'AWK Mesti Mulatsarira, Pemerintah Harus Turun Tangan'
Reaksi Puri-puri di Bali Pasca AWK Dipolisikan Atas Tuduhan Klaim Jadi Raja
Sejumlah panglingsir puri di Bali angkat bicara menyusul munculnya fenomena kerajaan baru hingga laporan terhadap Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna oleh Komponen Masyarakat Bali ke Polda Bali, atas tudingan mengklaim sebagai Raja Majapahit di Bali.
DENPASAR, NusaBali
Pihak Puri Pemecutan meminta Arya Wedakarna muatsarira (introspeksi diri), sementara Puri Denpasar minta Pemprov Bali ikut turun tangan. Panglingsir Puri Pemecutan, Denpasar, Ida Tjokorda Pemecutan XI, mengatakan fenomena munculnya kerajaan dan raja tidaklah masalah, sepanjang tidak ada unsur kriminal serta melawan Pancasila dan NKRI. Pelakunya mungkin rindu dengan zaman keemasan dulu.
"Silakan saja pakai gelar apa pun, tidak masalah. Kita melihat kemunculan fenomena raja dan kerajaan ini karena kerinduan dengan masa lalu. Tetapi, jangan sampai bertentangan dengan Pancasila, NKRI, dan membuat kriminalitas seperti menipu orang," ujar Tjok Pemecutan saat ditemui NusaBali di Puri Pemecutan, Rabu (22/1).
Soal adanya laporan terhadap Arya Wedakarna (AWK) ke Polda Bali, menurut Tjok Pemecutan, itu kewenangan polisi menanganinya. "Tetapi, seorang Wedakarna memakai gelar juga nggak salah. Kecuali Wedakarna mengaku sebagai keturunan langsung Raden Wijaya (Raja Majapahit) atau mengaku sebagai Raden Wijaya III, Raja Hayam Wuruk III,” jelas tokoh puri yang juga sesepuh Partai Golkar ini.
Tjok Pemecutan mengaku kenal dan cukup intensif berkomunikasi dengan AWK yang kini nggota DPD RI Dapil Bali (2014-2019, 2019-2024). "Wedakarna ini anak muda yang berpendapat menggunakan logika. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan seseorang, bagi saya, dia anak muda yang potensial, berani orangnya. Sama seperti ayahnya. Saya kenal baik dengan almarhum ayahnya, Pak Wedastra yang pendiri dan tokoh PNI Marhaen di Bali," tandas Tjok Pemecutan.
Namun, Tjok Pemecutan juga meminta AWK mulatsarira dengan kejadian ini. "Ya, ngerem-lah sedikit. Jangan menimbulkan persepsi eksklusivitas, walaupun punya keinginan mulia. Ya, mulatsarira pokoknya," pinta mantan Ketua DPRD Badung dan anggota MPR di era Orde Baru yang semasa walaka bernama AA Ngurah Manik Parasara ini.
Sementara itu, Raja Denpasar IX, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, mengatakan fenomena munculnya orang mengaku raja dan pendiri kerajaan belakangan ini harus ditangani pemerintah, psikolog, dan sosiolog. "Ini ada apa dan kenapa? Ya, psikolog dan pemerintah harus turun tangan dengan melakukan kajian," ujar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan saat ditemui NusaBali di kediamannya di Puri Agung Denpasar, Jalan Veteran Denpasar kemarin siang.
Masalah laporan terhadap AWK ke Polda Bali, kata dia, diserahkan kepada pihak kepolisian. "Silakan konfirmasi ke kepolisian," tandas mantan Ketua Komisi D DPRD Bali 1977-1982 yang semasa walaka bernama AA Ngurah Mayun Samirana ini.
Menurut Tjokorda Ngurah Jambe, telah terjadi ketidaknyamanan masyarakat mendengar adanya Raja Majapahit Bali. "Sesungguhnya ini gagal paham semuanya. Di Bali tidak ada keturunan Raja Majapahit secara langsung. Yang ada itu para Arya, bangsawan dari Kerajaan Kediri yang juga cikal bakal Majapahit. Para Arya ini ke Bali jadi pendamping penguasa, bukan keturunan Raja Majapahit. Belakangan kita hanya baca Raja Majapahit Bali itu di koran," katanya.
