Workshop Seni Bali Disambut Antusias di Jepang
Dua seniman muda Bali, I Ketut Lanus SSn MPd dan I Wayan Sutirtha SSn MSn belum lama ini memberikan workshop seni di Jepang.
DENPASAR, NusaBali
Keberadaan mereka di negeri matahari terbit itu benar-benar disambut antusias oleh sekolah dan beberapa sanggar seni di sana. Bahkan pecinta seni di Jepang berharap suatu saat bisa tampil menabuh dan menari Bali di hadapan orang Bali.
Keduanya didapuk menjadi narasumber kegiatan workshop seni budaya Bali di dua sekolah dan beberapa sanggar seni di Negeri Sakura. Kedatangan mereka atas undangan Atsushi Ozawa, pimpinan Trifling Projeck bekerjasama dengan pecinta seni Bali di Jepang. Dalam workshop tersebut, Lanus memberikan materi seni karawitan dan Sutirtha melatih gerak tari Bali.
Menurut Sutirtha yang juga Dosen Seni dan Pertujukan ISI Denpasar ini, sesungguhnya siswa dan pecinta seni di Jepang sudah biasa menari dan memainkan gamelan Bali. Dua sekolah seni yang mereka datangi yakni Nitobe Bunka (setingkat SD) dan Akiruno Gakuen (SLB) ternyata memiliki pelajaran tentang budaya Indonesia, khususnya tentang seni tari dan tabuh tradisional Bali. Bahkan konon selalu menggelar kegiatan seni khususnya tentang budaya Bali. Namun tetap saja mereka ingin merasakan sentuhan dari penari maupun penabuh orang Bali. “Sebelum mengikuti workshop ini, mereka (siswa, red) belajar tari dan tabuh dari orang Jepang. Mereka juga belajar lewat video, sehingga kesempurnaan gerak dan teknik masih sebatas mengenal saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Baik Sutirtha dan Lanus lebih banyak mengenalkan teknik tari Bali, seperti nayog (cara berjalan), agem (sikap pokok dalam tari Bali), malpal (berjalan cepat dengan posisi rendah), seledet (gerak mata), nyelier dan dasar gerak tari lainnya. “Terutama gerak nyeledet yang betul-betul membutuhkan teknik dan ekspresi yang kuat. Setelah mereka berproses dalam kegiatan workshop yang kami berikan, mereka akhirnya tahu seperti apa tingkat kesulitan menari Bali,” jelasnya.
Dilanjutkan oleh Lanus, para siswa dan pecinta seni di Jepang memang mengenal seni budaya Bali, tetapi belum menguasai secara sempurna. Karena itu, selama sepuluh hari di sana, Lanus dan Sutirtha juga memberikan pelatihan kepada seniman Jepang yang ingin mendalami gamelan dan tari Bali. “Kami melakukan latihan bersama dengan mereka. Jujur, mereka rindu belajar dengan orang Bali. Mereka senang, belajar ilmu karawitan dan seni tari dari pelaku sesungguhnya,” katanya.
Dosen Seni IKIP PGRI Bali tersebut bangga karena masyarakat Jepang betul-betul mengagumi seni tradisi Bali dan keteguhan masyarakat Bali, yang walau berhadapan dengan kemajuan zaman dan teknologi, tapi mampu menjaga lekat kesenian dan tradisinya. “Ada banyak sanggar seni di Jepang yang mengajarkan kesenian Bali. Mereka juga rajin menggelar pementasan tari dan tabuh tradisional Bali. Mereka berharap bisa mendapat kesempatan tampil di hadapan pemilik kesenian Bali,” imbuh pemilik Sanggar Cahya Art ini.
