Dipecat, Helmy Yahya Melawan Dewas TVRI
Keputusan Helmy beli hak siar Liga Inggris disebut pengaruhi kesejahteraan karyawan
JAKARTA, NusaBali
Helmy Yahya menempuh jalur hukum untuk melawan Dewan Pengawas TVRI soal pemecatan dirinya sebagai Direktur Utama TVRI. Helmy menunjuk mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra Hamzah sebagai penasihat hukum.
"Bang Chanda Hamzah dan Wibowo Mukti yang mendampingi kami sebagai penasihat hukum saya," ujar Helmy saat jumpa pers di Pulau Dua Resto, Jalan Gatot Seobroto, Jakarta Pusat, seperti dilansir detik, Jumat (17/1).
Adik kandung Tantowi Yahya itu juga menyebutkan salah satu alasan pencopotan jabatannya dari Dirut TVRI lantaran program dari Liga Inggris yang memakan biaya besar.
“Memberi penjelasan pembelian program berbiaya besar Liga Inggris, itu saja. Semua stasiun di dunia program monster content atau locomotive content yang membuat orang menonton,” tutur Helmy.
“Kepercayaan orang lima kali lipat lebih besar dari TV lain, Mola TV menayangkan Liga Inggris. Ini rezeki anak soleh, apakah ada masalah administrasi kami ngambil Liga Inggris?” ujarnya seperti dikutip dari kompas.
Chandra menilai kisruh internal TVRI bisa diselesaikan tanpa pemecatan. Tetapi sayangnya upaya itu tidak terwujud. Chandra mengakui Dewas mempunyai wewenang untuk memberhentikan direksi TVRI. Namun kewenangan itu harus sesuai dengan undang-undang.
Eks Komisoner KPK itu kemudian mempersoalkan kalimat memberhentikan Helmy secara hormat. Menurutnya jika dengan hormat, maka pada lampiran tak seharusnya ada penjabaran kesalahan yang dilakukan Helmy.
"Dalam literatur UU ASN dan lain-lain, dengan kesalahannya harusnya dengan tidak hormat," tutur Chandra.
Chandra mengatakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Dewas tidak berwenang untuk mengeluarkan surat pemberhentian sementara. Namun pada 4 Desember 2019 Dewas mengeluarkan surat tersebut.
"Dewas pernah memberhentikan Helmy dan nyatakan nonaktif, mengeluarkan surat 4 Desember 2019. Dalam PP, Dewas nggak punya kewenangan menyatakan direksi non-aktif kecuali direksi kena pidana. Apakah HY kena tindak pidana? Nyatanya tidak," jelas Chandra.
Sementara itu, sebagian karyawan TVRI menilai kebijakan Helmy membeli hak siar Liga Inggris memengaruhi produksi dan kesejahteraan karyawan TVRI.
Salah seorang kamerawan, Bobby, mengatakan sejak menyiarkan Liga Inggris, TVRI mengurangi produksinya. Honor sistem kerabat kerja (SKK) untuk karyawan produksi pun berkurang drastis.
"Masalahnya Liga Inggris nilainya Rp40 miliaran. Kalau dibuat produksi sendiri di studio, sudah banyak sekali. Itu cuma dapat satu acara, Liga Inggris. Sementara teman-teman produksi enggak kerja," kata Bobby saat ditemui CNNIndonesia.com di salah satu warung kopi di kawasan TVRI, Jakarta, Jumat (17/1).
Bobby mengatakan studio-studio produksi TVRI sudah jarang beroperasi enam bulan terakhir. Banyak karyawan produksi yang jarang datang ke kantor karena tak punya uang. Padahal menurutnya, SKK menjadi salah satu tumpuan pemasukan karyawan TVRI.
Karyawan lainnya, Dhoni juga mengeluhkan hal yang sama. Ia menyebut sejak kepemimpinan direksi besutan Helmy, bahkan ada pemotongan uang makan sebagai hak karyawan.
Sementara itu, Komisi I DPR ingin kisruh internal TVRI diselesaikan secara kekeluargaan, jika tidak ada masalah menyangkut materiil. Komisi I berencana memanggil Dewan Pengawas (Dewas) TVRI dan Helmy Yahya pekan depan.
"Nah, sebenarnya kami sih berharap agar kasus ini bisa selesai dengan baik, selesai dengan damai. Sepanjang memang tidak ada yang materiil, hanya masalah komunikasi, saya berharap diselesaikan secara kekeluargaan," kata Wakil Ketua Komisi I, Abdul Kharis Almasyahari kepada wartawan, seperti dikutip cnnindonesia, Jumat (17/1).
