Komunikasi dan Perhatian dari Orang Terdekat
Penting Untuk Cegah Orang Bunuh Diri
Kasus dokter yang memilih jalan ulahpati menjadi perhatian publik di Bali.
DENPASAR, NusaBali
Ini menandakan bunuh diri tidak lagi hanya sosial ekonomi, namun siapa saja bisa mengalami depresi dan akhirnya memilih jalan demikian. Kondisi sosial saat ini di mana komunikasi langsung dengan orang terdekat yang semakin jauh juga harus mulai disadari. Orang terdekat, keluarga termasuk teman dan masyarakat harus membantu seseorang memecahkan masalah ataupun mendengarkannya berkeluh kesah, sebelum muncul tanda-tanda depresi.
Dokter Spesialis Kejiwaan RSUP Sanglah, Dr dr AA Sri Wahyuni SpKJ mengatakan, secara ilmu kedokteran jiwa, saat ini masyarakat di era milenial seakan dikejar-kejar oleh banyak hal. Saat ini, tidak lagi memandang soal tinggi rendahnya status sosial ekonomi. Justru semakin tinggi status sosial ekonomi, semakin seseorang merasa tidak ada tempat untuk curhat.
“Kita saat ini hidup di era di mana komunikasi direct (langsung) dengan orang dekat, itu sudah jauh sekali. Sehingga tidak memahami perubahan-perubahan yang terjadi dalam keseharian. Mereka kebanyakan berpikir tidak akan ada yang menolongnya di saat-saat kritis dan putus asa. Itu yang memicu akhirnya mengambil jalan seperti itu,” ujarnya saat ditemui, Rabu (15/1).
Dikatakan, ada berbagai macam pemicu yang menyebabkan orang mudah sekali mengalami depresi, merasa putus asa, tidak berguna, tidak mampu mengatasi masalah, serta tidak ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan lagi. Apabila ada anggota keluarga yang memperlihatkan gejala demikian, keluarga terdekat harus segera mendekati agar bisa berkeluh kesah serta konsultasikan segera dengan ahli kejiwaan. Jangan justru lari ke media sosial, sebab ini juga menjadi salah satu pemicu.
Masyarakat pun juga jangan memandang bahwa yang datang konsultasi ke psikiater atau spesialis kejiwaan adalah sudah dalam gangguan jiwa berat bahkan gila. Namun datang ke psikiater adalah bagaimana membuka kesulitan-kesulitan yang dihadapi seseorang untuk menemukan jalan keluar, sehingga tidak sampai mengakhiri hidup baik diri sendiri maupun hidup orang lain dengan sia-sia. “Biasanya kalau depresi yang memang dari diri sendiri selalu hidupnya merasa susah dan tidak mampu menangani masalah. Biasanya itu akan menjadi faktor turunan bahwa punya kelemahan dalam menghadapi suatu masalah,” jelasnya. *ind
Dokter Spesialis Kejiwaan RSUP Sanglah, Dr dr AA Sri Wahyuni SpKJ mengatakan, secara ilmu kedokteran jiwa, saat ini masyarakat di era milenial seakan dikejar-kejar oleh banyak hal. Saat ini, tidak lagi memandang soal tinggi rendahnya status sosial ekonomi. Justru semakin tinggi status sosial ekonomi, semakin seseorang merasa tidak ada tempat untuk curhat.
“Kita saat ini hidup di era di mana komunikasi direct (langsung) dengan orang dekat, itu sudah jauh sekali. Sehingga tidak memahami perubahan-perubahan yang terjadi dalam keseharian. Mereka kebanyakan berpikir tidak akan ada yang menolongnya di saat-saat kritis dan putus asa. Itu yang memicu akhirnya mengambil jalan seperti itu,” ujarnya saat ditemui, Rabu (15/1).
Dikatakan, ada berbagai macam pemicu yang menyebabkan orang mudah sekali mengalami depresi, merasa putus asa, tidak berguna, tidak mampu mengatasi masalah, serta tidak ada keinginan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan lagi. Apabila ada anggota keluarga yang memperlihatkan gejala demikian, keluarga terdekat harus segera mendekati agar bisa berkeluh kesah serta konsultasikan segera dengan ahli kejiwaan. Jangan justru lari ke media sosial, sebab ini juga menjadi salah satu pemicu.
Masyarakat pun juga jangan memandang bahwa yang datang konsultasi ke psikiater atau spesialis kejiwaan adalah sudah dalam gangguan jiwa berat bahkan gila. Namun datang ke psikiater adalah bagaimana membuka kesulitan-kesulitan yang dihadapi seseorang untuk menemukan jalan keluar, sehingga tidak sampai mengakhiri hidup baik diri sendiri maupun hidup orang lain dengan sia-sia. “Biasanya kalau depresi yang memang dari diri sendiri selalu hidupnya merasa susah dan tidak mampu menangani masalah. Biasanya itu akan menjadi faktor turunan bahwa punya kelemahan dalam menghadapi suatu masalah,” jelasnya. *ind
1
Komentar