Di Jalur Melasti, Krama Dilarang Melintas Bawa Jenazah
Karya Pangurip Gumi di Pura Luhur Batukaru
Jelang pemelastian pada 29 Januari 2020 serangkaian Karya Pangurip Gumi di Pura Luhur Batukaru, Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan, seluruh panitia dan jajaran instansi di Pemkab Tabanan terus melakukan persiapan.
TABANAN, NusaBali
Pamelastian akan digelar di Pantai Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Tabanan dengan jalan kaki memakan waktu empat hari tiga malam. Total jarak yang ditempuh dari Pura Luhur Batukaru ke Pantai Tanah Lot kemudian kembali ke Pura Luhur Batukaru, sepanjang 90 kilometer.
Pada 28 Januari atau sehari sebelum melasti, panitia akan memercikkan Tirta Pemarisudha Margi ke sepanjang jalur yang ditempuh dengan tujuan menyucikan kawasan dari segala leteh (kotor). Dan mulai 28 Januari hingga 1 Februari, krama dilarang membawa jenazah melewati jalur yang dilintasi saat melasti.
Adapaun jalur yang ditempuh itu akan melewati 12 desa adat di Tabanan sesuai dengan rute pamelasti di tahun 1993 saat Pujawali Ngenteg Linggih di Pura Luhur Batukaru. Serta akan melewati tiga sungai yakni Sungai Yeh O, Sungai Yeh Empas, dan Sungai Yeh Panahan. Makna dari Ida Bhatara Luhur Batukaru melewati sungai atau napak Luah Agung (sungai) untuk memberikan restu kepada amerta (air) agar memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk hidup.
Ketua 1 Karya Pangurip Gumi I Wayan Arya didampingi Bendesa Adat Wongaya Gede I Ketut Sucipto dan Kabag Humas Setda Tabanan I Ketut Ridia, menjelaskan bahwa Karya Pangurip Gumi dilakukan berdasarkan pawisik (wahyu) Ida Bhatara Luhur Batukaru.
Upacara agung ini digelar dengan tujuan untuk menyucikan kembali isi dunia atau jagat raya yang sebelumnya sudah mengalami berbagai masalah, musibah, penyakit, dan lain-lain. “Jadi Karya Pangurip Gumi ini langka, tidak ada jadwal khusus, melainkan digelar berdasarkan pawuwus (wahyu) dari Ida saat pujawali dua tahun lalu di Pura Luhur Batukaru,” ungkapnya saat jumpa pers di wantilan Pura Batukaru, Kamis (23/1).
Terkait pamelastian yang harus ditempuh dengan jalan kaki, hal itu juga sesuai dengan pawuwus Ida Bhatara untuk tedun (turun) napak pertiwi dalam rangka menghilangkan leteh atau kebrebehan jagat (menghilangkan kotor alam semesta) sekaligus untuk membersihkan dan mengembalikan kembali fungsi ibu pertiwi. “Maka dari itulah ada jalur pamelastian turun ke sungai. Bukan berarti tidak boleh melewati jembatan namun maknanya untuk memberikan amerta kepada air yang selama ini sudah memberikan kehidupan bagi makhluk hidup,” beber Arya.
Untuk persiapan pamelastian, menurut Arya, sedang proses rampung. Bahkan sehari sebelum dilakukan pamelastian dengan melibatkan ribuan umat Hindu itu, tepatnya di tanggal 28 sore akan ngemargiang Tirta Pemarisudha Margi (menjalankan tirta) ke jalur yang dilewati untuk pamelastian. “Tujuannya untuk menyucikan kawasan dari segala leteh. Tirta suci dipercikkan mulai Selasa sore dengan kendaraan,” jelasnya.
Dan mulai hari itu juga, dirinya selaku panitia, memohon kepada umat Hindu dan umat yang lain dari 28 Januari – 1 Februari 2020, di jalur yang dilalui pamelastian sedapat mungkin tidak dilalui kalau ada kematian atau di Bali di sebut kelayu sekaran, tidak boleh dilewati oleh saudara yang membawa jenazah.
“Oleh karena itu dengan segala hormat, kalau ada umat sedarma atau umat lain ada yang memiliki keluarga meninggal, kalaupun harus dibawa pulang sedapat mungkin tidak melintas di jalur pemelastian. Dengan segala hormat karena kami di 28 Januari sudah melakukan upacara pembersihan jalan secara niskala yang disebut dengan menjalankan Tirta Pemarisudha Margi,” pintanya.
Bendesa Adat Wongaya Gede sekaligus Ketua Harian Karya Pangurip Gumi I Ketut Sicipto, mengatakan selaku panitia pihaknya juga meminta kepada seluruh umat sedarma khususnya di kawasan yang dilalui saat pamelastian untuk ikut membantu membersihkan sampah. Karena tidak menutup kemungkinan para pengiring dengan jumlah yang begitu banyak dipastikan menimbulkan sampah yang tercecer.
“Untuk itu kami mohon dengan segala hormat, ikut belet bhakti (peduli) terhadap lingkungan. Karena personel dari Batukaru saja dipastikan akan kekurangan, karena pengiring akan mencapai ribuan. Tak hanya dari Tabanan tetapi juga ada dari Negara, Denpasar, Klungkung, dan sameton transmigran siap nyanggra (bersedian ikut),” kata Sucipto.
