Sejoli Pembuang Bayi Divonis 7 dan 8 Tahun
Sejoli pembuang bayi, I Kadek Sugita alias Dek Nik, 20, dan Ni Ketut Juniari, 22, divonis berbeda.
BANGLI, NusaBali
Hukuman yang dijatuhkan kepada Kadek Sugita, yakni 8 tahun sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sedangkan Ketut Juniari dijatuhi hukuman 7 tahun, setahun lebih ringan dari tuntutan JPU. Sidang putusan ini digelar di PN Bangli, Senin (13/1).
Pantauan di lokasi, proses persidangan ini diawali terdakwa Ketut Juniari baru dilanjutkan terdakwa Kadek Sugita. Kedua terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya, dan nampak ayah dari keduanya hadir dalam persidangan. Selama proses persidangan terdakwa asal Kecamatan Susut ini hanya tertunduk.
Pada persidangan, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangli, AA Putra Wiratjaya, terungkap beberapa hal yang memberatkan Kadek Sugita maupun Ketut Juniari, yakni sebagai orangtua seyogyanya memberikan perlindungan kepada anaknya dan hak-hak anaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, melindungi anaknya dari kekerasan dan diskriminasi. Namun terbalik, sejoli ini justru menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri.
Majelis hakim mengungkapkan bahwa sebelum bayi tersebut, Kadek Sugita dan Ketut Juniari sudah berupaya untuk menggugurkan kandungannya. Karena tidak berhasil, maka keduanya membiarkan bayi dalam kandungan untuk tumbuh. Kemudian ketika lahir akan dititipkan di panti asuhan. Hanya saja hingga bayi tersebut lahir keduanya tidak menemukan panti asuhan untuk menitipkan anak. Hingga akhirnya bayi tersebut dibuang di tempat kosong.
“Bayi yang baru lahir seyogyanya ditaruh di tempat yang hangat, dan diberikan ASI, bukannya ditempatkan di tempat kosong sehingga bayi tidak mendapatkan perlindungan dari rasa lapar, cuaca maupun binatang yang ada di sekitarnya. Ini merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan,” ungkap Agung Wiratjaya.
Kemudian dari aspek moral, agama dan masyarakat bahwa terdakwa membuang bayinya di rumah kosong yang ada di Banjar Lumbuan, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli adalah wilayah yang mana masyarakatkan terkenal religius yang dijiwai oleh hukum adat dengan nilai-nilai agama Hindu. Dalam agama Hindu keseimbangan alam harus dijaga melalui konsep Tri Hita Karana. Lantas karena perbuatan terdakwa telah merusak keseimbangan sebagaimana konsep Tri Hita Karana.
Perbuatan terdakwa membuat Banjar Lumbuan, Desa Sulahan menjadi leteh, kotor, cuntaka dan membuat resah, meskipun terhadap hal tersebut telah dipulihkan dengan melakukan upacara pecaruan.
Sementara itu hal-hal yang meringakan terdakwa, yakni terdakwa belum pernah dihukum, merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, bersikap sopan di persidangan. Untuk terdakwa Ketut Juniari saat ini dalam kondisi hamil.
Memperhatikan Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan, majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap Kadek Sugita dan 7 tahun untuk Ketut Juniari.
Terkait hukuman yang dijatuhkan pada Kadek Sugita, JPU menerima putusan majelis hakim. Tetapi masih pikir-pikir atas putusan terhadap Ketut Juniari. “JPU menuntut keduanya masing-masing 8 tahun penjara. Atas hukuman terdahap Ketut Juniari, JPU masih pikir-pikir sehingga putusan ini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk untuk Kadek Sugita sudah diterima baik JPU maupun yang bersangkutan dan putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” sambung Agung Wiratjaya usai memimpin persidangan. *esa
Pantauan di lokasi, proses persidangan ini diawali terdakwa Ketut Juniari baru dilanjutkan terdakwa Kadek Sugita. Kedua terdakwa didampingi oleh kuasa hukumnya, dan nampak ayah dari keduanya hadir dalam persidangan. Selama proses persidangan terdakwa asal Kecamatan Susut ini hanya tertunduk.
Pada persidangan, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangli, AA Putra Wiratjaya, terungkap beberapa hal yang memberatkan Kadek Sugita maupun Ketut Juniari, yakni sebagai orangtua seyogyanya memberikan perlindungan kepada anaknya dan hak-hak anaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, melindungi anaknya dari kekerasan dan diskriminasi. Namun terbalik, sejoli ini justru menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri.
Majelis hakim mengungkapkan bahwa sebelum bayi tersebut, Kadek Sugita dan Ketut Juniari sudah berupaya untuk menggugurkan kandungannya. Karena tidak berhasil, maka keduanya membiarkan bayi dalam kandungan untuk tumbuh. Kemudian ketika lahir akan dititipkan di panti asuhan. Hanya saja hingga bayi tersebut lahir keduanya tidak menemukan panti asuhan untuk menitipkan anak. Hingga akhirnya bayi tersebut dibuang di tempat kosong.
“Bayi yang baru lahir seyogyanya ditaruh di tempat yang hangat, dan diberikan ASI, bukannya ditempatkan di tempat kosong sehingga bayi tidak mendapatkan perlindungan dari rasa lapar, cuaca maupun binatang yang ada di sekitarnya. Ini merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan,” ungkap Agung Wiratjaya.
Kemudian dari aspek moral, agama dan masyarakat bahwa terdakwa membuang bayinya di rumah kosong yang ada di Banjar Lumbuan, Desa Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli adalah wilayah yang mana masyarakatkan terkenal religius yang dijiwai oleh hukum adat dengan nilai-nilai agama Hindu. Dalam agama Hindu keseimbangan alam harus dijaga melalui konsep Tri Hita Karana. Lantas karena perbuatan terdakwa telah merusak keseimbangan sebagaimana konsep Tri Hita Karana.
Perbuatan terdakwa membuat Banjar Lumbuan, Desa Sulahan menjadi leteh, kotor, cuntaka dan membuat resah, meskipun terhadap hal tersebut telah dipulihkan dengan melakukan upacara pecaruan.
Sementara itu hal-hal yang meringakan terdakwa, yakni terdakwa belum pernah dihukum, merasa bersalah dan menyesali perbuatannya, bersikap sopan di persidangan. Untuk terdakwa Ketut Juniari saat ini dalam kondisi hamil.
Memperhatikan Pasal 80 ayat (3) jo Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan, majelis hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap Kadek Sugita dan 7 tahun untuk Ketut Juniari.
Terkait hukuman yang dijatuhkan pada Kadek Sugita, JPU menerima putusan majelis hakim. Tetapi masih pikir-pikir atas putusan terhadap Ketut Juniari. “JPU menuntut keduanya masing-masing 8 tahun penjara. Atas hukuman terdahap Ketut Juniari, JPU masih pikir-pikir sehingga putusan ini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk untuk Kadek Sugita sudah diterima baik JPU maupun yang bersangkutan dan putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” sambung Agung Wiratjaya usai memimpin persidangan. *esa
1
Komentar