Kharis menyebut Komisi I DPR tidak mengetahui secara detail masalah internal TVRI. Karena itu, mereka berencana memanggil Dewas TVRI dan Helmy Yahya.*
"Bang Chanda Hamzah dan Wibowo Mukti yang mendampingi kami sebagai penasihat hukum saya," ujar Helmy saat jumpa pers di Pulau Dua Resto, Jalan Gatot Seobroto, Jakarta Pusat, seperti dilansir detik, Jumat (17/1).
Adik kandung Tantowi Yahya itu juga menyebutkan salah satu alasan pencopotan jabatannya dari Dirut TVRI lantaran program dari Liga Inggris yang memakan biaya besar.
“Memberi penjelasan pembelian program berbiaya besar Liga Inggris, itu saja. Semua stasiun di dunia program monster content atau locomotive content yang membuat orang menonton,” tutur Helmy.
“Kepercayaan orang lima kali lipat lebih besar dari TV lain, Mola TV menayangkan Liga Inggris. Ini rezeki anak soleh, apakah ada masalah administrasi kami ngambil Liga Inggris?” ujarnya seperti dikutip dari kompas.
Chandra menilai kisruh internal TVRI bisa diselesaikan tanpa pemecatan. Tetapi sayangnya upaya itu tidak terwujud. Chandra mengakui Dewas mempunyai wewenang untuk memberhentikan direksi TVRI. Namun kewenangan itu harus sesuai dengan undang-undang.
Eks Komisoner KPK itu kemudian mempersoalkan kalimat memberhentikan Helmy secara hormat. Menurutnya jika dengan hormat, maka pada lampiran tak seharusnya ada penjabaran kesalahan yang dilakukan Helmy.
"Dalam literatur UU ASN dan lain-lain, dengan kesalahannya harusnya dengan tidak hormat," tutur Chandra.
Chandra mengatakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Dewas tidak berwenang untuk mengeluarkan surat pemberhentian sementara. Namun pada 4 Desember 2019 Dewas mengeluarkan surat tersebut.
"Dewas pernah memberhentikan Helmy dan nyatakan nonaktif, mengeluarkan surat 4 Desember 2019. Dalam PP, Dewas nggak punya kewenangan menyatakan direksi non-aktif kecuali direksi kena pidana. Apakah HY kena tindak pidana? Nyatanya tidak," jelas Chandra.
Sementara itu, sebagian karyawan TVRI menilai kebijakan Helmy membeli hak siar Liga Inggris memengaruhi produksi dan kesejahteraan karyawan TVRI.
Salah seorang kamerawan, Bobby, mengatakan sejak menyiarkan Liga Inggris, TVRI mengurangi produksinya. Honor sistem kerabat kerja (SKK) untuk karyawan produksi pun berkurang drastis.
"Masalahnya Liga Inggris nilainya Rp40 miliaran. Kalau dibuat produksi sendiri di studio, sudah banyak sekali. Itu cuma dapat satu acara, Liga Inggris. Sementara teman-teman produksi enggak kerja," kata Bobby saat ditemui CNNIndonesia.com di salah satu warung kopi di kawasan TVRI, Jakarta, Jumat (17/1).
Bobby mengatakan studio-studio produksi TVRI sudah jarang beroperasi enam bulan terakhir. Banyak karyawan produksi yang jarang datang ke kantor karena tak punya uang. Padahal menurutnya, SKK menjadi salah satu tumpuan pemasukan karyawan TVRI.
Karyawan lainnya, Dhoni juga mengeluhkan hal yang sama. Ia menyebut sejak kepemimpinan direksi besutan Helmy, bahkan ada pemotongan uang makan sebagai hak karyawan.
Sementara itu, Komisi I DPR ingin kisruh internal TVRI diselesaikan secara kekeluargaan, jika tidak ada masalah menyangkut materiil. Komisi I berencana memanggil Dewan Pengawas (Dewas) TVRI dan Helmy Yahya pekan depan.
"Nah, sebenarnya kami sih berharap agar kasus ini bisa selesai dengan baik, selesai dengan damai. Sepanjang memang tidak ada yang materiil, hanya masalah komunikasi, saya berharap diselesaikan secara kekeluargaan," kata Wakil Ketua Komisi I, Abdul Kharis Almasyahari kepada wartawan, seperti dikutip cnnindonesia, Jumat (17/1).
Kharis menyebut Komisi I DPR tidak mengetahui secara detail masalah internal TVRI. Karena itu, mereka berencana memanggil Dewas TVRI dan Helmy Yahya.*
Komentar