Tradisi Magoak-goakan Menuju Status Warisan Budaya Tak Benda
Tim Peneliti darBalai Pelestari Nilai Budaya Sudah Terjun Lakukan Kajian ke Desa Panji, Buleleng
Tradisi Magoak-goakan dilaksanakan krama desa Adat Panji setahun sekali saat Ngembak Gni Nyepi atau sehari setelah Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka, untuk penghormatan kepada Raja Ki Barak Panji Sakti
SINGARAJA, NusaBali
Tim Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) mulai melakukan kajian terhadap tradisi atau warisan budaya tak benda yang ada di Kabupaten Buleleng. Warisan budaya pertama yang dikaji Tim BPNB untuk mendapatkan status Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) adalah tradisi Magoak-goakan di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Tradisi Magoak-goakan ini sebelumnya telah diusulkan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng untuk menjadi WBTB Indonesia. Nah, sebelum ditetapkan dan dinyatakan layak menjadi WBTB oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tradisi Magoak-goakan ini harus melalui beberapa tahapan. Termasuk pemenuhan persyaratan audio visual tentang objek yang diusulkan, kajian, supervisi, hingga sidang penentuan.
Terkait pengusulan tadisi Magoak-goakan masuk WBTB Indonesia tersebut, Tim BPNB terjun ke Desa Panji, Selasa (21/1), untuk melakukan pengkajian dalam bentuk Focus Group Discusion (FGD). Kegiatan FGD yang digelar di Wantilan Pura Desa Adat Panji tersebut melibatkan Perbekel Panji, para tetua Desa Panji, para kelian banjar dinas dan banjar adat, panglingsir puri, dan tokoh masyarakat setempat.
Menurut peneliti BPNB, Nuryahman, kegiatan ini dilakukan untuk mensinkronkan antara data audio visual yang sudah disetorkan dengan kondisi riil di lapangan. Dari kajian tersebut, pihaknya mendapatkan hal baru bahwa yang perlu di-WBTB-kan adalah tradisi Magoak-goakan dari Desa Panji, bukan permainan Magoak-goakan itu sendiri.
“Dari FGD kemarin, Magoak-goakan di Desa Panji ini adalah tradisi yang punya proses sejarah dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Kalau permaiannaya bisa ditiru siapa saja, tetapi proses sejarahnya tidak bisa dimainkan,” jelas Nuryahman saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis kemarin.
Nuryahman menyebutkan, setelah menjalani proses pengkajian, usulan WBTB untuk tradisi Magoak-goakan ini akan disupervisi kembali hingga akhirnya menjalani sidang penentuan, Agustus 2020 mendatang. Saat ini, Dinas Kebudyaan Kabupaten Buleleng dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dengan didukung BPNB, masih berupaya melengkapi dan menyempurnakan hal yang perlu diperbaiki.
Nantinya, dengan ditetapkannya tradisi Magoak-goakan sebagai WBTB Indonesiia, maka secara langsung tradisi ini akan memiliki hak paten dan pengakuan nasional. “Penetapan status WBTB ini merupakan upaya pemerintah dalam melestarikan dan melindungi kekayaan budaya tak benda milik Indonesia dari aksi penjiplakan,” tanhdas Nuryahman.
Kabupaten Buleleng sendiri menajukan 6 jenis budaya tak benda untuk ditetapkan menjadi WBTB Indonesia tahun 2020. Dari 6 usulan itu, berdasarkan pandangan BPNB sejauh ini, baru 2 di antaranya yang diprioritaskan untuk dikaji, yakni tradisi Magoak-goakan di Desa Panji dan lukisan wayang kaca asal Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng.
Tradsis Magoak-goakan di Desa Panji digelar setahun sekali, untuk menghormati jasa Raja Ki Barak Panji Sakti. Pada saat masa pemerintahannya di Kerajaan Buleleng, Ki Barak Panji Sakti adalah seseorang raja yang terkenal baik hati dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Pendiri Kerajaan Buleleng tahun 19660-an ini terkenal sakti. Ki Barak Panji Sakti menjadi orang yang pertama menemukan ide sehingga lahirlah tradisi Magoak-goakan di Desa Panji.
Awalnya, sang raja melihat burung goak (gagak) yang sedang melintas di hadapannya. Lalu, burung goak yang sedang mengincar mangsanya dengan mengeluarkan taktik menarik untuk membuat menangkap mangsanya tersebut, mencuri perhatian Ki Barak Panji Sakti. Dari situ, Ki Barak Panji Sakti ingin menuangkan taktik burung goak tersebut ke dalam permainan yang seru.
Ada akhirnya, Ki Barak Panji Sakti menemukan sebuah permainan yang disebut Magoak-goakan, yang kini rutin digelar krama Desa Panji saat Ngembak Gni Nyepi atau sehari setelah Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka.
Ki Barak Panji Sakti pertama kali mempraktekkan tradisi Magoak-goakan ini kepada prajuritnya, di mana sebelum memulai permainan, sang raja melakukan sebuah perjanjian. Intinya, jika sang raja memenangkan permainan ini, maka segala keinginannya harus dipenuhi oleh prajurit.
Prajurit pun menyetujui perjanjian yang dibuat Raja Ki Barak Panji Sakti. Nah, dengan kegesitan dan kelincahannya, sang raja yang saat itu menjadi kepala goak akhirnya mampu memegang prajurit yang berada di barisan paling belakang. Akhirnya permainan Magoak-goakan ini dimenangkan oleh Ki Barak Panji Sakti.
