Jadi Pusat Tanaman Upakara dan Usada
Obsesi Kebun Raya Jagatnatha Jembrana
Tidak sedikit tanaman upakara dan usada yang mungkin pernah ada di masyarakat, namun telah ditebang, dan sulit mendapatkannya ketika dibutuhkan.
NEGARA, NusaBali
Jembrana kini punya Kebun Raya Jagatnatha (KRJ) Jembrana, di Jalan Ngurah Rai, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Jembrana. Kebun ini dilaunching 5 Desember 2019. Tidak sedikit warga yang sengaja berkunjung untuk mencari daun, buah, atau pun bunga untuk bahan upakara dan usada (pengobatan secara Bali).
Hal itu karena masyarakat setempat mengetahui Kebun Raya Jagatnatha yang dijuluki Mutiara Hijau di Jantung Kota Negara ini juga memiliki pelbagai jenis tumbuhan.
Sesuai rancangan awal, KRJ Jembrana dirancang menjadi salah satu kebun raya termatik terunik se-Indonesia. Unik karena berada di sekeliling areal luar Pura Jagatnatha Jembrana. Secara tematik KRJ merupakan salah satu kebun raya yang menjadi tempat konservasi berbagai tumbuhan upakara serta tumbuhan usada (tanaman obat). Selain itu menjadi tempat konservasi beberapa tumbuhan langka yang juga merupakan tanaman endemik Jembrana. Seperti pohon kwanitan, demulih, kaliasem, badung, mundeh, kasumba keling, dan lain-lain.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kebun Raya Jagatnatha Jembrana I Wayan Wintara,52, Kamis (2/1), mengatakan saat ini ada 1.234 spesimen tumbuhan yang terdiri dari 62 suku (familia), 174 genus (marga), 162 spesies, dan 78 sp (tumbuhun jenis baru yang perlu diteliti secara ilmiah untuk detail nama latinnya). Dari ribuan koleksi tumbuhan, itu secara khusus ada 50 jenis tumbuhan upakara dan 94 jenis tumbuhan usada. Di samping juga ada 40 jenis tumbuhan kamboja, 11 jenis tumbuhan anggrek, 19 jenis tumbuhan air.
Terkait keberadaan berbagai jenis tumbuhan upakara ini, kata Wintara, juga sudah dirasakan manfaatnya. Tidak sedikit warga yang membutuhkan daun, buah, atau bunga tertentu yang biasa digunakan upakara, datang meminta ke Kebun Raya Jagatnatha ini. "Seperti waktu musim-musim kolektif (ngaben massal), banyak yang mau cari bunga tunjung dan don (daun) ancak. Semasih ada, ya kami persilahkan. Tetapi kalau ada terbatas, apalagi koleksi baru ditanam, belum bisa kami berikan, karena memang kita rawat dan pelihara," ucapnya.
Selama ini, Wintara mengakui tidak sedikit warga bingung karena kesulitan memenuhi kebutuhan tumbuhan upakara yang diperlukan. Seperti beberapa waktu lalu, ada beberapa warga yang ingin mencari daun ancak, tetapi yang dicari malah daun bodi. "Memang kebetulan pohon ancak yang di depan sama tempat dengan pohon bodi. Itu beberapa kami lihat, bilang mau cari don ancak, malah yang dipetih don bodi. Memang kalau dilihat bentuk daunnya, sangat-sangat mirip. Tetapi itu lain. Kalau don ancak, itu ujung belakangnya ada seperti ekor. Nah, itu sekalian kami jelaskan, mana yang benar," ujarnya.
Untuk memperkaya koleksi tumbuhan di kebun raya, Wintara menjelaskan, tidak diperbolehkan menanam tumbuhan yang sudah besar. Namun yang ditanam adalah berupa bibit, dan jelas tercatat silsilah asal tumbuhannya. Seperti beberapa kamboja dan beberapa tumbuhan hias yang sudah besar melalui pengadaan pentaan taman di sekitar Kebun Raya Jagatnatha, bukanlah termasuk koleksi. "Yang tumbuhan-tumbuhan koleksi, pasti kami lengkapi namanya, dan jelas tercatat di mana titik koordinat tanamannya. Memang selama ini, banyak yang bertanya, kok masih kecil-kecil pohonnya. Karena bayangannya, mungkin kebun raya, banyak pohon-pohon besar. Tetapi itu salah. Yang benar, tumbuhan-tumbuhan koleksi di kebun raya, memang melalui proses. Ada yang namanya eksplorasi, kemudian melalui proses pembibitan. Setelah siap tanam, baru ditanam, dan sesuaikan kondisi lapangan," ucapnya.
