kabupaten Buleleng, Gede Gunawan AP, juga mengakui telah menerima surat undangan dari Kemehub terkait rencana pembahasan izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara tersebut. Hanya saja, Gunawan tidak berani memastikan apakah rapat pembahasan di Jakarta nanti akan menjadi rapat terakhir untuk terbitnya izin Penlok.
“Saya memang diundang hadir dan memastikan akan hadir. Kalau soal kepastian rapat itu terbitkan izin Penlok, saya tidak bisa memastikan. Mungkin nanti setelah rapat, seperti apa kesimpulannya, baru bisa diketahui,” terang Gunawan saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Ini untuk kesekian kalinya Kemenhub menggelar rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional bali Utara, dengan melibatkan pejabat Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Terakhir, rapat pembahasan izin Penlok dan Rencana Induk Bandara Internasional Bali Utara digelar di Kantor Kemenhub, 7 November 2019 lalu, dengan dihadiri langsung Sekda Provinsi Bali Dewa Putu Indra dan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Sesuai rencana induk yang dibeberkan dalam rapat kala itu, pembangunan bandara dirancang tiga tahap, mulai tahun 2024 hingga 2048
Sementara itu, masyarakat Desa Kubutambahan mulai tidak sabar menanti kepastian terbitnya izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara. Apalagi, krama Desa Adat Kubutambahan sudah sepakat melepas tanah Duwen Pura Desa seluas 370,98 hektare dari kebutuhan lahan pembangunan bandara seluas 400 hektare.
“Persoalan bandara ini kan masih berkutat di izin Penlok. Dari dulu persoalan itu saja. Sebenarnya masyarakat sudah tidak sabar, kapan izin Penlok itu terbit?” tanya Gede Agastia, salah satu tokoh masyarakat Kubutambahan, Minggu kemarin.
Menurut Agastia, masyarakat Kubutambahan tidak akan mempersoalkan izin Penlok itu terbit untuk bandara dibangun di darat atau di laut. Bagi masyarakat setempat, keberadaan bandara nanti dapat memberi dampak ekonomi langsung. “Kami berharap izin Penlok itu bisa terbit, sehingga tidak ada lagi keraguan di masyarakat. Sekarang kan masyarakat masih bertanya-tanya, benarkah akan dibangun banda-ra?” ujar Agastia yang juga pentolan LSM Pemerhati Pembangunan Masyarakat Buleleng.
Selain menuntut izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara segera terbit, kata Agastia, masyarakat juga mendesak pemerintah daerah melibatkan Desa Adat Kubutambahan melalui surat resmi. Pasalnya, selama ini setiapkali ada kepentingan dengan Desa Adat Kubutambahan terkait rencana pembangunan bandara, pemerintah daerah tidak pernah menyampaikan melalui surat resmi.
“Kadang Jero Kelian (Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadeya, Red) ewuh pakewuh. Beliau dipanggil untuk pembahasan bandara hanya lewat telepon, kemudian diminta mengajak prajuru adat. Nah, ini kadang apa dasarnya? Kalau pakai surat resmi kan ada dasarnya melibatkan prajuru,” ujar Agastia yang juga Pecalang Desa Adat Kubutambahan.
Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, bersama prajuru dan 38 Krama Desa Linggih, sebelumnya sepakat menyerahkan 370,98 hekare lahan Duwen Pura Desa Kubutambahan untuk kepentingan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di desanya. Total lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan bandara ini seluas 400 hektare. Kebetulan, di lokasi rencana pembangunan bandara itu ada tanah adat seluas 370,89 hektare.
Selama ini, tanah milik Desa Adat Kubutambahan yang berada di Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel tersebut telah dikontrakkan kepada pihak ketiga, PT Pinang Propertindo (beralamat di Jakarta), selama 90 tahun. Sewa kontrak terjadi sejak tahun 1991 dan telah perpanjangan sampai 3 kali hingga berakhir tahun 2026 mendatang, dengan status Hak Guna Bangunan (HGB). Nilai sewa kontrak sebesar Rp 300 per meter persegi. *k19
Bocoran yang diperoleh NusaBali di Singaraja, Minggu (12/1), surat undangan terkait pembahasan izin Penlok bandara Internasional Bali Utara di Kemenhub nanti sudah dilayangkan kepada pihak terkait, sepekan lalu. Yang diundang hadir, antara lain, Kadis Perhubungan Provinsi Bali, Kadis Perhubungan Kabupaten Buleleng, dan PT (Persero) Angkasa Pura. Menurut sumber NusaBali, surat undangan tersebut ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Kemenhub RI, Wahju Adji, 8 Januari 2020 lalu. Betulkah?