Maka, sang raja pun mengajukan perintah kepada prajuritnya yang harus dipenuhi. Perintah itu adalah agar daerah Blambangan yang berada di bawah naungan Kerajaan Jagaraga bisa direbut prajurit hingga menjadi bagian dari Keraajaan Buleleng saat itu. Singkat cerita, Blambangan akhirnya jatuh ke tangan Kerajaan Buleleng. *k23
Tim Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) mulai melakukan kajian terhadap tradisi atau warisan budaya tak benda yang ada di Kabupaten Buleleng. Warisan budaya pertama yang dikaji Tim BPNB untuk mendapatkan status Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) adalah tradisi Magoak-goakan di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Tradisi Magoak-goakan ini sebelumnya telah diusulkan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng untuk menjadi WBTB Indonesia. Nah, sebelum ditetapkan dan dinyatakan layak menjadi WBTB oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tradisi Magoak-goakan ini harus melalui beberapa tahapan. Termasuk pemenuhan persyaratan audio visual tentang objek yang diusulkan, kajian, supervisi, hingga sidang penentuan.
Terkait pengusulan tadisi Magoak-goakan masuk WBTB Indonesia tersebut, Tim BPNB terjun ke Desa Panji, Selasa (21/1), untuk melakukan pengkajian dalam bentuk Focus Group Discusion (FGD). Kegiatan FGD yang digelar di Wantilan Pura Desa Adat Panji tersebut melibatkan Perbekel Panji, para tetua Desa Panji, para kelian banjar dinas dan banjar adat, panglingsir puri, dan tokoh masyarakat setempat.
Menurut peneliti BPNB, Nuryahman, kegiatan ini dilakukan untuk mensinkronkan antara data audio visual yang sudah disetorkan dengan kondisi riil di lapangan. Dari kajian tersebut, pihaknya mendapatkan hal baru bahwa yang perlu di-WBTB-kan adalah tradisi Magoak-goakan dari Desa Panji, bukan permainan Magoak-goakan itu sendiri.
“Dari FGD kemarin, Magoak-goakan di Desa Panji ini adalah tradisi yang punya proses sejarah dan tidak bisa ditiru oleh orang lain. Kalau permaiannaya bisa ditiru siapa saja, tetapi proses sejarahnya tidak bisa dimainkan,” jelas Nuryahman saat dikonfirmasi NusaBali, Kamis kemarin.
Nuryahman menyebutkan, setelah menjalani proses pengkajian, usulan WBTB untuk tradisi Magoak-goakan ini akan disupervisi kembali hingga akhirnya menjalani sidang penentuan, Agustus 2020 mendatang. Saat ini, Dinas Kebudyaan Kabupaten Buleleng dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dengan didukung BPNB, masih berupaya melengkapi dan menyempurnakan hal yang perlu diperbaiki.
Nantinya, dengan ditetapkannya tradisi Magoak-goakan sebagai WBTB Indonesiia, maka secara langsung tradisi ini akan memiliki hak paten dan pengakuan nasional. “Penetapan status WBTB ini merupakan upaya pemerintah dalam melestarikan dan melindungi kekayaan budaya tak benda milik Indonesia dari aksi penjiplakan,” tanhdas Nuryahman.
Kabupaten Buleleng sendiri menajukan 6 jenis budaya tak benda untuk ditetapkan menjadi WBTB Indonesia tahun 2020. Dari 6 usulan itu, berdasarkan pandangan BPNB sejauh ini, baru 2 di antaranya yang diprioritaskan untuk dikaji, yakni tradisi Magoak-goakan di Desa Panji dan lukisan wayang kaca asal Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng.
Tradsis Magoak-goakan di Desa Panji digelar setahun sekali, untuk menghormati jasa Raja Ki Barak Panji Sakti. Pada saat masa pemerintahannya di Kerajaan Buleleng, Ki Barak Panji Sakti adalah seseorang raja yang terkenal baik hati dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Pendiri Kerajaan Buleleng tahun 19660-an ini terkenal sakti. Ki Barak Panji Sakti menjadi orang yang pertama menemukan ide sehingga lahirlah tradisi Magoak-goakan di Desa Panji.
Awalnya, sang raja melihat burung goak (gagak) yang sedang melintas di hadapannya. Lalu, burung goak yang sedang mengincar mangsanya dengan mengeluarkan taktik menarik untuk membuat menangkap mangsanya tersebut, mencuri perhatian Ki Barak Panji Sakti. Dari situ, Ki Barak Panji Sakti ingin menuangkan taktik burung goak tersebut ke dalam permainan yang seru.
Ada akhirnya, Ki Barak Panji Sakti menemukan sebuah permainan yang disebut Magoak-goakan, yang kini rutin digelar krama Desa Panji saat Ngembak Gni Nyepi atau sehari setelah Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka.
Ki Barak Panji Sakti pertama kali mempraktekkan tradisi Magoak-goakan ini kepada prajuritnya, di mana sebelum memulai permainan, sang raja melakukan sebuah perjanjian. Intinya, jika sang raja memenangkan permainan ini, maka segala keinginannya harus dipenuhi oleh prajurit.
Prajurit pun menyetujui perjanjian yang dibuat Raja Ki Barak Panji Sakti. Nah, dengan kegesitan dan kelincahannya, sang raja yang saat itu menjadi kepala goak akhirnya mampu memegang prajurit yang berada di barisan paling belakang. Akhirnya permainan Magoak-goakan ini dimenangkan oleh Ki Barak Panji Sakti.
Maka, sang raja pun mengajukan perintah kepada prajuritnya yang harus dipenuhi. Perintah itu adalah agar daerah Blambangan yang berada di bawah naungan Kerajaan Jagaraga bisa direbut prajurit hingga menjadi bagian dari Keraajaan Buleleng saat itu. Singkat cerita, Blambangan akhirnya jatuh ke tangan Kerajaan Buleleng. *k23
1
Komentar