Dalam memperkaya koleksi tumbuhan yang ada di Kebun Raya Jagatnatha saat ini, kata Wintara, juga sudah melalui dua kali eksplorasi. Pertama tahun 2017, dilakukan eksplorasi bersama tim ke seputaran Hutan Pasatan, Gunung Merebuk, dan seputaran rumah-rumah penduduk di beberapa desa se-Jembrana. Kemudian tahun 2018 lalu, khusus dilakukan ekplorasi di wilayah hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Karena perlu proses, jadi tidak bisa sembarangan kami sembarangan. Sama dengan beberapa tumbuhan upakara, yang mau dicari kayu ataupun daunnya. Kalau masih kecil dan hanya ada terbatas, itu tidak bisa. Kecuali sudah ada banyak, bisa kami berikan," ujarnya.
Yang jelas, papa Wintara, dibangunnya kebun raya milik Pemkab Jembrana yang memiliki fungsi konservasi, nantinya bertujuan membantu masyarakat. Seperti beberapa tumbuhan upakara yang mulai langka, dikonservasi agar tidak sampai punah, dan nantinya masyarakat bisa dengan mudah mendapat tumbuhan-tumbuhan upakara yang sulit dicari. Mengingat selama ini, tidak sedikit tanaman upakara dan usada yang mungkin pernah ada di masyarakat, namun telah ditebang, dan sulit mendapatkannya ketika dibutuhkan. "Jadi perlu proses. Kami juga sangat berharap, sama-sama mengerti apa yang menjadi tujuan pembangunan Kebun Raya Jagatnatha ini,’’ ujarnya.
Dia sangat berharap masyarakat yang punya tumbuhan langka, juga ikut berpartisipasi, menyumbang ke kebun ini. ‘’Kedepannya, kami sudah ada target berkenaan dengan adanya tanaman-tanaman upakara dan usada, KRJ ini bisa menjadi pusat rujukan pengembangan tanaman upakara maupun usada. Tanaman-tanaman upakara yang kami konservasi, juga bisa dibagikan ke desa-desa adat, sehingga bersama-sama memelihara dan tetap lestari," ujarnya.*gus
Hal itu karena masyarakat setempat mengetahui Kebun Raya Jagatnatha yang dijuluki Mutiara Hijau di Jantung Kota Negara ini juga memiliki pelbagai jenis tumbuhan.
Sesuai rancangan awal, KRJ Jembrana dirancang menjadi salah satu kebun raya termatik terunik se-Indonesia. Unik karena berada di sekeliling areal luar Pura Jagatnatha Jembrana. Secara tematik KRJ merupakan salah satu kebun raya yang menjadi tempat konservasi berbagai tumbuhan upakara serta tumbuhan usada (tanaman obat). Selain itu menjadi tempat konservasi beberapa tumbuhan langka yang juga merupakan tanaman endemik Jembrana. Seperti pohon kwanitan, demulih, kaliasem, badung, mundeh, kasumba keling, dan lain-lain.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kebun Raya Jagatnatha Jembrana I Wayan Wintara,52, Kamis (2/1), mengatakan saat ini ada 1.234 spesimen tumbuhan yang terdiri dari 62 suku (familia), 174 genus (marga), 162 spesies, dan 78 sp (tumbuhun jenis baru yang perlu diteliti secara ilmiah untuk detail nama latinnya). Dari ribuan koleksi tumbuhan, itu secara khusus ada 50 jenis tumbuhan upakara dan 94 jenis tumbuhan usada. Di samping juga ada 40 jenis tumbuhan kamboja, 11 jenis tumbuhan anggrek, 19 jenis tumbuhan air.
