Berhasil Bikin Modifikasi Kursi Roda Bertenaga Listrik
Putu Sudarsana, Penyandang Disabilitas Asal Kelurahan Paket Agung, Buleleng
Putu Sudarsana habiskan Rp 3,5 juta untuk bikin kursi roda elektrik menggunakan alat-alat bekas seperti stang sepeda lengkap roda depan, accu motor, dinamo mesin jahit, instalasi
SINGARAJA, NusaBali
Ketebatasan fisik yang dialami penyandang disabilitas, bukan jadi halangan bagi mereka dalam berjuang hidup dan berkreativitas. Buktinya, Putu Sudarsana, 44, berhasil menorehkan prestasi membanggakan, sekalipun mengalami cacat fisik. Penyandang disabilitas asal Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng ini berhasil memodifikasi kursi roda bertenaga listrik.
Putu Sudarsana divonis mengalami polio sejak usia 1 tahun, sehingga tidak bisa bergerak normal. Selama ini, Putu Sudarsana beraktivitas menggunakan kursi roda menyerupai sepeda roda tiga. Dengan ketekunan dan kreativitasnya, penyandang disabilitas berusia 44 tahun ini berhasil memodifikasi kursi rodanya bertenaga listrik. Alat bantu keterbatasan fisiknya itu kini cukup meringankan dan memudahkan jangkauan gerak Sudarsana.
Ditemui NusaBali di rumahnya di Jalan Tri Brata Singaraja kawasan Kelurahan Beratan, Kecamatan Buleleng, Jumat (17/1), Sudarsana tampak sangat sumringah saat mengujicobakan kursi roda elektriknya di jalan beraspal depan rumah. Sudarsana sempat beberapa kali bolak-balik dari arah timur ke barat dan sebaliknya, untuk mengetahui apa yang perlu disempurnakan dari kursi roda rakitannya tersebut.
Menurut Sudarsana, kursi roda elektrik hasil modifikasinya ini baru saja selesai dikerjakan oleh bengkel. Meski dikerjakan bengkel, namun Sudarsana sendiri yang merancang desain dan alat tambahan pada kursi roda yang digunakan untuk bantu memudahkan geraknya tersebut.
“Dengan kursi roda elektrik ini, saya tidak perlu lagi mengayunkan tangan dan mengayuh roda pada kursi roda. Saya cukup menekan tombol dan mengatur kemudi yang terbuat dari stang sepeda bekas,” cerita anak sulung dari empat bersaudara pasangan Gede Sukarata dan Luh Darmiasih ini.
Sudarsana mengisahkan, ide untuk membuat kursi roda yang dapat dijalankan dengan mesin ini bermula ketika dia melihat beberapa karya penyandang disabilitas yang sangat mandiri karena terbantu peralatan yang dimodifikasi, setahun lalu. Salah satunya, kursi roda elektrik yang sumber tenaganya dari accu yang diambil dari konsep motor listrik.
“Ide memodifikasi kursi roda ini awalnya dari nonton YouTube. Sebenarnya ada yang jual sudah jadi, tapi harganya cukup mahal. Tak mampu beli, saya putuskan bikin modifikasi sendiri. Ini saya baru ujicoba rakitan sendiri, terus pasang las dan nyambung-nyambung engselnya dengan dibantu oleh bengkel,” kenang penyandang disabilitas yang akrab disapa Beny ini.
Menurut Sudarsana, persiapan untuk menghasilkan kursi roda yang dimodifikasi ini cukup lama, karena dia harus mengumpulkan alat-alat yang bekas terpakai. Alat-alat bekas itu, antara lain, stang sepeda lengkap dengan roda depannya, accu sepeda motor, dinamo mesin jahit, instalasi, dan lampu sederhana.
Secara keselusuhan, Sudarsana menghabiskan Rp 3,5 juta untuk membuat kursi roda modifikasi bertenaga motor ini. Setelah kursi roda elektrik buatannya diujicobakan, Sudarsana mengaku masih akan melakukan penyepurnaan di beberapa titik lagi.
“Ini kan sekarang masih tertutup, sehingga kalau saya masuk harus diangkat atau dibantu keluarga. Nah, maunya nanti palang samping kanan-kiri penghubung stang dengan kursi roda itu portabel, sehingga bisa dilepas pasang. Dengan begitu, saya masuknya juga gampang,” tutur penyandang disabilitas yang masih melajang hingga usia 44 tahun ini.
