Dipolisikan, AWK Bantah Klaim Jadi Raja Majapahit
Anggota DPD RI Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa, dilaporkan I Gusti Agung Ngurah Harta dan Ida Bagus Susena ke Polda Bali, Selasa (21/1) pagi.
DENPASAR, NusaBali
Senator Bali ini dipolisikan atas dugaan pelecehan terhadap sulinggih dan pemalsuan identitas dengan mengaku sebagai Raja Majapahit. Arya Wedakarna (AWK) sendiri membantah klaim sebagai Raja Majapahit.
Pelapor IGA Ngurah Harta dan IB Susena yang mengaku dari Aliansi Masyarakat Peduli Bali, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolsisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, Jalan WR Supratman 7 Denpasar, Selasa pagi pukul 08.30 Wita, dengan didampingi kuasa hukumnya, AA Ngurah Mayun. Kemudian, mereka diterima oleh Kasubdit V Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Putu Sunaci.
Saat melaporkan AWK, pelapor Ngurah Harta membawa barang bukti berupa 1 keping CD yang berisikan konten video pelecehan terhadap sulinggih oleh terlapor, 1 lembar print out screenshot akun facebook terlapor, dan 1 lembar print out screenshot postingan terlapor.
Pelapor Ngurah Harta mengakui laporan ini bermula adanya video dari AWK yang beredar luas melalui media sosial, yang direkam 22 Desember 2019 lalu. Video itu direkam dalam acara HUT sebuah yayasan di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan. Menurut Ngurah Harta, dalam videonya itu AWK mengatakan para sulinggih yang melakukan hal yang tidak benar agar cepat mati.
Padahal, kata dia, AWK bukan ahli agama dan tak paham tentang Hindu Bali. Pernyataan tentang sulinggih yang tak dikonfirmasi sebelumnya sama dengan melecehkan agama Hindu. Menurutnya, sulinggih itu adalah salah satu simbol dari agama Hindu. “Terlepas sulinggih siapa yang mau dijelekkannya, tapi itu adalah pelecehan dan penodaan terhadap agama Hindu. Ini membuat keresahan dan bisa berakibat pecah belah,” kata Ngurah Harta.
Ngurah Harta menyebutkan, soal pengakuan AWK sebagai Raja Majapahit di Bali juga adalah sebuah kekeliruan. AWK dinilai telah merusak sejarah yang akan berdampak kepada generasi muda Bali mendatang. Apa yang disampaikan AWK ini bisa merusak tatanan tradisional Bali. AWK diduga melakukan pengaburan sejarah dengan mengaku diri sebagai raja.
“Jika hal ini tidak diluruskan, maka 20 tahun mendatang akan ada anak muda menyebutkan bahwa di Bali ada Raja Majapahit, yakni AWK. Pengakuan sebagai raja oleh AWK ini lebih keras dari pengakuan raja-rajaan di Jawa yang sempat ramai dibicarakan belakangan,” tandas Ngurah Harta yang juga calon DPD RI Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Menurut Ngurah Harta, di Bali banyak trah puri, tapi tak ada yang mengaku sebagai keturunan Raja Majapahit. “Mengapa? Ya, karena di Bali memang tak ada keturunan Raja Majapahit. Apalagi, AWK itu bukan keturunan bangsawan. Kalau Majapahit menaruh orangnya di zaman dulu ketika Bali dikalahkan, ya benar ada,” bebernya.
Ngurah Harta berharap laporannya ini segera direspons Polda Balii. Ngurah Harta mengakui, sebelum mendatangi Polda Bali, pihaknya sudah mengirimkan surat ke AWK untuk membuat klarifikasi. Jika itu benar, kata dia, AWK harus meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Bali. “Kami membuat laporan ini bukan personal suka dan tak suka terhadap AWK, tapi ini untuk meluruskan fakta. AWK itu seorang tokoh. Setiap ucapannya diterima masyarakat. Jika kekeliruan ini dibiarkan, maka generasi Bali ke depan mempelajari sejarah yang salah,” katanya.
Sementara, Kasubdit V Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci, menyatakan belum bisa berkomentar terkait laporan ini. “Kita sudah terima laporannya dalam bentuk aduan dan sejumlah barang bukti. Kami belum lihat apa isi barang bukti itu. Pengaduan yang kita terima ini akan berproses mulai dari tahap pengumpulan keterangan, pengumpulan alat bukti, dan seterusnya,” tandas AKBP Suinaci.