Menurut Lanus, masyarakat Bali patut berbangga karena seni budaya Bali mendunia. Namun hal ini jangan sampai membuat terlena, melainkan justru bisa menjadi motivasi bagi generasi muda Bali untuk kukuh dan bersemangat mempertahankan seni budaya adiluhung yang dimiliki. “Sejujurnya kami sangat bangga kesenian Bali dipelajari oleh orang asing. Ini tentu bisa jadi motivasi bagi orang Bali untuk lebih serius untuk menjaga dan mempertahankan seni budaya Bali yang adiluhung,” tandasnya. *ind
Keduanya didapuk menjadi narasumber kegiatan workshop seni budaya Bali di dua sekolah dan beberapa sanggar seni di Negeri Sakura. Kedatangan mereka atas undangan Atsushi Ozawa, pimpinan Trifling Projeck bekerjasama dengan pecinta seni Bali di Jepang. Dalam workshop tersebut, Lanus memberikan materi seni karawitan dan Sutirtha melatih gerak tari Bali.
Menurut Sutirtha yang juga Dosen Seni dan Pertujukan ISI Denpasar ini, sesungguhnya siswa dan pecinta seni di Jepang sudah biasa menari dan memainkan gamelan Bali. Dua sekolah seni yang mereka datangi yakni Nitobe Bunka (setingkat SD) dan Akiruno Gakuen (SLB) ternyata memiliki pelajaran tentang budaya Indonesia, khususnya tentang seni tari dan tabuh tradisional Bali. Bahkan konon selalu menggelar kegiatan seni khususnya tentang budaya Bali. Namun tetap saja mereka ingin merasakan sentuhan dari penari maupun penabuh orang Bali. “Sebelum mengikuti workshop ini, mereka (siswa, red) belajar tari dan tabuh dari orang Jepang. Mereka juga belajar lewat video, sehingga kesempurnaan gerak dan teknik masih sebatas mengenal saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Baik Sutirtha dan Lanus lebih banyak mengenalkan teknik tari Bali, seperti nayog (cara berjalan), agem (sikap pokok dalam tari Bali), malpal (berjalan cepat dengan posisi rendah), seledet (gerak mata), nyelier dan dasar gerak tari lainnya. “Terutama gerak nyeledet yang betul-betul membutuhkan teknik dan ekspresi yang kuat. Setelah mereka berproses dalam kegiatan workshop yang kami berikan, mereka akhirnya tahu seperti apa tingkat kesulitan menari Bali,” jelasnya.
Dilanjutkan oleh Lanus, para siswa dan pecinta seni di Jepang memang mengenal seni budaya Bali, tetapi belum menguasai secara sempurna. Karena itu, selama sepuluh hari di sana, Lanus dan Sutirtha juga memberikan pelatihan kepada seniman Jepang yang ingin mendalami gamelan dan tari Bali. “Kami melakukan latihan bersama dengan mereka. Jujur, mereka rindu belajar dengan orang Bali. Mereka senang, belajar ilmu karawitan dan seni tari dari pelaku sesungguhnya,” katanya.
Dosen Seni IKIP PGRI Bali tersebut bangga karena masyarakat Jepang betul-betul mengagumi seni tradisi Bali dan keteguhan masyarakat Bali, yang walau berhadapan dengan kemajuan zaman dan teknologi, tapi mampu menjaga lekat kesenian dan tradisinya. “Ada banyak sanggar seni di Jepang yang mengajarkan kesenian Bali. Mereka juga rajin menggelar pementasan tari dan tabuh tradisional Bali. Mereka berharap bisa mendapat kesempatan tampil di hadapan pemilik kesenian Bali,” imbuh pemilik Sanggar Cahya Art ini.
Menurut Lanus, masyarakat Bali patut berbangga karena seni budaya Bali mendunia. Namun hal ini jangan sampai membuat terlena, melainkan justru bisa menjadi motivasi bagi generasi muda Bali untuk kukuh dan bersemangat mempertahankan seni budaya adiluhung yang dimiliki. “Sejujurnya kami sangat bangga kesenian Bali dipelajari oleh orang asing. Ini tentu bisa jadi motivasi bagi orang Bali untuk lebih serius untuk menjaga dan mempertahankan seni budaya Bali yang adiluhung,” tandasnya. *ind
Komentar