Sekadar diketahui, kursi roda bermotor rancangan Sudarsana ini dapat berfungsi saat kunci di-On-kan, lalu tenaga listrik yang mengalir dari accu akan tersalurkan ke dinamo mesin jahit yang akan bergerak menjadi tenaga. Setelah itu, tenaga yang dihasilkan masuk ke dalam controler, sehingga Sudarsana bisa mengaturnya sendiri saat menjalankan kursi rodanya dengan menarik pelatuk gas di stang kanan.
Meski sudah selesai dirangkai, namun kursi roda bermotor ini masih perlu diujicoba terkait berapa lama kekuatan dua accu sepeda motor bekas berdaya 24 volt saat digerakkan. Begitu juga daya dorong dinamo sebesar 3.000 Watt yang digunakan, perlu diujicoba.
“Kalau untuk tanjakan keras, geraknya masih agak tersendat, sehingga ini yang masih saya perhitungkan. Termasuk nanti mengukur kekuatan accunya bisa dipakai dalam jarak berapa,” katanya.
Dengan kursi roda hasil modifikasinya sendiri, ke depan Sudarsana bermimpi bisa mendapatkan akses gerak lebih banyak. “Ya, biar ada sekadar dipakai nututin (melayat, Red) atau menyamabraya ke rumah saudara. Selama ini, saya kan harus diantar jemput. Kalau ini sudah oke, nanti saya kan bisa jalan sendiri,” papar penyandang disabilitas kelahiran Singaraja, 13 Juni 1975 ini.
Sudarsana divonis menderita polio sejak usia 1 tahun, sehingga tidak bisa berjalan. Namun, keterbatasan fisiknya tidak lantas membuat keluarganya patah arang. Mereka tetap menyekolahkan Sudarsana yang menderita polio ini di sekolah-sekolah umum.
Pendidikan dasar ditempuh Sudarsana di SDN 1 Paket Agung, yang merupakan sekolah tertua di Bali, tempat ayahanda Bung Karno dulu mengajar. Setamat SD, Sudarsana lanjut sekolah di SMP Ngurah Rai Singaja. Terakhir, penyandang disabilitas ini sekolah di STM Negeri Singaraja, ambil Jurusan Elektro. Ilmu yang diperolehnya di STM itulah yang berperan bagi Sudarsana dalam mendesain kursi roda modifikasi bertenaga motir.
Setelah lepas dari STM Negeri Singaraja, Sudarsana dimodali kedua orangtuanya untuk mengelola usaha sendiri, mulai dari warung sederhana, biliard, hingga merambah bisnis laundry yang digelutinya saat ini. Sudarsana bahkan mempekerjakan satu karyawan untuk menyelesaikan pesanan laundry-nya.
Menurut Sudarsana, kecanggihan teknologi saat ini sangat membantu dalam mengakses informasi, termasuk memotivasi diri dengan membuat sesuatu yang setifatnya bermanfaat bagi dirinya sendiri. *k23
Putu Sudarsana divonis mengalami polio sejak usia 1 tahun, sehingga tidak bisa bergerak normal. Selama ini, Putu Sudarsana beraktivitas menggunakan kursi roda menyerupai sepeda roda tiga. Dengan ketekunan dan kreativitasnya, penyandang disabilitas berusia 44 tahun ini berhasil memodifikasi kursi rodanya bertenaga listrik. Alat bantu keterbatasan fisiknya itu kini cukup meringankan dan memudahkan jangkauan gerak Sudarsana.
Ditemui NusaBali di rumahnya di Jalan Tri Brata Singaraja kawasan Kelurahan Beratan, Kecamatan Buleleng, Jumat (17/1), Sudarsana tampak sangat sumringah saat mengujicobakan kursi roda elektriknya di jalan beraspal depan rumah. Sudarsana sempat beberapa kali bolak-balik dari arah timur ke barat dan sebaliknya, untuk mengetahui apa yang perlu disempurnakan dari kursi roda rakitannya tersebut.
Menurut Sudarsana, kursi roda elektrik hasil modifikasinya ini baru saja selesai dikerjakan oleh bengkel. Meski dikerjakan bengkel, namun Sudarsana sendiri yang merancang desain dan alat tambahan pada kursi roda yang digunakan untuk bantu memudahkan geraknya tersebut.
“Dengan kursi roda elektrik ini, saya tidak perlu lagi mengayunkan tangan dan mengayuh roda pada kursi roda. Saya cukup menekan tombol dan mengatur kemudi yang terbuat dari stang sepeda bekas,” cerita anak sulung dari empat bersaudara pasangan Gede Sukarata dan Luh Darmiasih ini.
Sudarsana mengisahkan, ide untuk membuat kursi roda yang dapat dijalankan dengan mesin ini bermula ketika dia melihat beberapa karya penyandang disabilitas yang sangat mandiri karena terbantu peralatan yang dimodifikasi, setahun lalu. Salah satunya, kursi roda elektrik yang sumber tenaganya dari accu yang diambil dari konsep motor listrik.
