Pembangunan Pura di Bukit Sengayang, Tak Ada Pelanggaran, Aktivitas Distop
Luasan areal dinilai tidak besar, dan pembangunan sebagai sarana religi dinyatakan bukan bangunan permanen.
SINGARAJA, NusaBali
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali mengatakan telah menghentikan aktivitas di Kawasan Hutan Lindung Bukit Sengayang, Desa Gesing, Kecamatan Banjar, Buleleng. Pemprov telah turunkan Tim ke lapangan untuk menghentikan aktivitas di kawasan tersebut karena ada laporan pembangunan yang melanggar kawasan.
Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup, I Made Teja, mengatakan pihak Dinas Kehutanan melakukan cek lapangan begitu ada informasi dari masyarakat yang melanggar kawasan hutan lindungan."Kami sudah turunkan Tim Dinas Kehutanan dan sekarang aktivitas tersebut dihentikan," ujar Teja, Rabu (22/1/2020) sore.
Mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali ini mempertegas bahwa hasil pemeriksaan di lapangan tidak ada pelanggaran yang dilakukan dari aktivitas tersebut. "Tapi kami sudah hentikan. Dari pengecekan kami lakukan tidak ada pelanggaran seperti yang diberitakan media hari ini (kemarin,red)," ujar birokrat asal Desa Sumerta Kaja, Kecamatan Denpasar Timur ini.
Ketika ditanya ada hektaran kawasan yang dibangun, tetapi kenapa tidak masuk kategori pelanggaran? Teja berkilah jumlah yang dibangun dari aktivitas tersebut tidak hektaran. "Saya sudah cek dokumennya. Yang fakta dimanfaatkan itu adalah 14 are. Bukan hektaran. Peruntukannya untuk kegiatan religi. Tidak ada pembabat besar-besaran," tegas Teja.
Disebutkan Teja di kawasan tersebut ada wilayah yang menjadi kewenangan provinsi, ada juga wilayah kewenangan kabupaten. Namun untuk pemanfaatan kurang dari 5 hektare harus ada rekomendasi dari Gubernur. "Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 38 Tahun 2018 kalau pembangunan dilakukan di Kawasan Hutan di bawah 5 hektare maka harus ada rekomendasi dari gubernur. Itu pun yang dibangun adalah untuk peruntukan religi seperti pasraman. Kalau mau bangun vila atau hotel tidak boleh," ujar Teja.
Terus temuan tim di lapangan ada laporan masyarakat? "Ya kami cek mereka beraktivitas membangun tempat suci, namun tidak permanen. Mereka tidak membabat hutan besar-besaran. Karena memang tidak boleh membabat ngawur. Kalaupun yang di wilayah kewenangan Pemprov Bali kami pasti awasi. Mereka kalau memanfaatkan hutan atau bangun bangunan pasraman harus disela-sela pepohonan. Nggak boleh menebang pohon-pohon, " pungkas Teja.
Dikonfirmasi terpisah, Bupati Buleleng Agus Suradnyana mengaku akan memastikan pemetaan wilayah pembangunan pura. Sajauh ini Bukit Sengayang yang menjadi lokasi pembangunan pura dengan pembabatan pohon di hutan lindung itu masih berada di perbatasan Kabupaten Buleleng dan Tabanan.
Kajian pemetaan wilayah disebut Bupati PAS untuk memberikan pemerintah daerah otoritas masalah kewilayahan. Selain itu dirinya juga akan mencari tahu status tanah yang dibangun pura tersebut, apakah benar tanah hutan atau tanah hak milik pribadi. Hanya saja Bupati PAS menegaskan jika tanah itu adalah tanah hak milik pribadi tetap hanya bisa dibanguni 20 persen dari luasan total. Sedangnya sisanya harus dihutankan kembali untuk konservasi. “Sudah saya tetapkan seperti itu jangan dilanggar. Saya rasa Pak Gubernur (Wayan Koster) punya pemikiran yang sama dengan saya, karena beliau juga sangat cinta pada lingkungan,” ucap Bupati asal Banyuatis itu.*nat, k23
Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup, I Made Teja, mengatakan pihak Dinas Kehutanan melakukan cek lapangan begitu ada informasi dari masyarakat yang melanggar kawasan hutan lindungan."Kami sudah turunkan Tim Dinas Kehutanan dan sekarang aktivitas tersebut dihentikan," ujar Teja, Rabu (22/1/2020) sore.
Mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali ini mempertegas bahwa hasil pemeriksaan di lapangan tidak ada pelanggaran yang dilakukan dari aktivitas tersebut. "Tapi kami sudah hentikan. Dari pengecekan kami lakukan tidak ada pelanggaran seperti yang diberitakan media hari ini (kemarin,red)," ujar birokrat asal Desa Sumerta Kaja, Kecamatan Denpasar Timur ini.
Ketika ditanya ada hektaran kawasan yang dibangun, tetapi kenapa tidak masuk kategori pelanggaran? Teja berkilah jumlah yang dibangun dari aktivitas tersebut tidak hektaran. "Saya sudah cek dokumennya. Yang fakta dimanfaatkan itu adalah 14 are. Bukan hektaran. Peruntukannya untuk kegiatan religi. Tidak ada pembabat besar-besaran," tegas Teja.
Disebutkan Teja di kawasan tersebut ada wilayah yang menjadi kewenangan provinsi, ada juga wilayah kewenangan kabupaten. Namun untuk pemanfaatan kurang dari 5 hektare harus ada rekomendasi dari Gubernur. "Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 38 Tahun 2018 kalau pembangunan dilakukan di Kawasan Hutan di bawah 5 hektare maka harus ada rekomendasi dari gubernur. Itu pun yang dibangun adalah untuk peruntukan religi seperti pasraman. Kalau mau bangun vila atau hotel tidak boleh," ujar Teja.
Terus temuan tim di lapangan ada laporan masyarakat? "Ya kami cek mereka beraktivitas membangun tempat suci, namun tidak permanen. Mereka tidak membabat hutan besar-besaran. Karena memang tidak boleh membabat ngawur. Kalaupun yang di wilayah kewenangan Pemprov Bali kami pasti awasi. Mereka kalau memanfaatkan hutan atau bangun bangunan pasraman harus disela-sela pepohonan. Nggak boleh menebang pohon-pohon, " pungkas Teja.
Dikonfirmasi terpisah, Bupati Buleleng Agus Suradnyana mengaku akan memastikan pemetaan wilayah pembangunan pura. Sajauh ini Bukit Sengayang yang menjadi lokasi pembangunan pura dengan pembabatan pohon di hutan lindung itu masih berada di perbatasan Kabupaten Buleleng dan Tabanan.
Kajian pemetaan wilayah disebut Bupati PAS untuk memberikan pemerintah daerah otoritas masalah kewilayahan. Selain itu dirinya juga akan mencari tahu status tanah yang dibangun pura tersebut, apakah benar tanah hutan atau tanah hak milik pribadi. Hanya saja Bupati PAS menegaskan jika tanah itu adalah tanah hak milik pribadi tetap hanya bisa dibanguni 20 persen dari luasan total. Sedangnya sisanya harus dihutankan kembali untuk konservasi. “Sudah saya tetapkan seperti itu jangan dilanggar. Saya rasa Pak Gubernur (Wayan Koster) punya pemikiran yang sama dengan saya, karena beliau juga sangat cinta pada lingkungan,” ucap Bupati asal Banyuatis itu.*nat, k23
1
Komentar