Kabag Humas Setda Tabanan I Ketut Ridia mewakili Pemkab Tabanan, menyatakan seluruh krama Tabanan diminta ikut mendoakan agar jalannya Karya Pangurip Gumi berjalan dengan baik. *des
Pada 28 Januari atau sehari sebelum melasti, panitia akan memercikkan Tirta Pemarisudha Margi ke sepanjang jalur yang ditempuh dengan tujuan menyucikan kawasan dari segala leteh (kotor). Dan mulai 28 Januari hingga 1 Februari, krama dilarang membawa jenazah melewati jalur yang dilintasi saat melasti.
Adapaun jalur yang ditempuh itu akan melewati 12 desa adat di Tabanan sesuai dengan rute pamelasti di tahun 1993 saat Pujawali Ngenteg Linggih di Pura Luhur Batukaru. Serta akan melewati tiga sungai yakni Sungai Yeh O, Sungai Yeh Empas, dan Sungai Yeh Panahan. Makna dari Ida Bhatara Luhur Batukaru melewati sungai atau napak Luah Agung (sungai) untuk memberikan restu kepada amerta (air) agar memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk hidup.
Ketua 1 Karya Pangurip Gumi I Wayan Arya didampingi Bendesa Adat Wongaya Gede I Ketut Sucipto dan Kabag Humas Setda Tabanan I Ketut Ridia, menjelaskan bahwa Karya Pangurip Gumi dilakukan berdasarkan pawisik (wahyu) Ida Bhatara Luhur Batukaru.
Upacara agung ini digelar dengan tujuan untuk menyucikan kembali isi dunia atau jagat raya yang sebelumnya sudah mengalami berbagai masalah, musibah, penyakit, dan lain-lain. “Jadi Karya Pangurip Gumi ini langka, tidak ada jadwal khusus, melainkan digelar berdasarkan pawuwus (wahyu) dari Ida saat pujawali dua tahun lalu di Pura Luhur Batukaru,” ungkapnya saat jumpa pers di wantilan Pura Batukaru, Kamis (23/1).
Terkait pamelastian yang harus ditempuh dengan jalan kaki, hal itu juga sesuai dengan pawuwus Ida Bhatara untuk tedun (turun) napak pertiwi dalam rangka menghilangkan leteh atau kebrebehan jagat (menghilangkan kotor alam semesta) sekaligus untuk membersihkan dan mengembalikan kembali fungsi ibu pertiwi. “Maka dari itulah ada jalur pamelastian turun ke sungai. Bukan berarti tidak boleh melewati jembatan namun maknanya untuk memberikan amerta kepada air yang selama ini sudah memberikan kehidupan bagi makhluk hidup,” beber Arya.
Untuk persiapan pamelastian, menurut Arya, sedang proses rampung. Bahkan sehari sebelum dilakukan pamelastian dengan melibatkan ribuan umat Hindu itu, tepatnya di tanggal 28 sore akan ngemargiang Tirta Pemarisudha Margi (menjalankan tirta) ke jalur yang dilewati untuk pamelastian. “Tujuannya untuk menyucikan kawasan dari segala leteh. Tirta suci dipercikkan mulai Selasa sore dengan kendaraan,” jelasnya.
Dan mulai hari itu juga, dirinya selaku panitia, memohon kepada umat Hindu dan umat yang lain dari 28 Januari – 1 Februari 2020, di jalur yang dilalui pamelastian sedapat mungkin tidak dilalui kalau ada kematian atau di Bali di sebut kelayu sekaran, tidak boleh dilewati oleh saudara yang membawa jenazah.
“Oleh karena itu dengan segala hormat, kalau ada umat sedarma atau umat lain ada yang memiliki keluarga meninggal, kalaupun harus dibawa pulang sedapat mungkin tidak melintas di jalur pemelastian. Dengan segala hormat karena kami di 28 Januari sudah melakukan upacara pembersihan jalan secara niskala yang disebut dengan menjalankan Tirta Pemarisudha Margi,” pintanya.
Bendesa Adat Wongaya Gede sekaligus Ketua Harian Karya Pangurip Gumi I Ketut Sicipto, mengatakan selaku panitia pihaknya juga meminta kepada seluruh umat sedarma khususnya di kawasan yang dilalui saat pamelastian untuk ikut membantu membersihkan sampah. Karena tidak menutup kemungkinan para pengiring dengan jumlah yang begitu banyak dipastikan menimbulkan sampah yang tercecer.
“Untuk itu kami mohon dengan segala hormat, ikut belet bhakti (peduli) terhadap lingkungan. Karena personel dari Batukaru saja dipastikan akan kekurangan, karena pengiring akan mencapai ribuan. Tak hanya dari Tabanan tetapi juga ada dari Negara, Denpasar, Klungkung, dan sameton transmigran siap nyanggra (bersedian ikut),” kata Sucipto.
Kabag Humas Setda Tabanan I Ketut Ridia mewakili Pemkab Tabanan, menyatakan seluruh krama Tabanan diminta ikut mendoakan agar jalannya Karya Pangurip Gumi berjalan dengan baik. *des
1
Komentar