Maestro Tari Ni Ketut Arini Diapresiasi Dalam Pameran dan Buku Foto
Nama sosok maestro Tari Bali, Ni Ketut Arini, 77, tidak diragukan lagi.
DENPASAR, NusaBali
Dedikasinya mencintai seni tari Bali menjadikan Arini spesial di mata seorang forografer, Yan Palapa. Karena itu, Yan Palapa mengabadikan momen Arini menari lewat bidikan lensanya yang khas, dan membuat acara spesial khusus untuk mengapresiasi maestro Ni Ketut Arini.
Ide spesial tersebut adalah kegiatan malam apresiasi untuk Maestro Ni Ketut Arini, yang akan dihelat Sabtu (25/1) di Maya Sanur Resort & Spa. Kegiatan ini sebagai bentuk penghargaan akan kiprah Ketut Arini sebagai penekun sekaligus pelestari budaya yang masih bisa kita lihat di zaman sekarang ini. “Sejatinya kami cukup lama menggagas kegiatan ini, sejak 1 tahun lalu,” ujar Yan Palapa, saat jumpa pers di Sanur, Selasa (21/1.
Dari sudut pandang fotografer, dia mengakui hanya bisa berusaha sesuai bidangnya untuk membuat buku foto. Karya foto Maestro Ni Ketut Arini ini akan dipamerkan saat malam apresiasi. Buku foto ini dicetak edisi terbatas dan karya foto yang dipamerkan dikuratori oleh Arif Bagus Prasetyo. Selain foto, di dalamnya terdapat interprestasi tari Candra Metu yang menjadi headline acara berbentuk puisi oleh Ayu Winastri. “Malam apresiasi ini merupakan acara pertama dalam rangkaian acara malam apresiasi lainya yang diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk penghargaan, pengingat kembali, serta meminimalisir shutterbug (sampah foto) yang seyogyanya menjadi bermanfaat,” katanya.
Yan Palapa menyadari bahwa ini bukan lagi langkah awal sebuah bentuk apresiasi. Sebab sudah banyak langkah- langkah yang dilakukan baik pemerintah daerah maupun swasta dan perorangan dalam upaya membangun nilai-nilai apresiatif atau penghargaan terhadap seniman. Namun dia sendiri juga ingin mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Arini selama ini.
Sementara maestro Ketut Arini mengaku kaget melihat karya foto dirinya yang dibuat Yan Palapa, seperti tidak karuan. Namun itulah seni. Ketika dijelaskan maksudnya, baru Arini mengerti. “Awalnya saya melihat foto saya nggak jelas, namun setelah diceritakan karya foto ini merupakan karya foto seni, dengan teknik ngeblur, saya pun senang dan mengucapkan terimakasih kepada fotografer Yan Palapa,” cerita Maestro Tari asal Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur ini.
Arini pun berpesan dalam perkembangan seni tari Bali, dirinya berharap para seniman tari saat ini untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam seni tari. “Kembali lihat seniman seniman dahulu, yang benar-benar metaksu, indah bukan sekadar menari, lalu selesai,” pesannya.
Sedangkan kurator Arif Bagus Prasetyo menjelaskan, karya foto memotret ibu Arini, secara harfiah apa yang dijadikan obyek adalah tubuh. Tetapi tak sekadar tubuh itu saja, melainkan tubuh Arini menyiratkan ada pesan khusus yaitu sebuah tubuh budaya. “Yang menarik adalah teknik penggarapan menghasilkan foto kabur. Dengan gerak cepat, Yan Palapa mampu menangkap momen sang penari sepuh ini dan hasilnya cukup menarik,” terangnya. “Ditambah lagi sosok ibu Arini yang sudah sepuh, justru foto-foto ini menjadi simbol tentang ketahanan hidup budaya Bali. Dengan sepuhnya ibu Arini dibawakan dengan dinamis. Foto ini merupakan suatu persembahan terhadap budaya Bali,” imbuhnya.*ind
Ide spesial tersebut adalah kegiatan malam apresiasi untuk Maestro Ni Ketut Arini, yang akan dihelat Sabtu (25/1) di Maya Sanur Resort & Spa. Kegiatan ini sebagai bentuk penghargaan akan kiprah Ketut Arini sebagai penekun sekaligus pelestari budaya yang masih bisa kita lihat di zaman sekarang ini. “Sejatinya kami cukup lama menggagas kegiatan ini, sejak 1 tahun lalu,” ujar Yan Palapa, saat jumpa pers di Sanur, Selasa (21/1.
Dari sudut pandang fotografer, dia mengakui hanya bisa berusaha sesuai bidangnya untuk membuat buku foto. Karya foto Maestro Ni Ketut Arini ini akan dipamerkan saat malam apresiasi. Buku foto ini dicetak edisi terbatas dan karya foto yang dipamerkan dikuratori oleh Arif Bagus Prasetyo. Selain foto, di dalamnya terdapat interprestasi tari Candra Metu yang menjadi headline acara berbentuk puisi oleh Ayu Winastri. “Malam apresiasi ini merupakan acara pertama dalam rangkaian acara malam apresiasi lainya yang diharapkan mampu menjadi salah satu bentuk penghargaan, pengingat kembali, serta meminimalisir shutterbug (sampah foto) yang seyogyanya menjadi bermanfaat,” katanya.
Yan Palapa menyadari bahwa ini bukan lagi langkah awal sebuah bentuk apresiasi. Sebab sudah banyak langkah- langkah yang dilakukan baik pemerintah daerah maupun swasta dan perorangan dalam upaya membangun nilai-nilai apresiatif atau penghargaan terhadap seniman. Namun dia sendiri juga ingin mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Arini selama ini.
Sementara maestro Ketut Arini mengaku kaget melihat karya foto dirinya yang dibuat Yan Palapa, seperti tidak karuan. Namun itulah seni. Ketika dijelaskan maksudnya, baru Arini mengerti. “Awalnya saya melihat foto saya nggak jelas, namun setelah diceritakan karya foto ini merupakan karya foto seni, dengan teknik ngeblur, saya pun senang dan mengucapkan terimakasih kepada fotografer Yan Palapa,” cerita Maestro Tari asal Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur ini.
Arini pun berpesan dalam perkembangan seni tari Bali, dirinya berharap para seniman tari saat ini untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam seni tari. “Kembali lihat seniman seniman dahulu, yang benar-benar metaksu, indah bukan sekadar menari, lalu selesai,” pesannya.
Sedangkan kurator Arif Bagus Prasetyo menjelaskan, karya foto memotret ibu Arini, secara harfiah apa yang dijadikan obyek adalah tubuh. Tetapi tak sekadar tubuh itu saja, melainkan tubuh Arini menyiratkan ada pesan khusus yaitu sebuah tubuh budaya. “Yang menarik adalah teknik penggarapan menghasilkan foto kabur. Dengan gerak cepat, Yan Palapa mampu menangkap momen sang penari sepuh ini dan hasilnya cukup menarik,” terangnya. “Ditambah lagi sosok ibu Arini yang sudah sepuh, justru foto-foto ini menjadi simbol tentang ketahanan hidup budaya Bali. Dengan sepuhnya ibu Arini dibawakan dengan dinamis. Foto ini merupakan suatu persembahan terhadap budaya Bali,” imbuhnya.*ind
Komentar