“Ide memodifikasi kursi roda ini awalnya dari nonton YouTube. Sebenarnya ada yang jual sudah jadi, tapi harganya cukup mahal. Tak mampu beli, saya putuskan bikin modifikasi sendiri. Ini saya baru ujicoba rakitan sendiri, terus pasang las dan nyambung-nyambung engselnya dengan dibantu oleh bengkel,” kenang penyandang disabilitas yang akrab disapa Beny ini.
Menurut Sudarsana, persiapan untuk menghasilkan kursi roda yang dimodifikasi ini cukup lama, karena dia harus mengumpulkan alat-alat yang bekas terpakai. Alat-alat bekas itu, antara lain, stang sepeda lengkap dengan roda depannya, accu sepeda motor, dinamo mesin jahit, instalasi, dan lampu sederhana.
Secara keselusuhan, Sudarsana menghabiskan Rp 3,5 juta untuk membuat kursi roda modifikasi bertenaga motor ini. Setelah kursi roda elektrik buatannya diujicobakan, Sudarsana mengaku masih akan melakukan penyepurnaan di beberapa titik lagi.
“Ini kan sekarang masih tertutup, sehingga kalau saya masuk harus diangkat atau dibantu keluarga. Nah, maunya nanti palang samping kanan-kiri penghubung stang dengan kursi roda itu portabel, sehingga bisa dilepas pasang. Dengan begitu, saya masuknya juga gampang,” tutur penyandang disabilitas yang masih melajang hingga usia 44 tahun ini.
Sekadar diketahui, kursi roda bermotor rancangan Sudarsana ini dapat berfungsi saat kunci di-On-kan, lalu tenaga listrik yang mengalir dari accu akan tersalurkan ke dinamo mesin jahit yang akan bergerak menjadi tenaga. Setelah itu, tenaga yang dihasilkan masuk ke dalam controler, sehingga Sudarsana bisa mengaturnya sendiri saat menjalankan kursi rodanya dengan menarik pelatuk gas di stang kanan.
Meski sudah selesai dirangkai, namun kursi roda bermotor ini masih perlu diujicoba terkait berapa lama kekuatan dua accu sepeda motor bekas berdaya 24 volt saat digerakkan. Begitu juga daya dorong dinamo sebesar 3.000 Watt yang digunakan, perlu diujicoba.
“Kalau untuk tanjakan keras, geraknya masih agak tersendat, sehingga ini yang masih saya perhitungkan. Termasuk nanti mengukur kekuatan accunya bisa dipakai dalam jarak berapa,” katanya.
Dengan kursi roda hasil modifikasinya sendiri, ke depan Sudarsana bermimpi bisa mendapatkan akses gerak lebih banyak. “Ya, biar ada sekadar dipakai nututin (melayat, Red) atau menyamabraya ke rumah saudara. Selama ini, saya kan harus diantar jemput. Kalau ini sudah oke, nanti saya kan bisa jalan sendiri,” papar penyandang disabilitas kelahiran Singaraja, 13 Juni 1975 ini.
Sudarsana divonis menderita polio sejak usia 1 tahun, sehingga tidak bisa berjalan. Namun, keterbatasan fisiknya tidak lantas membuat keluarganya patah arang. Mereka tetap menyekolahkan Sudarsana yang menderita polio ini di sekolah-sekolah umum.
Pendidikan dasar ditempuh Sudarsana di SDN 1 Paket Agung, yang merupakan sekolah tertua di Bali, tempat ayahanda Bung Karno dulu mengajar. Setamat SD, Sudarsana lanjut sekolah di SMP Ngurah Rai Singaja. Terakhir, penyandang disabilitas ini sekolah di STM Negeri Singaraja, ambil Jurusan Elektro. Ilmu yang diperolehnya di STM itulah yang berperan bagi Sudarsana dalam mendesain kursi roda modifikasi bertenaga motir.
Setelah lepas dari STM Negeri Singaraja, Sudarsana dimodali kedua orangtuanya untuk mengelola usaha sendiri, mulai dari warung sederhana, biliard, hingga merambah bisnis laundry yang digelutinya saat ini. Sudarsana bahkan mempekerjakan satu karyawan untuk menyelesaikan pesanan laundry-nya.
Menurut Sudarsana, kecanggihan teknologi saat ini sangat membantu dalam mengakses informasi, termasuk memotivasi diri dengan membuat sesuatu yang setifatnya bermanfaat bagi dirinya sendiri. *k23
1
Komentar