Disinggung bahwa AWK telah membantah klaim sebagai Raja Majapahit, melainkan ada tokoh Hindu yang memberikan gelar, Tjokorda Ngurah Jambe mengaku kenal orang yang dimaksud tersebut. "Saya pernah usir orang yang dimaksud AWK itu ketika pertemuan Raja-raja Nusantara," beber Tjokorda Ngurah Jambe.
Apakah pelanggaran hukum kalau menyandang gelar Raja Majapahit Bali? "Memang sulit ini dikatakan pelanggaran. Karena yang bersangkutan (AWK) tidak memungut apa-apa kayak raja, seperti upeti. Cuma, kan bikin gaduh dan tidak harmonis Bali. Ini mengganggu napas dari visi misi Gubernur Bali yakni ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yang salah satu tujuannya menjaga keharmonisan alam Bali beserta isinya."
Menurut Tjokorda Ngurah Jambe, sekarang lokita (etika) harus dikedepankan. "Sekali lagi lokita, bukan logika. Etika itu harus dijaga. Kita harapkan Pemprov Bali juga turun tangan dan segera menangani ini," pinta ayah dari politisi Demokrat AA Ngurah Bima Wikrama ini.
Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna sendiri sebelumnya dilaporkan oleh I Gusti Agung Ngurah Harta dan Ida Bagus Susena ke Polda Bali, Selasa (21/1) pagi, atas dugaan pelecehan terhadap sulinggih dan pemalsuan identitas dengan mengaku sebagai Raja Majapahit Bali. IGA Ngurah Harta yang mengaku dari Aliansi Masyarakat Peduli Bali, menyebutkan soal pengakuan AWK sebagai Raja Majapahit di Bali adalah sebuah kekeliruan. AWK dinilai telah merusak sejarah yang akan berdampak kepada generasi muda Bali mendatang. Apa yang disampaikan AWK ini bisa merusak tatanan tradisional Bali.
AWK diduga melakukan pengaburan sejarah dengan mengaku diri sebagai raja. “Jika hal ini tidak diluruskan, maka 20 tahun mendatang akan ada anak muda menyebutkan bahwa di Bali ada Raja Majapahit, yakni AWK. Pengakuan sebagai raja oleh AWK ini lebih keras dari pengakuan raja-rajaan di Jawa yang sempat ramai dibicarakan belakangan,” tandas Ngurah Harta yang juga calon DPD RI Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Di sisi lain, AWK juga membantah klaim sebagai Raja Majapahit di Bali. Menurut AWK, masyarakat sering menyebut dirinya sebagai Raja Majapahit, maka itu adalah gelar yang diberikan, bukan karena dirinya yang klaim. *nat
"Silakan saja pakai gelar apa pun, tidak masalah. Kita melihat kemunculan fenomena raja dan kerajaan ini karena kerinduan dengan masa lalu. Tetapi, jangan sampai bertentangan dengan Pancasila, NKRI, dan membuat kriminalitas seperti menipu orang," ujar Tjok Pemecutan saat ditemui NusaBali di Puri Pemecutan, Rabu (22/1).
Soal adanya laporan terhadap Arya Wedakarna (AWK) ke Polda Bali, menurut Tjok Pemecutan, itu kewenangan polisi menanganinya. "Tetapi, seorang Wedakarna memakai gelar juga nggak salah. Kecuali Wedakarna mengaku sebagai keturunan langsung Raden Wijaya (Raja Majapahit) atau mengaku sebagai Raden Wijaya III, Raja Hayam Wuruk III,” jelas tokoh puri yang juga sesepuh Partai Golkar ini.
Tjok Pemecutan mengaku kenal dan cukup intensif berkomunikasi dengan AWK yang kini nggota DPD RI Dapil Bali (2014-2019, 2019-2024). "Wedakarna ini anak muda yang berpendapat menggunakan logika. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan seseorang, bagi saya, dia anak muda yang potensial, berani orangnya. Sama seperti ayahnya. Saya kenal baik dengan almarhum ayahnya, Pak Wedastra yang pendiri dan tokoh PNI Marhaen di Bali," tandas Tjok Pemecutan.