Sementara itu, AWK menanggapi santai laporan yang dilakukan Ngurah Harta cs ke Polda Bali. Dirinya tetap fokus bekerja sebagai Senator. “Tidak apa-apa mereka melaporkan saya. Biasa saja, itu hak mereka. Saya tidak menanggapi terlalu banyak,” ujar AWK secara terpisah, Selasa siang.
Terkait dugaan pelecehan terhadap sulinggih, AWK bantah lakukan pelecehan. "Saya tidak melakukan pelecehan terhadap sulinggih. Saat saya mengucapkan hal seperti yang beredar luas itu, ada sulinggih duduk di samping saya. Terkait hal itu aman-aman saja kok,” tandas AWK.
AWK juga membantah klaim sebagai Raja Majapahit di Bali. Menurut AWK, masyarakat sering menyebut dirinya sebagai Raja Majapahit, maka itu adalah gelar yang diberikan, bukan karena dirinya yang klaim. AWK mengaku tidak tahu alasan mengapa banyak orang memberinya gelar sebagai raja.
“Saya diberi gelar raja, mungkin karena saya sering mengayomi masyarakat. Saya mengayomi banyak komunitas tak hanya di Bali. Selain itu, karena leluhur saya juga jelas. Leluhur saya adalah pendiri Kerajaan Badung sekaligus Raja Badung pertama yakni I Gusti Tegeh Kory, yang merupakan keturunan Raja Majapahit. Banyak masyarakat yang tahu tentang hal itu,” dalihnya.
AWK memaparkan, pemberian gelar kepada dirinya diberikan oleh tokoh Hindu. Ceritanya, ketika tokoh Hindu itu datang ke Bali tahun 2009 menemui dirinya, ada masalah. Tokoh tersebut datang ke Bali untuk mencari perlindungan karena adanya perusakan sejumlah pura. Tokoh Hindu yang tak disebutkan namanya itu memberikan pusaka dan gelar.
"Orang memberikan pusaka dan gelar, sah-sah saja. Tergantung saya mau pakai apa tidak? Kalau ada orang yang memberikan gelar sebagai saudara sebangsa, saya hormati," sergah anggota DPD RI Dapil Bali dua kali periode (2014-2019, 2019-2024) ini. *pol,nat
Pelapor IGA Ngurah Harta dan IB Susena yang mengaku dari Aliansi Masyarakat Peduli Bali, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolsisian Terpadu (SPKT) Polda Bali, Jalan WR Supratman 7 Denpasar, Selasa pagi pukul 08.30 Wita, dengan didampingi kuasa hukumnya, AA Ngurah Mayun. Kemudian, mereka diterima oleh Kasubdit V Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Putu Sunaci.
Saat melaporkan AWK, pelapor Ngurah Harta membawa barang bukti berupa 1 keping CD yang berisikan konten video pelecehan terhadap sulinggih oleh terlapor, 1 lembar print out screenshot akun facebook terlapor, dan 1 lembar print out screenshot postingan terlapor.
Pelapor Ngurah Harta mengakui laporan ini bermula adanya video dari AWK yang beredar luas melalui media sosial, yang direkam 22 Desember 2019 lalu. Video itu direkam dalam acara HUT sebuah yayasan di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan. Menurut Ngurah Harta, dalam videonya itu AWK mengatakan para sulinggih yang melakukan hal yang tidak benar agar cepat mati.
Padahal, kata dia, AWK bukan ahli agama dan tak paham tentang Hindu Bali. Pernyataan tentang sulinggih yang tak dikonfirmasi sebelumnya sama dengan melecehkan agama Hindu. Menurutnya, sulinggih itu adalah salah satu simbol dari agama Hindu. “Terlepas sulinggih siapa yang mau dijelekkannya, tapi itu adalah pelecehan dan penodaan terhadap agama Hindu. Ini membuat keresahan dan bisa berakibat pecah belah,” kata Ngurah Harta.
Ngurah Harta menyebutkan, soal pengakuan AWK sebagai Raja Majapahit di Bali juga adalah sebuah kekeliruan. AWK dinilai telah merusak sejarah yang akan berdampak kepada generasi muda Bali mendatang. Apa yang disampaikan AWK ini bisa merusak tatanan tradisional Bali. AWK diduga melakukan pengaburan sejarah dengan mengaku diri sebagai raja.