Kadis Perhubungan Kabupaten Buleleng, Gede Gunawan AP, juga mengakui telah menerima surat undangan dari Kemehub terkait rencana pembahasan izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara tersebut. Hanya saja, Gunawan tidak berani memastikan apakah rapat pembahasan di Jakarta nanti akan menjadi rapat terakhir untuk terbitnya izin Penlok.
“Saya memang diundang hadir dan memastikan akan hadir. Kalau soal kepastian rapat itu terbitkan izin Penlok, saya tidak bisa memastikan. Mungkin nanti setelah rapat, seperti apa kesimpulannya, baru bisa diketahui,” terang Gunawan saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Singaraja, Minggu kemarin.
Ini untuk kesekian kalinya Kemenhub menggelar rapat pembahasan rencana pembangunan Bandara Internasional bali Utara, dengan melibatkan pejabat Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Terakhir, rapat pembahasan izin Penlok dan Rencana Induk Bandara Internasional Bali Utara digelar di Kantor Kemenhub, 7 November 2019 lalu, dengan dihadiri langsung Sekda Provinsi Bali Dewa Putu Indra dan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana. Sesuai rencana induk yang dibeberkan dalam rapat kala itu, pembangunan bandara dirancang tiga tahap, mulai tahun 2024 hingga 2048
Sementara itu, masyarakat Desa Kubutambahan mulai tidak sabar menanti kepastian terbitnya izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara. Apalagi, krama Desa Adat Kubutambahan sudah sepakat melepas tanah Duwen Pura Desa seluas 370,98 hektare dari kebutuhan lahan pembangunan bandara seluas 400 hektare.
“Persoalan bandara ini kan masih berkutat di izin Penlok. Dari dulu persoalan itu saja. Sebenarnya masyarakat sudah tidak sabar, kapan izin Penlok itu terbit?” tanya Gede Agastia, salah satu tokoh masyarakat Kubutambahan, Minggu kemarin.
Menurut Agastia, masyarakat Kubutambahan tidak akan mempersoalkan izin Penlok itu terbit untuk bandara dibangun di darat atau di laut. Bagi masyarakat setempat, keberadaan bandara nanti dapat memberi dampak ekonomi langsung. “Kami berharap izin Penlok itu bisa terbit, sehingga tidak ada lagi keraguan di masyarakat. Sekarang kan masyarakat masih bertanya-tanya, benarkah akan dibangun banda-ra?” ujar Agastia yang juga pentolan LSM Pemerhati Pembangunan Masyarakat Buleleng.
Selain menuntut izin Penlok Bandara Internasional Bali Utara segera terbit, kata Agastia, masyarakat juga mendesak pemerintah daerah melibatkan Desa Adat Kubutambahan melalui surat resmi. Pasalnya, selama ini setiapkali ada kepentingan dengan Desa Adat Kubutambahan terkait rencana pembangunan bandara, pemerintah daerah tidak pernah menyampaikan melalui surat resmi.
“Kadang Jero Kelian (Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadeya, Red) ewuh pakewuh. Beliau dipanggil untuk pembahasan bandara hanya lewat telepon, kemudian diminta mengajak prajuru adat. Nah, ini kadang apa dasarnya? Kalau pakai surat resmi kan ada dasarnya melibatkan prajuru,” ujar Agastia yang juga Pecalang Desa Adat Kubutambahan.
Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, bersama prajuru dan 38 Krama Desa Linggih, sebelumnya sepakat menyerahkan 370,98 hekare lahan Duwen Pura Desa Kubutambahan untuk kepentingan pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di desanya. Total lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan bandara ini seluas 400 hektare. Kebetulan, di lokasi rencana pembangunan bandara itu ada tanah adat seluas 370,89 hektare.
Selama ini, tanah milik Desa Adat Kubutambahan yang berada di Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel tersebut telah dikontrakkan kepada pihak ketiga, PT Pinang Propertindo (beralamat di Jakarta), selama 90 tahun. Sewa kontrak terjadi sejak tahun 1991 dan telah perpanjangan sampai 3 kali hingga berakhir tahun 2026 mendatang, dengan status Hak Guna Bangunan (HGB). Nilai sewa kontrak sebesar Rp 300 per meter persegi. *k19
Komentar