Terkait keberadaan berbagai jenis tumbuhan upakara ini, kata Wintara, juga sudah dirasakan manfaatnya. Tidak sedikit warga yang membutuhkan daun, buah, atau bunga tertentu yang biasa digunakan upakara, datang meminta ke Kebun Raya Jagatnatha ini. "Seperti waktu musim-musim kolektif (ngaben massal), banyak yang mau cari bunga tunjung dan don (daun) ancak. Semasih ada, ya kami persilahkan. Tetapi kalau ada terbatas, apalagi koleksi baru ditanam, belum bisa kami berikan, karena memang kita rawat dan pelihara," ucapnya.
Selama ini, Wintara mengakui tidak sedikit warga bingung karena kesulitan memenuhi kebutuhan tumbuhan upakara yang diperlukan. Seperti beberapa waktu lalu, ada beberapa warga yang ingin mencari daun ancak, tetapi yang dicari malah daun bodi. "Memang kebetulan pohon ancak yang di depan sama tempat dengan pohon bodi. Itu beberapa kami lihat, bilang mau cari don ancak, malah yang dipetih don bodi. Memang kalau dilihat bentuk daunnya, sangat-sangat mirip. Tetapi itu lain. Kalau don ancak, itu ujung belakangnya ada seperti ekor. Nah, itu sekalian kami jelaskan, mana yang benar," ujarnya.
Untuk memperkaya koleksi tumbuhan di kebun raya, Wintara menjelaskan, tidak diperbolehkan menanam tumbuhan yang sudah besar. Namun yang ditanam adalah berupa bibit, dan jelas tercatat silsilah asal tumbuhannya. Seperti beberapa kamboja dan beberapa tumbuhan hias yang sudah besar melalui pengadaan pentaan taman di sekitar Kebun Raya Jagatnatha, bukanlah termasuk koleksi. "Yang tumbuhan-tumbuhan koleksi, pasti kami lengkapi namanya, dan jelas tercatat di mana titik koordinat tanamannya. Memang selama ini, banyak yang bertanya, kok masih kecil-kecil pohonnya. Karena bayangannya, mungkin kebun raya, banyak pohon-pohon besar. Tetapi itu salah. Yang benar, tumbuhan-tumbuhan koleksi di kebun raya, memang melalui proses. Ada yang namanya eksplorasi, kemudian melalui proses pembibitan. Setelah siap tanam, baru ditanam, dan sesuaikan kondisi lapangan," ucapnya.
Dalam memperkaya koleksi tumbuhan yang ada di Kebun Raya Jagatnatha saat ini, kata Wintara, juga sudah melalui dua kali eksplorasi. Pertama tahun 2017, dilakukan eksplorasi bersama tim ke seputaran Hutan Pasatan, Gunung Merebuk, dan seputaran rumah-rumah penduduk di beberapa desa se-Jembrana. Kemudian tahun 2018 lalu, khusus dilakukan ekplorasi di wilayah hutan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Karena perlu proses, jadi tidak bisa sembarangan kami sembarangan. Sama dengan beberapa tumbuhan upakara, yang mau dicari kayu ataupun daunnya. Kalau masih kecil dan hanya ada terbatas, itu tidak bisa. Kecuali sudah ada banyak, bisa kami berikan," ujarnya.
Yang jelas, papa Wintara, dibangunnya kebun raya milik Pemkab Jembrana yang memiliki fungsi konservasi, nantinya bertujuan membantu masyarakat. Seperti beberapa tumbuhan upakara yang mulai langka, dikonservasi agar tidak sampai punah, dan nantinya masyarakat bisa dengan mudah mendapat tumbuhan-tumbuhan upakara yang sulit dicari. Mengingat selama ini, tidak sedikit tanaman upakara dan usada yang mungkin pernah ada di masyarakat, namun telah ditebang, dan sulit mendapatkannya ketika dibutuhkan. "Jadi perlu proses. Kami juga sangat berharap, sama-sama mengerti apa yang menjadi tujuan pembangunan Kebun Raya Jagatnatha ini,’’ ujarnya.
Dia sangat berharap masyarakat yang punya tumbuhan langka, juga ikut berpartisipasi, menyumbang ke kebun ini. ‘’Kedepannya, kami sudah ada target berkenaan dengan adanya tanaman-tanaman upakara dan usada, KRJ ini bisa menjadi pusat rujukan pengembangan tanaman upakara maupun usada. Tanaman-tanaman upakara yang kami konservasi, juga bisa dibagikan ke desa-desa adat, sehingga bersama-sama memelihara dan tetap lestari," ujarnya.*gus
1
Komentar