Namun, Tjok Pemecutan juga meminta AWK mulatsarira dengan kejadian ini. "Ya, ngerem-lah sedikit. Jangan menimbulkan persepsi eksklusivitas, walaupun punya keinginan mulia. Ya, mulatsarira pokoknya," pinta mantan Ketua DPRD Badung dan anggota MPR di era Orde Baru yang semasa walaka bernama AA Ngurah Manik Parasara ini.
Sementara itu, Raja Denpasar IX, Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan, mengatakan fenomena munculnya orang mengaku raja dan pendiri kerajaan belakangan ini harus ditangani pemerintah, psikolog, dan sosiolog. "Ini ada apa dan kenapa? Ya, psikolog dan pemerintah harus turun tangan dengan melakukan kajian," ujar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan saat ditemui NusaBali di kediamannya di Puri Agung Denpasar, Jalan Veteran Denpasar kemarin siang.
Masalah laporan terhadap AWK ke Polda Bali, kata dia, diserahkan kepada pihak kepolisian. "Silakan konfirmasi ke kepolisian," tandas mantan Ketua Komisi D DPRD Bali 1977-1982 yang semasa walaka bernama AA Ngurah Mayun Samirana ini.
Menurut Tjokorda Ngurah Jambe, telah terjadi ketidaknyamanan masyarakat mendengar adanya Raja Majapahit Bali. "Sesungguhnya ini gagal paham semuanya. Di Bali tidak ada keturunan Raja Majapahit secara langsung. Yang ada itu para Arya, bangsawan dari Kerajaan Kediri yang juga cikal bakal Majapahit. Para Arya ini ke Bali jadi pendamping penguasa, bukan keturunan Raja Majapahit. Belakangan kita hanya baca Raja Majapahit Bali itu di koran," katanya.
Disinggung bahwa AWK telah membantah klaim sebagai Raja Majapahit, melainkan ada tokoh Hindu yang memberikan gelar, Tjokorda Ngurah Jambe mengaku kenal orang yang dimaksud tersebut. "Saya pernah usir orang yang dimaksud AWK itu ketika pertemuan Raja-raja Nusantara," beber Tjokorda Ngurah Jambe.
Apakah pelanggaran hukum kalau menyandang gelar Raja Majapahit Bali? "Memang sulit ini dikatakan pelanggaran. Karena yang bersangkutan (AWK) tidak memungut apa-apa kayak raja, seperti upeti. Cuma, kan bikin gaduh dan tidak harmonis Bali. Ini mengganggu napas dari visi misi Gubernur Bali yakni ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yang salah satu tujuannya menjaga keharmonisan alam Bali beserta isinya."
Menurut Tjokorda Ngurah Jambe, sekarang lokita (etika) harus dikedepankan. "Sekali lagi lokita, bukan logika. Etika itu harus dijaga. Kita harapkan Pemprov Bali juga turun tangan dan segera menangani ini," pinta ayah dari politisi Demokrat AA Ngurah Bima Wikrama ini.
Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna sendiri sebelumnya dilaporkan oleh I Gusti Agung Ngurah Harta dan Ida Bagus Susena ke Polda Bali, Selasa (21/1) pagi, atas dugaan pelecehan terhadap sulinggih dan pemalsuan identitas dengan mengaku sebagai Raja Majapahit Bali. IGA Ngurah Harta yang mengaku dari Aliansi Masyarakat Peduli Bali, menyebutkan soal pengakuan AWK sebagai Raja Majapahit di Bali adalah sebuah kekeliruan. AWK dinilai telah merusak sejarah yang akan berdampak kepada generasi muda Bali mendatang. Apa yang disampaikan AWK ini bisa merusak tatanan tradisional Bali.
AWK diduga melakukan pengaburan sejarah dengan mengaku diri sebagai raja. “Jika hal ini tidak diluruskan, maka 20 tahun mendatang akan ada anak muda menyebutkan bahwa di Bali ada Raja Majapahit, yakni AWK. Pengakuan sebagai raja oleh AWK ini lebih keras dari pengakuan raja-rajaan di Jawa yang sempat ramai dibicarakan belakangan,” tandas Ngurah Harta yang juga calon DPD RI Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Di sisi lain, AWK juga membantah klaim sebagai Raja Majapahit di Bali. Menurut AWK, masyarakat sering menyebut dirinya sebagai Raja Majapahit, maka itu adalah gelar yang diberikan, bukan karena dirinya yang klaim. *nat
1
Komentar