“Jika hal ini tidak diluruskan, maka 20 tahun mendatang akan ada anak muda menyebutkan bahwa di Bali ada Raja Majapahit, yakni AWK. Pengakuan sebagai raja oleh AWK ini lebih keras dari pengakuan raja-rajaan di Jawa yang sempat ramai dibicarakan belakangan,” tandas Ngurah Harta yang juga calon DPD RI Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Menurut Ngurah Harta, di Bali banyak trah puri, tapi tak ada yang mengaku sebagai keturunan Raja Majapahit. “Mengapa? Ya, karena di Bali memang tak ada keturunan Raja Majapahit. Apalagi, AWK itu bukan keturunan bangsawan. Kalau Majapahit menaruh orangnya di zaman dulu ketika Bali dikalahkan, ya benar ada,” bebernya.
Ngurah Harta berharap laporannya ini segera direspons Polda Balii. Ngurah Harta mengakui, sebelum mendatangi Polda Bali, pihaknya sudah mengirimkan surat ke AWK untuk membuat klarifikasi. Jika itu benar, kata dia, AWK harus meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Bali. “Kami membuat laporan ini bukan personal suka dan tak suka terhadap AWK, tapi ini untuk meluruskan fakta. AWK itu seorang tokoh. Setiap ucapannya diterima masyarakat. Jika kekeliruan ini dibiarkan, maka generasi Bali ke depan mempelajari sejarah yang salah,” katanya.
Sementara, Kasubdit V Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci, menyatakan belum bisa berkomentar terkait laporan ini. “Kita sudah terima laporannya dalam bentuk aduan dan sejumlah barang bukti. Kami belum lihat apa isi barang bukti itu. Pengaduan yang kita terima ini akan berproses mulai dari tahap pengumpulan keterangan, pengumpulan alat bukti, dan seterusnya,” tandas AKBP Suinaci.
Sementara itu, AWK menanggapi santai laporan yang dilakukan Ngurah Harta cs ke Polda Bali. Dirinya tetap fokus bekerja sebagai Senator. “Tidak apa-apa mereka melaporkan saya. Biasa saja, itu hak mereka. Saya tidak menanggapi terlalu banyak,” ujar AWK secara terpisah, Selasa siang.
Terkait dugaan pelecehan terhadap sulinggih, AWK bantah lakukan pelecehan. "Saya tidak melakukan pelecehan terhadap sulinggih. Saat saya mengucapkan hal seperti yang beredar luas itu, ada sulinggih duduk di samping saya. Terkait hal itu aman-aman saja kok,” tandas AWK.
AWK juga membantah klaim sebagai Raja Majapahit di Bali. Menurut AWK, masyarakat sering menyebut dirinya sebagai Raja Majapahit, maka itu adalah gelar yang diberikan, bukan karena dirinya yang klaim. AWK mengaku tidak tahu alasan mengapa banyak orang memberinya gelar sebagai raja.
“Saya diberi gelar raja, mungkin karena saya sering mengayomi masyarakat. Saya mengayomi banyak komunitas tak hanya di Bali. Selain itu, karena leluhur saya juga jelas. Leluhur saya adalah pendiri Kerajaan Badung sekaligus Raja Badung pertama yakni I Gusti Tegeh Kory, yang merupakan keturunan Raja Majapahit. Banyak masyarakat yang tahu tentang hal itu,” dalihnya.
AWK memaparkan, pemberian gelar kepada dirinya diberikan oleh tokoh Hindu. Ceritanya, ketika tokoh Hindu itu datang ke Bali tahun 2009 menemui dirinya, ada masalah. Tokoh tersebut datang ke Bali untuk mencari perlindungan karena adanya perusakan sejumlah pura. Tokoh Hindu yang tak disebutkan namanya itu memberikan pusaka dan gelar.
"Orang memberikan pusaka dan gelar, sah-sah saja. Tergantung saya mau pakai apa tidak? Kalau ada orang yang memberikan gelar sebagai saudara sebangsa, saya hormati," sergah anggota DPD RI Dapil Bali dua kali periode (2014-2019, 2019-2024) ini. *pol,nat
Komentar